Mohon tunggu...
FAYAKUNARTO
FAYAKUNARTO Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa Magister Akuntansi - Universitas Mercu Buana

NIM : 55522120033 - Mahasiswa Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Dosen : Prof. Dr. Apollo M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

TB 1 Pemeriksaan Pajak - Diskursus Serat Tripama untuk Audit Kepatuhan Pajak Warga Negara - Prof. Apollo

19 April 2024   17:42 Diperbarui: 19 April 2024   18:42 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang dimaksud dengan Serat Tripama ?

Menurut Setyawan et al. (2021), serat mengandung ajaran moral sebagai panduan bertindak masyarakat disebut dengan istilah sastra piwulang. Sastra piwulang atau sering disebut sebagai sastra niti atau sastra wulang yang artinya sastra yang bernilai dan berfungsi untuk memberikan pelajaran. Jenis sastra ini dihasilkan pada masa sejarah Jawa baru atau seputar abad ke- 18. 

Banyak jenis sastra piwulang yang berkembang di masyarakat dan sampai sekarang keberadaannya masih eksis menjadi tuntunan masyarakat di lingkungan kraton, beberapa diantaranya adalah Serat Wulangreh, Serat Wedhatama, Serat Centhini, Serat Wulangputri, Serat Wulang Sunu, Serat Wulang Dalem Warna-warni, Serat Joko Lodhang, Serat Sastra Gendhing, dan masih banyak yang lainnya. Selian itu terdapat Serat Tripama dimana didalamnya terdapat Ketiga tokoh pewayangan yang disebutkan, yaitu Patih Suwanda, Raden Kumbakarna, dan Adipati Karna. Dari ketiga tokoh tersebut, dua diantaranya merupakan tokoh dari kalangan antagonis. Raden Kumbakarna merupakan adik dari Rahwana, simbol angkara murka dalam epos Ramayana dan merupakan musuh dari Prabu Ramawijaya. Adipati Karna walaupun merupakan anak titisan dari Bathara Surya dan Ibu Kunti, akan tetapi dalam epos Mahabharata berpihak pada Kurawa.

Serat Tripama merupakan karya sastra berbentuk tembang macapat, pupuh dhandanggula yang berjumlah tujuh bait. Tripama diterbitkan pertama kali dalam kumpulan karya KGPAA Mangkunegara IV, jilid III tahun 1927. Serat tripama berisi ajaran keprajuritan, tiga tokoh pawayangaan yang ditampilkan sebagai teladan pada masanya (Wardhani & Muhadjir, 2017). Menurut Sigit, (2020), Serat Tripama karya KGPAA Mangkunagara IV berisi ajaran yang masih relevan diterapkan pada masa sekarang. Nilai- nilai karakter tidak bisa lepas dari budaya bangsa Indonesia. Warisan budaya pada masa lalu banyak yang memuat nilai karakter. Pewarisan nilai karakter di dalam budaya perlu dilakukan supaya dapat di kaji, dipahami, dimengerti dan dapat diterapkan isinya sehingga memiliki manfaat untuk kehidupan sekarang. Dengan demikian diharapkan nilai-nilai karakter di dalam budaya dapat dijadikan benteng terhadap fenomena penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.

Serat ini ditulis oleh KGPAA Mangkunegara IV dengan tujuan agar dijadikan sebagai panutan dan sumber inspirasi untuk diambil suri tauladanya. Nilai-nilai dalam Serat Tripama Karya KGPAA Mangkunegara IV tersebut dirasa perlu untuk dimunculkan kembali dan dilestarikan sebagai teladan untuk memperbaiki moral bangsa (Wardhani & Muhadjir, 2017). Menurut Sigit (2020), Serat Tripama merupakan naskah yang hanya terdiri dari satu pupuh yaitu dhandhanggula dengan tujuh bait. Serat Tripama berisi tentang ajaran nilai-nilai karakter luhur yang dimiliki oleh tiga tokoh pewayangan; Patih Suwanda, Raden Kumbakarna, dan Adipati Karna.

Menurut Setiyadi et al. (2019), Tembang macapat yang dibacakan yang ditemukan dalam "Serat Tripama" memiliki arti 'tiga perumpamaan'. Ada tiga tokoh utama dalam cerita Ramayana dan Mahabharata sebagai simbol heroik yang disarankan model yang baik dari etnis Jawa, terutama para prajurit yang memiliki tugas untuk menyelamatkan bangsa. Tiga karakter utama yaitu Pertama, Suwanda adalah menteri utama di kerajaan Magada, yang nama Rajanya adalah Arjuna Sasrabahu. Cerita ini diambil dari bagian cerita Ramayana. Untuk memahami cerita, pembaca harus mengetahui plot cerita. Suwanda yang merupakan putra seorang pendeta di Padepokan Argasekar ingin melamar menjadi menteri utama. Raja menguji calon ketua menteri untuk mengikuti kontes hadiah yang dilakukan di Mahespati. Dia perlu menunjukkan guna 'kepintaran, kekuatan supranatural', kaya 'kreatif, produktif', dan purune 'kesetiaan' terhadap Raja dan bangsa.

 

Dhandhanggula

 I 

  • Yogyanira kang para prajurit,
  • lamun bisa samya anuladha,
  • kadya nguni caritane,
  • handelira Sang Prabu,
  • Sasrabahu hing Mahespati,
  • aran Patih Suwanda,
  • lelabuhanipun,
  • kang ginelung triprakara,
  • guna, kaya, purune kang denantepi,
  • nuhoni trah utama. ..................................

 (K.G.P.A.A. Mangkunagara IV)

 

Kita dapat mengambil contoh sikap dari ketiga tokoh dalam "Serat Tripama". Beberapa contoh yang patut kita ambil seperti yang dijelaskan oleh Handayani et al. (2020) dalam penelitiannya yaitu :

Mengambil Contoh dari Sikap Patih Suwanda sebagai Abdi Dalem

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun