Mohon tunggu...
Dewi Fatmawati
Dewi Fatmawati Mohon Tunggu... -

Menurut saya, hidup dalam rasa syukur dan keinginan untuk selalu belajar adalah sebaik-baiknya proses kehidupan. \r\nSalah satunya pengen belajar nulis disini. :) :)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ketika yang Kasar dan Jelek Lebih Mudah Saya Ingat dan Tiru

2 Desember 2012   15:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:18 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Mungkin benar jika sesuatu yang kurang baik atau yang tak baik itu malah sangat mudah diingat, ditiru dan dilakukan dari pada yang baik dan sesuai. Dan ini juga yang terjadi pada saya. Tinggal hitungan hari untuk tepat satu tahun saya tinggal disini, tapi saya belum bisa berbahasa sunda dengan baik dan benar. Lahir dan tumbuh besar dijawa dengan bahasa jawa sebagai bahasa sehari-hari, memang membuat lidah saya medok jawa. Jangankan ngomong sunda, baca tulisan sunda yang diwarnai "eu" "eu" saja cukup membuat mata saya mengeryit dengan penuh perkiraan, gimana kira-kira bacanya yang benar.

Disini saya tinggal dengan keluarga di komplek perumahan yang berasal dari bermacam-macam daerah, jadi dirumah kami tetap menggunakan bahasa sehari-hari bahasa Jawa dan Indonesia, bahasa Sunda sangat sedikit digunakan.

Saya hanya mengerti bahasa -bahasa sederhana yang sering saya dengar. Yang sangat sederhana mungkin, misal "Punten" "Mangga" "Naon" "Kumaha" "Bade". Yang lain tak yakin saya mengerti dengan baik.

Jika ada yang ngomong bahasa Sunda saya lumayan memahami, meskipun dengan sedikit atau banyak mengira-ngira. Tergantung dengan bahasa yang halus atau kasar. Jika bahasa kasar saya akan cepat mengerti karena mirip-mirip bahasa Indonesia atau Jawa. Tapi jika sudah, bahasa Sunda yang halus, saya hanya akan bengong tanpa bayangan apapun yang terlintas.

Dan saya kan bilang "Ngomong naon" maksud saya tanya "Ngomong apa", "ngomong" dari bahasa Indonesia dan "naon" sundanya. Campur-campur ceritanya, eh ternyata untuk Sunda "ngomong" itu adalah bahasa kasar dan halusnya "nyarios". Wah, tidak sopan berarti saya. Ini baru satu, dan ada beberapa lagi kejadian yang lain.

Dirapat bulanan, bulan yang lalu ada keputusan yang melarang anak-anak pergi ke kamar mandi secara bersama-sama. Harus satu orang- satu orang. "Saorangan" begitu seseorang menyebutnya. Nah, akhirnya dikelas ada yang minta izin ke kamar mandi dan seperti biasa mereka izin dengan rombongan, lalu saya "Iya boleh, tapi saorangan". Beberapa kelas, beberapa pertemuan, tanpa komentar dari siapapun. Tiba dikelas favorit saya, dimana saya dan mereka begitu akrab dan berasa berbeda dari kelas yang lain, entah karena apa. "Saorangan" seruku pada dua orang siswa yang izin ke kamar mandi, dan langsung beberapa anak menegurku.

"Apa bu?".

"Saorangan, satu orang-satu orang"

"Owh, nyalira bu" "Jangan saorangan" "Ga boleh itu bu" "Kasar"

"Iya gitu?" tanyaku.

"Iya ibu".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun