Mohon tunggu...
Fawwaz Ibrahim
Fawwaz Ibrahim Mohon Tunggu... Lainnya - Aktivis Pendidikan

Belajar untuk menulis kembali

Selanjutnya

Tutup

Fiksi Islami

Melanggar Tradisi Ramadan

30 Mei 2018   20:57 Diperbarui: 30 Mei 2018   20:56 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok.Pri | Ilustrasi Suami Saat Bekerja

Cuaca Jakarta di hari pertama Ramadan terasa sangat menyengat. Debu beterbangan di sela-sela pembangunan massive pemerintah daerah. Idealnya disaat seperti itu, semua orang berada di dalam ruangan berpendingin sambil menunggu waktu pulang kerja.

Berbeda dengan Jaka, dia harus berada di atas sepeda motornya merasakan panasnya cuaca ibukota dan pekatnya polusi udara.  

Sepeda motor Jepang produksi tahun 2005 setia menemani kemanapun Jaka pergi. Cat warna hitam kombinasi merahnya sudah tidak semengkilap saat baru dibeli, lampu bagian depannya pun sudah terdapat retakan akibat Jaka menyeruduk pedagang sayur tanpa sengaja. Plat nomor belakang motornya pun sudah sobek setengah, yang acapkali jadi penyebab Jaka berurusan dengan polisi.

Tidak seperti motor keluaran baru yang tinggal pencet tombol dan sekejap motor akan langsung menyala, motor Jaka harus di stater manual menggunakan kaki. Akinya sudah tidak kuat mengangkat daya, ditambah stater elektrik motornya sudah tidak berfungsi.

Bisa saja diperbaiki, tapi Jaka lebih memilih menggunakan uangnya untuk kebutuhan rumah dan uang jajan sikecil.

"Sudah jam 3 lewat.." Jaka berujar dalam hati, sesaat keluar parkiran motor masjid selesai menunaikan shalat Ashar. Masih ada 1 lokasi yang harus dipantau.

Profesi Jaka menjadi petugas pengawas sutet atau tower listrik bertegangan tinggi. Jam kerja Jaka sebagai petugas paruh waktu cukup ajaib. Kalau sedang tidak ada masalah dengan tower, Jaka bisa sedikit agak santai. Tapi tidak untuk hari ini.

Ba'da Dzuhur dia mendapat telpon dari kordinator bahwa ada gangguan di area kerjanya.

Jaka sebenarnya agak berat untuk berangkat, bukan karena malas tapi ini lebih karena tradisi keluarga.

Keluarga kecil Jaka punya tradisi Ramadan yaitu harus shalat, sahur dan buka bersama di hari pertama Ramadan. Jaka sedikit tenang ketika sampai jam 11.30 belum ada panggilan tugas dari kantornya, sudah terbayangkan suasana berbuka sore nanti.

Teh manis tubruk hangat buatan istri tercinta sudah tercium aromanya, gorengan bu'de Arni dengan risolnya yang khas sudah terbayang di pelupuk mata. Belum lagi mendengar celoteh Ameera, anak perempuannya yang ikutan sibuk menyiapkan menu berbuka, padahal dia sendiri belum ikut berpuasa di umurnya yang baru 3 tahun.

Semua bayangan itu tiba-tiba sirna, ketika Jaka sadar bahwa dirinya masih berada di wilayah Jakarta Timur jam 4 lewat sore itu. Untuk sampai ke lokasi terakhir kurang lebih butuh waktu 30 menit, kemudian Jaka butuh waktu kurang lebih 45 menit untuk memeriksa dan membuat laporan akhir hari ini.

Di atas kertas, Jaka baru bisa menyelesaikan semua tugas hari ini lewat dari pukul 17.00. Semakin kecil kemungkinan Jaka bisa berbuka bersama keluarga di hari pertama Ramadan tahun ini.

Rumah Jaka di kawasan Pamulang cukup jauh dan ditempuh dalam waktu yang cukup lama, bahkan saat ditempuh menggunakan sepeda motor.

Belum lagi ditambah faktor mendekati waktu berbuka puasa. Semua jalanan akan sangat padat, setidaknya butuh waktu paling cepat 90 menit untuk sampai ke rumahnya.

Tapi bukan Jaka kalau dia menyerah, setelah menyelesaikan laporan, Jaka langsung tancap gas. Walau sadar akan sampai setelah adzan maghrib, Jaka tidak peduli.

Berhenti sejenak di SPBU daerah Gandaria untuk membatalkan puasa dan shalat maghrib, Jaka tidak buang-buang waktu. Semangat Jaka makin membuncah, saat Ameera menanyakan keberadaannya.

"Hati-hati Ayah..." Suara Ameera di ujung telpon justru membuat Jaka semakin terpompa untuk cepat tiba dirumah.

Adzan Isya sayup terdengar, Laju motor Jaka pelan memasuki gerbang komplek perumahan sederhana itu. Dua belokan lagi, Jaka sampai ke rumah. Pelan Jaka membuka pintu dengan kunci yang dia punya, rumah sudah sepi, seisi rumah sudah berangkat ke masjid.

Jaka menuju kemeja makan, teh tubruk meninggalkan sedikit rasa hangat. Risol bu'de Arni masih ada tersisa 2 buah. Jaka menyeruput teh di gelas kaca sambil. Sedikit kecewa karena tidak bisa melepas rindu dengan Ameera dan istrinya.

Jaka Istirahat sejenak, merebahkan pundak di sofa warna hijau yang mulai pupus sebelum bersiap untuk pergi ke masjid. Namun matanya semakin berat dan tiba-tiba kian gelap, Jaka semakin masuk kedalam alam mimpi ketika rasa capai mendera raga.

Dalam mimpi terdengar suara lembut Ameera, makin lama makin jelas dan membuat Jaka terbangun, putri kecilnya sudah ada dipelukan sambil tertawa lepas. Menyusul istri tercinta menutup pintu rumah.

"Ameera nggak bisa diem, baru 4 rakaat terawih sudah minta pulang" Ujar sang istri.

Entah harus marah atau bahagia, yang pasti Jaka bersyukur hari pertama Ramadan bisa di lewati bersama keluarga kecilnya.

Tidak peduli dengan teh tubruk yang mulai "anyep" atau risol yang minyaknya makin jelas terlihat. Saat ini, Jaka hanya butuh kehadiran 2 bidadari surganya untuk melepas lelah dan penat.       

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Fiksi Islami Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun