Mohon tunggu...
Fauzi Rohmah
Fauzi Rohmah Mohon Tunggu... Guru - Senang menulis

Guru di SMP Negeri 1 Kusan Hilir, Tanah Bumbu, Kalsel - Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tak Sekhidmat Akad

12 Agustus 2016   15:05 Diperbarui: 12 Agustus 2016   15:18 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kutatap mega kejinggaan di ufuk barat. Bak permadani keemasan yang menyilaukan mata. Tertangkap oleh netraku segerombolan burung kuntul yang pulang ke peraduannya menuju arah barat. Rasa iri pun menyergap, kala kulihat sepasang burung kuntul yang terbang di belakang temannya. Pemandangan yang membuat hati teriris. Sepasang burung itu mengingatkanku pada seseorang yang pernah singgah di hatiku dan mengisi hari-hariku. Lima tahun silam, di tempat ini aku memandang langit jingga bersamanya. Menyaksikan kemegahan permadani Tuhan yang berhiaskan burung berarak menuju sarang. Di tempat ini, terakhir kalinya ia mengucapkan janji bahwa akan kembali. Tapi, penantian panjangku tak jua berujung suka. Semua sia-sia dan hanya menyisakan luka yang mendalam. Lima tahunku bersamanya dan lima tahunku menantinya kusadari sebuah kebodohan. Kuhabiskan usiaku pada suatu hubungan yang sia-sia. Sejak itu, aku tidak menjalin kasih pada siapa pun. Kenangan menyisakan luka membuatku trauma pada sebuah hubungan.

“Dor!” suara Airin mengejutkanku. “Kay, jangan melamun aja! Sudah mau magrib, lhoh, ntar kesambet,” sambungnya.

“Ih, kamu. Suka banget deh mengganggu. Jadi buyar kan imajiku,” selorohku.

“Tak baik anak perempuan duduk melamun di ambang pintu saat menjelang magrib begini. Ayo masuk!”

Kebetulan Airin sedang bermalam di rumahku. Dia dengan setia membantuku yang sedang terjebak kerjaan yang menumpuk. Hal itu biasa terjadi pada saat akhir semester begini sebagai wali kelas.

*****

“Kay, besok ikut aku, yuk!”

“Ke mana?”

“Ke suatu tempat. Ada yang ingin aku kenalin ke kamu,” ucap Airin.

“Ah, aku tak mau, Rin. Aku malas.”

“Kay, mau sampai kapan kamu begini? Ingat usiamu sudah kepala tiga.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun