Mohon tunggu...
Fazil Abdullah
Fazil Abdullah Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu berat, Sayang. Kau harus sediakan waktu dan dunia, yang seringnya tidak bersahabat.

Cerpen Perempuan yang Meminta Rokokmu dan Mogok di Hutan mendapat penghargaan dari Kompasiana (2017 dan 2018). _____________________________________________ linktr.ee/fazilabdullah 👈 merupakan pintu masuk menuju dunia karya saya. silakan masuk dan jelajahi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki dengan Parfum yang Menyobek-nyobek Hidungku

20 April 2017   05:55 Diperbarui: 24 April 2017   00:00 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Shutterstock/igor.stevanovic

Kuceritakan tentang lelaki yang kau puja itu. Lelaki yang memakai parfum saja tak becus. Parfumnya menyengat hidungku. Beginikah lelaki yang kau puja setengah mati?

Aku nyaris mual. Kucurigai ia memiliki masalah bau badan sehingga begitu mabuk memparfumi diri. Kau tahu tidak, sebuah penelitian mengemukakan, orang yang terlalu memparfumi diri berarti sedang mengalami depresi. Depresi bisa menyebabkan seseorang kehilangan kepekaan indera penciuman. Nah, lelaki yang kau puja itu depresi! 

Kami sedang di jalan setapak taman hotel. Aku sedang berjalan santai, menikmati matahari sore, dan menanti sunset ketika ia tiba-tiba datang menyapaku. Keberuntungan untukku. Kunyalakan recorder rahasiaku berbentuk pena yang kuselipkan di saku. Apa yang ditanyakan tadi? Apa aku bisa berbahasa Inggris? Of Course! 

Dia tak tahu aku wartawan yang akan mewawancarainya berkenaan konsernya di Indonesia. Percakapan dengannya bakal menjadi wawancara tanpa disadarinya. Sekaligus mau mengukur lelaki yang kau puja-puji ini. Lelaki yang selalu kau puja dengan kata-kata yang mengalir bak mata air, berpelangi, berbunga, dan berkupu-kupu. Lelah jiwaku setiap usai mendengar cerita pujaanmu. Kau selalu lupa diri jika sudah bercerita tentangnya. Kau luput akan kekurangan-kekurangannya. Selalu saja kau cerita yang manis dan baiknya. 

Lelaki yang kau puja itu, tentu berbusung dada. Merasa telah menggenggam para penggemar dari seluruh penjuru dunia. Dia penyanyi benar-benar menghipnotis para hawa bahkan gilak seperti kamu itu. 

Ah, tidakkah kau berpikir akan konsekuensi logis dari sikap lelaki yang telah busung dadanya itu? Kau akan menjadi buih baginya! Ya, buih! Bagaimana bisa kau puja seseorang ketika dia sibuk dan tenggelam dengan cinta diri sendiri . Ia seperti mitologi Narciscuss. Ambillah pelajaran dari kisah Narciscuss.

Well, sungguh hari yang indah….” Ia mulai membuka percakapan dengan basa-basi. Ia begitu santai. Langkahnya ringan, kedua tangan diselipkan ke saku celananya. Mengenakan kaus abu-abu berbintik-bintik cahaya dengan lengan setengah panjang.  Rambutnya hitam mengkilat.  

Boleh kubilang penampilannya tak ubahnya seperti penyanyi dangdut yang norak. Kau boleh korek kembali ingatanmu siapa penyanyi dangdut Indonesia yang pernah kusebut norak dan lebay. Kau saat itu ketawa melihat ekspresiku saat mengungkapkan itu. Sudah ingat siapa yang kumaksud?

“Ya, begitulah,” sahutku pendek berusaha santai juga tetapi kerongkonganku berat mengeluarkan suara. Aku melihatnya dengan ekor mata selebihnya lurus ke depan. Angin laut menolongku menyingkirkan bau parfumnya. Lega….

Ia begitu sibuk menatapku langsung di sela-sela bicara. Apa maksud tingkahnya? Kau bisa saja memaklumi sikap lelaki yang kau puja ini karena begitulah budaya di tempatnya, selalu menatap mata lawan bicara. Tapi aku tak bisa menepis pikiranku bahwa sikapnya itu akibat acuh tak acuhku.

Perilakuku tentu sangat jauh berbeda dari perlakuan para penggemar atau yang mengenal popularitasnya. Para penggemar yang terpukau, senang, bangga, dan penuh puja-puji akan dirinya. Tapi aku cuek. Maka kupikir curi-curi pandangnya itu adalah ekspresi resahnya saat tak kuberi perhatian penuh padanya. Tingkahnya tak jauh beda dengan tingkah anak-anak saat tak diberi perhatian!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun