Mohon tunggu...
Faza NurF
Faza NurF Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Semangatt menulis..

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mahkota dan Jubah Kehormatan untuk Ayah dan Ibu

7 Februari 2021   17:48 Diperbarui: 7 Februari 2021   18:23 1059
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

BAGIAN 1
Jam menunjukan pukul 3 pagi, suara derasnya hujan terus mengguyur tiada henti, diselingi kilat yang menyambar nyambar dan angin yang berhembus kencang membuat Hafidz terus meringkuk di bawah tebalnya selimut. Tak lama kemudian terdengar suara pintu terbuka bersamaan dengan suara dari sang ayah yang membangunkan nya.
  " Fidz, hafidz bangun nak ayoo kita tahajud! "
  "Hmmm"
  "Sebentar sajaa ayoo ibu sudah nunggu itu" Kata sang ayah sambil membuka selimut hafidz. Yang membuatnya mau tak mau harus bangkit mengikuti perkataan ayahnya sambil mata terpejam, kemudian mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat tahajud bersama. setelah itu hafidz dan ayahnya berangkat ke masjid untuk melaksanakan sholat subuh berjamaah dan bertadarus.
  Hafidz adalah anak berusia 11 tahun berasal dari keluarga yang sederhana dan tinggal bersama kedua orang tuanya di sebuah pedesaan, mempunyai seorang kaka perempuan yang berbeda 4 tahun dengannya, bernama wihdah, yang kini sedang menuntut ilmu di sebuah pondok pesantren. Ayahnya adalah seorang ustadz, sering mengajar ngaji, pengajar di sebuah madrasah dan terkadang mengisi kajian di beberapa acara. Terkenal dengan sifat baiknya dermawan dan tidak sombong.Ibunya adalah seorang ibu rumah tangga setiap harinya mencari tambahan uang dengan berjualan bubur dan gorengan di pagi hari.
  Sekarang hafidz duduk di bangku madrasah ibtidaiyah yang berada tak jauh dari rumahnya. Setiap hari setelah melaksanakan sholat subuh dan tadarus, hafidz berangkat bersama ibunya ke pasar untuk berbelanja keperluan jualan ibunya di pagi hari, sedangkan ayahnya mulai mengolah beras menjadi bubur di rumah.
  Setelah menyelesaikan semua bahan bahan yang akan dijual dan sarapan pagi hafidz segera bersiap siap untuk pergi ke sekolah. Begitu pun dengan sang ayah yang bersiap untuk bekerja sebagai pengajar, sedangkan ibunya mulai berjualan di pekarangan rumah mereka.
  Setiap hari hafidz berangkat berjalan kaki, tidak dibekali uang dan hanya berbekal makanan yang ibunya siapkan jikalau hafidz lapar. Hafidz memang bukan dari keluarga yang berada tetapi hafidz terkenal dengan kecerdasan otaknya. Dari mulai kelas 1 MI hingga kini ia duduk di kelas 6, hafidz selalu meraih peringkat pertama, memiliki ingatan yang kuat, mudah memahami pelajaran dan ditambah dengan prestasi prestasi yang ia raih ketika ditawari perlombaan oleh pihak sekolahnya.
   Pukul 12.00 hafidz pulang dengan Ramdan teman sebangku nya. Tak sengaja ia bertemu dengan ayahnya di jalan.
   " Ehh ayah Assalamu'alaikum, ayah sudah pulang? "
   " Sudah nak, ehh ada nak Ramdan. Gimana sekolah hari ini?
   " Yaa seperti biasa saja yah, dan Alhamdulillah lancar"
   " Alhamdulillah pa ustadz semua lancar dalam memahami pelajaran. Oh iya pa ustadz, Ramdan duluan yaa mau ke warung dulu tadi ibu ada titipan. " Kata Ramdan.
   " Ohh iya iya Ramdan silahkan"
   "Assalamu'alaikum fidz, pa ustadz"
   " Wa'alaikumussalam " Ucapnya bersamaan.
Setelah berjalan kurang lebih 15 menit mereka pun sampai di pekarangan rumah, terlihat ibu yang sedang menyapu lantai. Mereka segera menghampiri nya, kemudian mengucapkan salam.
  Tak lama kemudian, Hafidz sudah mengganti pakaian bersiap untuk ke masjid bersama ayahnya untuk melaksanakan sholat dzuhur berjamaah. Mereka pun berangkat ke masjid berjalan kaki.
  Ketika selesai sholat, ada seseorang yang memakai setelan jas menghampiri ayah hafidz yang sedang menuju pulang
  " Pak ustadz Ruslan, assalamu'alaikum.. Sudah lama tak bertemu yaa. Bapa masih ingat saya? Ini saya pa, Bima."
  " Wa'alaikumussalam Bima. Ahh iyaa saya ingat kamu anak muda yang bertemu dengan saya di masjid sini beberapa bulan lalu yaa."
  "Nah iyaa betul pak ustadz, saya udah nunggu disini sedari tadi karena saya yakin bisa bertemu pa ustadz di waktu sholat."
  "Memangnya, ada apa nak Bima? Ehh atau kita mengobrol di rumah saya saja gimana? "
  "Ohh iya boleh boleh pa ustadz. ".
  Mereka pun menaiki mobil yang dibawa oleh Bima untuk menuju ke rumah ustadz Ruslan. Setibanya di rumah, pa Ruslan menyuruh ibu untuk menyiapkan minuman dan Hafidz pun masuk ke kamar untuk istirahat siang.
  " Jadi begini pak ustadz, keluarga saya itu akan mengadakan syukuran keberangkatan haji. Nah, setelah saya mendengar khutbah jum'at dan ceramah yang ustadz sering lakukan saya tertarik untuk mengundang pa ustadz mengisi acara syukuran keluarga saya. Bagaimana pa? "
 " Kalau itu insyaaAllah saya bisa, tapi kapan acaranya? "
 " Acaranya insyaaAllah masih 3 hari lagi pa ustadz, ba'da magrib " Katanya.
 " Bisa insyaAllah nanti saya kosongkan waktu di hari itu."
 " Terima kasih ya  pa ustadz, nanti saya kirimkan alamat rumah saya. Kalau begitu saya permisi pa ustadz maaf ngga bisa terlalu lama . " Bima pamit dan menyalami ustadz Ruslan.
 " Loh kenapa terburu buru" Ucap ustadz Ruslan sambil berdiri.
 " Saya masih di jam kerja ustadz, kebetulan saya mampir tadi di waktu istirahat."
 "Ohh begitu, yaa sudah silahkan silahkan. Hati hati di jalan nak  Bima. " Ucap ustadz Ruslan.
 " Iyaa pa ustadz, assalamu'alaikum. "
 "Wa'alaikumsalam"

BAGIAN 2
Langit sudah di penuhi bintang yang betaburan, menandakan hari sudah malam. Hafidz dan ayahnya sedang berjalan seusai melaksanakan sholat isya di masjid. Sambil berjalan ayah nya pun mengajak hafidz berbincang.
" Fidz, apa kamu sudah menikmati masa masa bermain nya nak?"
" Hafidz menikmati yah, memangnya kenapa? " Jawab hafidz, karena ia bingung, tidak seperti biasanya ayah nya berbicara seperti itu kepadanya.
" Berarti hafidz sudah siap kan jika ayah menyuruh hafidz untuk serius? "
" Hmm.. Maksud ayah serius dalam hal apa yah? Hafidz masih tidak mengerti"
"Serius dalam segala hal nak, serius dalam mencari ilmu, memperdalam ilmu agama, hafidz mau kan menjadi kebanggaan ayah sama ibu? "
"Tentu yah, itu salah satu tujuan hafidz, hafidz ingin masuk surga yah, kata guru hafidz, hafidz bisa masuk surga dengan berbakti dan nurut sama ibu ayah karena berbakti kepada orang tua adalah pintu surga yang paling tengah diantara pintu pintu yang lain. "
" Bagus nak, ayah bangga sama hafidz. Semoga hafidz bisa meraih tujuan hafidz ya"
" Bantu hafidz yaa ayah, hafidz ingin menjadi seperti ayah" Ucap hafidz sambil memegang erat tangan sang ayah.

Mereka pun terus berjalan menyusuri jalan untuk pulang ke rumah. Setibanya di rumah ibu sudah menyiapkan makan malam untuk hafidz dan suami nya. Di meja makan, setelah mereka menghabiskan makanan nya, mereka pun berbincang membicarakan rencana dimana hafidz akan melanjutkan sekolah.
 " Fidz, kamu mau sekolah kemana nak? Sebentar lagi kamu kan lulus dari MI nya" Ucap ayahnya.
 " Kalau pesantren tempat kakak mu mondok mau? " tambah ibunya.
 " Pesantren kak wihdah itu pesantren apa memang bu? " Kata hafidz.
 " Itu pesantren berbasis bahasa fidz, gimana? Hafidz mau? " Tanya ibunya.
 " Hmm.. Ayah hafidz mau pondok tempat ayah mesantren boleh? Pesantren tempat ayah mondok berbasis tahfidz kan yah? Bu hafidz ingin nya kesana, gamau di pondok kak wihdah. " Kata hafidz panjang lebar.
 " Kalau ibu yaa terserah hafidz, itu malah lebih bagus nantinya hafidz jadi penghafal Qur'an seperti Ayah. " Jawab ibunya.
 " Baru juga ayah ingin menawarkan itu. Yaa Ayah setuju lah, ayah memberi nama hafidz salah satunya untuk itu. Ingin hafidz menjadi salah seorang yang memelihara kalam Nya Allah." Kata sang ayah.
 " Aamiinn semoga Hafidz bisa seperti ayah yah"
 " Hafidz berarti harus nurut sama ayah ibu, disiplin waktu, harus mulai menambah lagi hafalan hafidz, nanti jika sudah lancar hafalan nya setorkan langsung ke ayah, Hafidz siap? "
 "InsyaaAllah Hafidz siap yah, mulai subuh besok hafidz mau menambah lagi hafalan hafidz. " Ucap hafidz dengan semangat.
 "Nanti hafidz ikut ayah yah ke rumah Kak Bima yang kemarin datang ke rumah. " Ajak ayahnya kepada hafidz.
 "Iyah ayah insyaaAllah hafidz ikut." Jawab hafidz.

Hari itu tiba, hari dimana untuk pertama kalinya Hafidz ikut bersama ayahnya untuk mengisi acara syukuran. Hafidz memerhatikan ayahnya dari awal acara hingga selesai. Dari cara bicaranya, bahasa yang digunakan, ilmu yang disampaikan, Hafidz benar benar memerhatikan ayahnya. Dalam diri Hafidz ia memantapkan bahwa ia ingin menjadi da'i, ulama, penceramah yang bisa menebar kebaikan seperti keinginan ayahnya. Ketika tau ayahnya akan menghampiri nya, Hafidz pura-pura tertidur di bangku. Ayahnya pun yang melihat putra nya tertidur, segera menggendongnya ke pundak tanpa membangunkan anaknya. Hafidz hanya ingin tau apa yang dilakukan oleh ayahnya ketika ia tertidur yang seharusnya Hafidz memerhatikan.
Ternyata ayahnya tidak membangunkan nya, hanya sedikit bergumam, bahkan ayahnya mendo'akan agar kelak anaknya jauh lebih baik darinya, lebih sukses, dan bisa menjadi penceramah hebat yang tawadhu.

Hafidz membuka matanya, ternyata tadi malam ia benar benar jadi tertidur, dilihatnya jam dinding menunjukan pukul setengah 3 subuh. Ia langsung bergegas ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat tahajud kemudian mulai menghafal Al Qur'an seperti yang ia katakan. Ayahnya yang akan membangunkan pun, kembali membalikkan badan ketika ia tahu ternyata hafidz bangun lebih awal dan sedang menghafal.
Ternyata menghafal tidak semudah yang ia bayangkan, tetapi ia terus mengulang ulang bacaan yang harus ia hafal, seringkali kantuk menyerang hingga membuat hafidz tidak fokus, hafidz sampai perlu menyediakan semprotan untuk dirinya sendiri ketika matanya mulai terasa berat. Dengan begitu, matanya akan segar kembali.
Tak terasa, adzan telah berkumandang, Ketika mendengarnya Hafidz terhenyak dan seketika berdiri untuk menghampiri ayahnya dan mengajak nya pergi ke masjid.
"Ayah, ayo Hafidz sudah siap."
"Ayo nak" Kata Ayahnya.
"Bu, kami berangkat dulu ya, setelah tadarus ibu jangan lupa siap-siap kita langsung berangkat ke pasar, Assalamu'alaikum bu. " Ucap Hafidz pada ibunya.
" Iyaa siap nak , wa'alaikumsalam. "
Mereka pun segera berangkat ke masjid sebelum terdengarnya Iqamah.
Sepulang dari masjid Hafidz tanpa ba bi bu langsung berganti pakaian dan menggandeng ibunya untuk pergi ke pasar.
"Ayo Buu Meluncur" Ajak Hafidz.
" Ayo, ayah kita berangkat dulu yaa jangan lupa itu berasnya sudah ibu cuci di dapur." Ucap ibu.
"Assalamu'alaikum" Ucap Hafidz dan Ibu bersamaan.
"Iya bu. Wa'alaikumsalam" Jawab ayah dari dalam kamar.

Hafidz dan ibunya berangkat menggunakan angkutan umum. Diperjalanan menuju pasar , ada suara telepon berdering di Handphone ibunya hafidz.
" Tumben kok ya ada telepon di pagi-pagi buta begini, siapa ya nomornya tidak dikenal juga " Ucap ibunya.
"Angkat saja dulu bu, siapa tau penting" Ucap Hafidz.
Lalu ibunya pun mengangkat telepon tersebut.
" Yaa Assalamu'alaikum, ini dengan siapa ya? "
" Wa'alaikumsalam ibu" Ucap orang yang ada di sana. Suara nya pun tak asing di dengar oleh ibunya.
" Wihdah, ini wihdah yaa anak ibu. Kamu sehat nak? Lama sekali kamu tak menelpon ibu, ibu rindu sama kamu."Ucap ibu yang terlihat bahagia ketika menerima telepon dari Wihdah anaknya.
Hafidz pun yang mendengar reaksi ibunya, mendekatkan telinga nya ke dekat ponsel ibu agar bisa mendengar percakapan mereka.
" Alhamdulillah bu Wihdah sehat, kabar kalian disana bagaimana? Sehat kan? Iya ibu maafkan wihdah baru menelpon ibu sekarang, Wihdah baru dikasih izin untuk menelpon bu. " Ucap wihdah di sebrang sana.
" Alhamdulillah nak kami disini semuanya sehat wal afiat, iyaiyaa ibu mengerti ko. Ada apa nak kok tumben menelpon di pagi-pagi seperti ini." Tanya ibunya yang keheranan karena tak biasanya Wihdah menelpon pada saat ia tau ibunya akan berangkat ke pasar.
" Oh iyaa bu ini Wihdah tidak akan lama kok, ibu pasti lagi berangkat ke pasar kan. Wihdah cuma mau memberi kabar bu, besok lusa Wihdah sudah perpulangan massal dari pondok, dari pagi jam 7 perizinan nya sudah dibuka, ibu atau ayah bisa kan jemput wihdah kesini? " Ucap Wihdah.
"Bisa nak pasti bisa, nanti biar ayah yang jemput wihdah kesana. "
" Yaudah bu, Wihdah akhiri nih ya telpon nya, ada pengajian pagi. Kalian disana sehat-sehat yaa. " Pamit wihdah disana.
" Iya nak yang rajin mengaji nya yaa. " Ucap ibunya.
" Iyaa bu Assalamu'alaikum. "
"Wa'alaikumsalam" Balas ibunya.
Setelah selesai menerima telepon dari kakaknya Hafidz langsung bertanya kepada ibunya dengan begitu penasaran.
" Bener kan bu, kak Wihdah mau pulang dari pondok? Tadi Hafidz dengernya samar samar karena banyak motor dan mobil di luar sana " Tanya Hafidz
" Iya fidz, kakak mu besok lusa pulang, biarkan ayah nanti yang jemput, tapi kalau Ayah sibuk, biar ibu yang jemput kakak mu. "
" Yess, berarti nanti di rumah ramai lagi bu, tidak sepi, ibu kan tau kalau kak Wihdah di rumah pastii kayak di pasar heheh." Canda Hafidz.
" Ahh kamu ini ada ada saja, tapi kalau ga ada dia kamu kan yang kesepian. " Timpal ibunya.
" Sstt, jangan bilang-bilang sama kak Wihdah ibuu ihh. Kalau
Begitu sebelum kak Wihdah pulang ibu harus masak yang enakk pasti kak Wihdah rindu masakan ibu. "
" Iya iyaa siap. Ibu juga berniat seperti itu tadi. Ibu ada uang nanti untuk beli daging sapi. Kita masak di rendang ya. " Ucap ibunya.
" Wahh mantap tuh. Oke bu. " Jawab Hafidz.
Setelah sampai tujuan di pasar, mereka pun turun dan mulai berbelanja kebutuhan untuk berjualan.

Hari ini hari kepulangan Wihdah. Setelah selesai menyiapkan barang dagangan, Ayah langsung berganti baju untuk bersiap menjemput Wihdah,karena bu ingin Wihdah dijemput di pagi hari. Ibunya sudah mengira pasti Wihdah juga sudah tak sabar ingin segera pulang ke rumah.
" Ayah sudah siap? Hafidz beneran ngga boleh ikut yah?. " Tanya Hafidz.
"Ayah menjemput kak Wihdah tidak akan lama Fidz, lagian kan Hafidz waktu itu sudah pernah ikut lihat pondok nya kak Wihdah." Jawab ayahnya.
" Iyaa juga sih yah, yasudah ayah hati-hati di jalan yaa. "
" Iyaa fidz, assalamu'alaikum." Ucap ayahnya. Sambil menyalakan mesin motor.
"Iyaa wa'alaikumsalam." Ucap Ibu dan Hafidz bersamaan.
 Karena hari ini hari libur, rutinitas Hafidz di pagi hari yaitu membantu ibunya berjualan di pekarangan rumah. Apabila sudah sampai siang gorengan nya masih tersisa, Hafidz pergi untuk berjualan keliling kampung agar gorengan ibunya habis tak tersisa.

Matahari sudah tepat berada diatas kepala Hafidz bersamaan dengan adzan yang berkumandang, menyadarkan Hafidz bahwa waktu sudah menunjukan waktu dzuhur. Hafidz hampir tidak sadar karena keasyikan bermain kelereng bersama teman-teman nya. Saat itu juga Hafidz pamit pada teman-temannya dan berlari karena takut tertinggal sholat Dzuhur berjama'ah di masjid.
Ketika sampai di rumah, motor ayahnya sudah terparkir di teras rumahnya menandakan bahwa ayahnya sudah pulang dan kakak nya pun sudah berada di rumah. Hafidz tergesa-gesa masuk dan mengucapkan salam, dilihatnya ayah sudah berpakaian rapi menggunakan baju koko dan sarung. Orang yang ada di dalam rumah mendengar kedatangan Hafidz kaget seketika dan menengok ke arah pintu.
" Wa'alaikumsalam. Ibu kaget loh fidz, ibu kira ada apa eh ternyata kamu. "
" Maaf Bu Hafidz tidak sadar sudah dzuhur makanya Hafidz lari-lari takut ditinggal ayah. " Ucapnya.
" Ehh kak Wihdah sudah pulang, nanti ya ka kita ngobrolnya Hafidz mau ke masjid dulu hehe." Tambah Hafidz.
Hafidz pun pergi sambil mengucapkan salam kepada ibu dan kakak nya.

Sepulang dari masjid, Hafidz menghampiri kakaknya. Meminta kakaknya untuk bercerita bagaimana rasanya tinggal di pondok baru selama setahun penuh kemarin. Karena pondok yang Wihdah tinggali sekarang itu adalah pondok MA yang berbeda dengan pondok MTS nya dulu.
Wihdah pun bercerita panjang lebar mengenai pondok barunya. Dari mulai ia menyesuaikan diri dengan jadwal dan peraturan, tidak betah, keasyikan bersama teman teman dari bangun tidur hingga tidur lagi bahkan Wihdah pun menceritakan tentang masalahnya yang tentunya Hafidz harus hindari. Dan berbagi tips kepada Hafidz bagaimana menjadi santri dalam membagi waktu, karena orang tuanya bercerita bahwa Hafidz pun akan dimasukkan ke pondok pesantren tempat ayahnya menuntut ilmu dahulu.

Beberapa hari kemudian, Hafidz dan ayahnya akan pergi mendaftar ke pesantren yang akan ditinggali Hafidz nanti. Pagi itu Hafidz telah berpakaian rapi dengan peci yang ia kenakan.
" Anak ayah sudah siap belum? " Tanya ayah kepada Hafidz.
" Siap yah, ayo. " Jawab Hafidz dengan semangat.
Setelah Wihdah bercerita asyik nya menjadi santri, Hafidz sudah tidak merasa ragu dan benar-benar mantap ingin merasakan rasanya menjadi seorang santri.

Setelah beberapa jam melakukan perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya mereka pun sampai pada tujuan.
"Alhamdulillah, sudah sampai. Ayo turun." Ajak ayahnya.
Hafidz pun menuruti ucapan ayahnya dan melihat lihat keadaan pondok yang saat itu benar benar sepi karena sedang perpulangan massal.
Hafidz dan ayahnya tiba di kantor pendaftaran. Ayah Hafidz pun segera mengisi formulir dan data-data yang harus diisi, juga memberikan berkas-berkas yang menjadi syarat untuk masuk ke pondok tersebut. Tidak hanya itu, ayah Hafidz pun memperkenalkan kepada Hafidz seorang Ustadz disana yang menjadi kenalan ayahnya, karena dulu pernah menjadi teman sekamar dengan ayahnya saat mondok disana.
"Assalamu'alaikum, Zal alhamdulillah aku sudah sampai. Ini nih ini anakku yang aku ceritakan akan mondok disini. Aku titip dia yaa zal." Ucap ayah Hafidz.
" Fidz, salam dulu. Ini teman Ayah namanya ustadz Rizal. Beliau ini salah satu ustadz disini yang mengurus para santri laki-laki" Tambah ayahnya kepada Hafidz memperkenalkan.
" Assalamu'alaikum ustadz" Ucap Hafidz sembari mencium tangan nya.
"Wa'alaikumsalam Hafidz. Wahh namanya udah hafidz nih keren. InsyaAllah menjadi Hafidz yang mutqin yaa. " Ucap ustadz Rizal.
" Aamiinn ustadz Terima kasih do'anya. " Jawab Hafidz.
" Zal, saya ga bisa lama- lama nih takutnya nanti sampai ke rumah keburu gelap. Jadi saya mau pamit aja nih yaa. Maaf ngga bawa apa-apa nanti insyaaAllah bawa oleh-oleh kesini sambil mengantar Hafidz. " Ucap ayah Hafidz kepada ustadz Rizal.
" Ahh gapapa Rus, gausah, gausah bawa apapun juga gapapa. Saya seneng liat kamu sehat begini juga alhamdulillah. Yasudah silahkan-silahkan takutnya nanti macet juga kan ya. "
"Iya, saya pamit dulu yaa Zal. Assalamu'alaikum. "
"Wa'alaikumsalam Rus, Hati-hati di jalan, kabari jika sudah sampai. "

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun