Mohon tunggu...
Fatwa Fadillah
Fatwa Fadillah Mohon Tunggu... -

I'm the ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Industri Rokok "Memikat" Generasi Muda

13 Juni 2011   07:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:34 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Generasi muda saat ini adalah “mangsa” bagi para industri rokok. Mereka mengiinginkan adanya proses regenerasi perokok, sehingga segala upaya akan dilakukan industri rokok agar perokok muda akan mampu menggantikan posisi perokok senior serta menjadikannya sebagai konsumen tetap sampai 2 dasawarsa.

Keberadaan industri rokok dewasa ini memang dianggap memiliki peranan penting terhadap negara, dengan memberikan kontribusi yang sangat besar dari cukai rokok. Mulai dari tahun 1997 hasil cukai rokok sebesar Rp 4,792 triliun sampai dengan tahun 2007 dengan mencapai angka Rp 42 triliun (Departemen Keuangan, RAPBN 2008). Angka ini menunjukkan bahwa peningkatan penerimaan cukai selama satu dasawarsa sangat luar biasa melebihi dari 5 kali lipat yang dihasilkan oleh industri rokok/tembakau.

Namun keberadaan industri rokok tetap saja menjadi dilematis. Tanpa disadari, ratusan ribu anak saat ini telah terjebak dalam situasi yang kurang menguntungkan terutama dari aspek kesehatan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Indonesia Global Youth Tobacco pada tahun 2006 menunjukkan bahwa 24,5% anak laki-laki dan 2,3% remaja putri berusia 13 – 15 tahun adalah perokok. Dampak dari itu adalah jelas akan meningkatnya angka kematian dalam usia muda.

Jelasnya bahwa Industri rokok akan terus gencar mencari starategi apa yang akan digunakan agar perokok muda bisa tetap menjadi sasaran empuk mereka. Hal ini juga senada dengan apa yang dilaporkan oleh peneliti Myron E Johnson Wakil Presiden Riset dan Pengembangan Phillip Morris yang juga pemegang saham terbesar industri rokok di Indonesia bahwa “Remaja hari ini adalah calon pelanggan tetap hari esok karena mayoritas perokok memulai merokok ketika remaja. Ditambahkan bahwa pola perokok remaja sangatlah penting bagi Phillip Morris”. Hal ini mengisyaratkan bahwa ketika remaja tidak merokok maka industri-industri rokok akan bangkrut.

Strategi “pemikat”

Masifnya iklan rokok yang di paparkan melalui media televisi, radio, majalah, koran dll ini dinilai sangat berhasil mempengaruhi kaum muda untuk mencoba merokok. Juga halnya dengan iklan rokok yang dipaparkan di luar ruang. Sepintas iklan-iklan rokok yang dipaparkan seperti dalam bentuk baliho, billboard, papan nama toko, sampai kepada lampu hias jalan terlihat seperti hiasan dan menarik untuk dilihat. Selain dari pada bentuknya juga dari penyajian bahasa yang sering menggunakan kata-kata atau slogan-slogan positif misal gak ada loe gak rame, lebih punya taste, ekspresikan aksimu dll. Secara awam kita melihatnya bahwa ini adalah sebuah simbol semangat. Namun kenyataannya lebih kepada menarik perhatian agar pembaca khususnya kaum muda merasa ”dengan merokok akan lebih terasa berbeda, lebih punya semangat, terlihat gagah, bebas dll.

Disamping itu, pemanfaatan momentum seperti halnya hari kemerdekaan, konser-konser musik, olahraga bahkan sampai kegiatan keagamaan pun saat ini sudah didominasi oleh mereka sebagai ajang promosi. Dan yang tak kalah menariknya adalah industri rokok bersama dengan program CSRnya (Corporate Social Responsibility) membangun image bahwa perusahaannya ”baik” dan punya manfaat yang cukup besar terhadap masyarakat. Tidak dipungkiri bahwa industri rokok juga punya peran dalam keterlibatan mereka dalam kegiatan-kegiatan sosial seperti membangun sekolah, memberikan beasiswa, seminar-seminar di kampus, penanggulangan bencana, bakti lingkungan dll. Namun yang perlu dipertanyakan adalah apakah ini bagian dari strategi mereka untuk menarik simpatik atau hanya sekedar menjawab tentang tanggung jawab sosial dari perusahaan?

Sederet kegiatan tersebut tak lepas dari bantuan media yang mengemasnya dengan sedemikian rapi sehingga industri rokok dalam prespektif awam masih menjadi sesuatu hal yang tidak merusak atau dengan kata lain industri ini adalah industri yang ”normal”.

Membuka Ruang

Saat ini Indonesia sudah memiliki PP No. 19 Tahun 2003 yang mengatur Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Diantara pasal-pasal dalam aturan tersebut ada yang secara khusus mengatur tentang Iklan dan Promosi yang tertuang dari pasal 16 s/d 21. Substansinya adalah bahwa iklan, promosi dan sponshorship rokok diperbolehkan di semua media, cetak dan luar ruang. Dalam hal batasannya adalah hanya sifatnya pelarangan penayangan pada jam-jam tertentu, harus memasukkan peringatan kesehatan, serta pelarangan rokok secara Cuma-Cuma.

Lagi-lagi ini terkesan membuka ruang lebar bagi industri rokok untuk melakukan upaya-upaya pelanggaran dan mengiklankan produk-produknya secara bebas. Kalau cermat kita perhatikan dalam tayangan di 10 media televisi swasta saat ini bahwa ada penyimpangan yang dilakukan media televisi terkait dengan UU tentang penyiaran No.32 tahun 2002. Di dalam pasal 46 point 3b dinyatakan bahwa ”siaran iklan niaga dilarang melakukan promosi minuman keras atau sejenisnya atau zat adiktif lainnya. Perlu diketahui bahwa zat nikotin adalah salah satu yang ada pada rokok juga merupakan zat adiktif. Jadi terlihat bahwa ada ketimpangan dalam melihat persoalan ini. Bahwa rokok juga dilarang diputar di iklan televisi adalah benar, karena rokok merupakan salah satu jenis produk yang mengandung zat adiktif.

Hal-hal seperti ini seringkali dilanggar dan tidak dipatuhi. Namun pemerintah juga dinilai memandang persoalan ini sebelah mata sehingga tidak mampu memberikan tindakan hukum terhadap pelanggarnya.

Agenda Urgensi

Dalam melakukan sebuah upaya advokasi kebijakan tentunya sangat membutuhkan proses, tidak hanya dalam menyusun strategi/langkah tapi juga lebih kepada bagaimana menyamakan sebuah perspektif di kalangan pemangku kebijakan khususnya dan masyarakat. Karena ketika masalah rokok ini menjadi sebuah prioritas persoalan yang harus diselesaikan berdsarkan sudut pandang bersama dengan stakeholders lainya maka tinggal menentukan langkah apa yang diambil.

Dalam skala nasional misalnya, ada beberapa hal yang sebenaranya harus segera dikejar. Diantaranya adalah bagaimana agar RUU Pengendalian Dampak Tembakau yang saat ini sudah masuk ke dalam Prolegnas agar segera disahkan. Selain itu Perlunya amandemen PP No.19 tahun 2003 dan UU No.32 tahun 2002 bisa dilakukan. Dan yang tak kalah pentingnya adalah meratifikasi FCTC (Framework Convention on Tobacco Control/Kerangka Kerja Konvensi Pengendalian Tembakau). Karena di Asia Pasifik hanya Indonesialah yang belum meratifikasi itu. Kepentingannya adalah mampu melahirkan sebuah kerangka kerja yang bertujuan untuk melindungi generasi sekarang dan mendatang dari kerusakan kesehatan, sosial, ekonomi dan lingkungan akibat konsumsi tembakau dan paparan asap tembakau.

Pada level daerah, adanya sebuah gerakan khusus yang terkoordinir akan lebih memperkuat kerja-kerja advokasi dalam mengawal lahirnya sebuah kebijakan di tingkat provinsi. Karena layaknya pada setiap daerah provinsi juga telah melahirkan aturan-aturan setingkat Perda yang mengatur tentang kawasan bebas asap rokok khususnya pada wilayah-wilayah tertentu seperti sarana pendidikan, kesehatan, rumah ibadah, perkantoran, dan tempat umum lainnya yang disesuaikan dengan kondisi. Serta penertiban tentang iklan rokok di luar ruang yang saat ini sudah mendominasi.

Namun dari keseluruhan itu yang tak kalah pentingnya adalah, perubahan selalu dilakukan mulai dari elemen yang terkecil. Sama halnya ketika ingin memerangi dampak dari bahaya rokok, maka unit terkecil yaitu keluarga bisa digunakan sebagai media awal untuk melakukan pencegahan agar dalam anggota keluarga tidak ada yang merokok. Karena jelas, tidak ada kontribusi positif ketika seseorang mengkonsumsi rokok. Yang ada hanya tinggal menunggu waktu kapan rokok itu akan mengakhiri hidup kita.

FATWA FADILLAH

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun