Mohon tunggu...
Fatin Salsabila
Fatin Salsabila Mohon Tunggu... Human Resources - Mahasiswi

Suka berdiskusi tentang pemikiran dan sains

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah Sang Induk dari Segala Ilmu

26 Januari 2024   12:17 Diperbarui: 26 Januari 2024   12:24 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: lithub.com

Terbentuknya insan yang tidak bertuhan atau yang biasa kita sebut dengan "ateis" seringkali disangkutpautkan dengan filsafat. Dalam proses mempelajari filsafat, krisis kepercayaan seperti yang dialami seorang ateis merupakan suatu hal yang wajar dialami oleh individu. Ketika mendalami ilmu filsafat yang tidak disertai dengan iman yang kuat menjadikan begitu banyak cendekiawan yang 'tersesat' kemudian tercemplung dalam sejuta keraguan hanya karena membaca dari satu perspektif saja tanpa menelaah kebenarannya. Filsafat perlu dipelajari dengan pondasi iman yang kuat karena pada dasarnya filsafat sendiri menanyakan segala sesuatu.

Lantas, apa yang dimaksud dengan filsafat? Pertanyaan ini wajib menjadi fundamental bagi orang-orang yang menggelutinya atau bahkan hanya sekadar menyukainya. Namun, sepertinya, menjawab pertanyaan, "Apa itu filsafat?" tidak semudah menjawab pertanyaan tentang matematika, fisika, atau sejarah, di mana para ahli dalam bidang tersebut selalu siap dan lincah memberikan jawaban. Graham Priest (2006), seorang ahli logika, mengilustrasikannya seperti ini: "Kita boleh jadi mengetahui dengan pengalaman apa itu bernapas, tetapi tidak otomatis mengetahui sifat, mekanisme, dan fungsinya." Pada akhirnya, pertanyaan mengenai esensi filsafat sebenarnya merupakan pertanyaan filosofis.

Jadi, apa sebenarnya filsafat itu? Definisi yang paling kuno adalah melalui penelusuran etimologi atau asal-usul kata. Secara singkat, istilah filsafat berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani kuno, yaitu "philos" yang berarti cinta atau kecintaan, dan "sophia" yang berarti kebijaksanaan atau pengetahuan. Secara harfiah, filsafat dapat diartikan sebagai "cinta terhadap kebijaksanaan" atau "cinta terhadap pengetahuan" (Bertens, 2018).

Banyak orang yang menanyakan bagaimana sejarah kelahiran dan perkembangan 'induk' dari segala ilmu. Berbicara mengenai hal tersebut, pada masa awalnya, filsafat tidak dapat dipisahkan dari kemajuan ilmu pengetahuan yang muncul selama masa peradaban kuno, khususnya pada zaman Yunani. Pada sekitar tahun 2000 SM, peradaban Babylon di lembah Sungai Nil (Mesir) dan Sungai Efrat telah memiliki pemahaman terhadap alat pengukur berat, tabel bilangan berpangkat, serta tabel perkalian dengan menggunakan sepuluh jari.

Salah satu keajaiban dunia yaitu pembangunan piramida ternyata melibatkan penerapan konsep geometri dan matematika, menunjukkan tingkat pemikiran yang sangat maju pada masa itu. Selain itu, mereka juga telah mampu melakukan observasi terhadap benda-benda langit, termasuk bintang, bulan, dan matahari, yang memungkinkan mereka untuk meramalkan gerhana bulan dan gerhana matahari. Ilmu yang digunakan oleh mereka dalam konteks ini kini dikenal sebagai astronomi. Di India dan Cina, pada masa tersebut, telah ditemukan teknik pembuatan kertas dan penggunaan kompas sebagai alat petunjuk arah. Sejarah kelahiran dan perkembangan filsafat terbagi menjadi beberapa masa, yaitu:

1. Masa Yunani

Periode filsafat Yunani merupakan fase yang sangat penting dalam sejarah peradaban manusia karena pada saat itu terjadi perubahan dalam pola pikir manusia dari mitosentris ke logosentris. Pola pikir mitosentris adalah pola piker masyarakat yang sangat bergantung pada mitos untuk menjelaskan fenomena alam, seperti gempa bumi dan pelangi. Ketika filsafat diperkenalkan, pandangan terhadap fenomena alam tidak lagi diatribusikan kepada tindakan dewa, melainkan dijelaskan sebagai hasil dari kausalitas alam.

Asal-usul filsafat Yunani dapat dijelaskan dari asal kata filsafat. Pada sekitar abad ke-IX SM atau setidaknya pada tahun 700 SM di Yunani, istilah Softhia diterjemahkan sebagai kebijaksanaan, dan Softhia juga mengandung makna kecakapan. Kata Philoshopos pertama kali diusulkan dan digunakan oleh Heraklitos (480-540 SM). Sementara itu, pada abad 500-580 SM, kata-kata tersebut diadopsi oleh Pythagoras.

Pada abad ke-6 SM, munculnya pemikir-pemikir yang cenderung memiliki kepercayaan yang sangat rasional (cultural religion) yang telah menimbulkan pergeseran penting dalam pandangan dunia. Pada periode ini, Tuhan tidak lagi dianggap terpisah dari manusia, melainkan dianggap menyatu dengan kehidupan manusia. Sistem kepercayaan yang sebelumnya bersifat natural-religius mengalami transformasi menjadi sistem kepercayaan yang bersifat kultural-religius.

Dalam sistem kepercayaan natural-religius, manusia terikat oleh tradisionalisme. Sebaliknya, dalam sistem kepercayaan kultural-religius, manusia diberikan kebebasan untuk mengembangkan potensi dan budayanya, sekaligus dapat mengembangkan pemikirannya untuk menghadapi serta memecahkan berbagai aspek kehidupan alam dengan menggunakan akal pikiran.

Thales (625--545 SM) merupakan salah satu ahli pikir pertama yang muncul dalam periode ini, berhasil mengembangkan bidang geometri dan matematika. Ada juga Likipos dan Democritos yang mengembangkan teori materi, Hipocrates yang mengembangkan ilmu kedokteran, Euclid yang mengembangkan geometri edukatif, Socrates yang mengembangkan teori moral, Plato yang mengembangkan teori ide, serta Aristoteles yang mengembangkan teori tentang dunia dan benda serta berhasil mengumpulkan data mengenai 500 jenis binatang (ilmu biologi). Salah satu keberhasilan luar biasa Aristoteles adalah menemukan sistem pengaturan pemikiran, yang dikenal sebagai logika formal yang sampai sekarang masih terkenal. Para pemikir seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles, yang eksis dalam era Yunani Klasik, memusatkan perhatian pemikirannya pada manusia, menjadikan corak pemikiran filsafat mereka bersifat antroposentris. Hal ini disebabkan oleh orientasi pemikiran para ahli Yunani Klasik yang menempatkan manusia sebagai subjek yang memiliki tanggung jawab terhadap segala tindakannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun