Mohon tunggu...
Fathir Fatih Faturrahman
Fathir Fatih Faturrahman Mohon Tunggu... Mahasiswa

Seorang individu yang suka menulis opini terkait segala hal yang menarik.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hubungan Mana yang Sebenarnya Nyata: Pacaran di Role-play atau di Dunia Nyata?

7 Juni 2025   08:30 Diperbarui: 6 Juni 2025   19:36 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi membawa perubahan pada beberapa dimensi kehidupan manusia. Salah satu perubahan yang dibawa adalah dengan munculnya sebuah fenomena baru yang dinamakan role-play. Menurut kamus Cambridge, makna role-play merujuk pada sebuah kegiatan berpura-pura menjadi karakter tertentu dan bertindak serta bereaksi sesuai dengan cara yang akan dilakukan oleh karakter tersebut. Ditambah dengan adanya perkembangan teknologi, kini fenomena role-play dapat dilakukan di media sosial. Di media sosial, seseorang dapat memainkan peran sebagai identitas lain dari identitas aslinya. Media sosial yang biasanya digunakan untuk melakukan role-play tersebut beragam, salah satunya adalah telegram.

Di telegram, ada sebuah komunitas yang berinteraksi dan menjalankan hidupnya selayaknya mereka menjalankan hidupnya di dunia nyata. Mereka menciptakan sebuah dunia baru yang diisi oleh identitas ciptaan mereka, menyesuaikan dengan apa yang ada di realitas dunia fisik yang nyata. Mereka saling mengenal satu sama lain, namun yang mereka kenal sebenarnya hanyalah sebuah karakter yang dibuat seolah ada dan seolah nyata. Bahkan, mereka menjalin hubungan romansa layaknya hubungan romansa di dunia nyata. Saling mencintai, saling peduli, dan saling bertukar kabar setiap hari. Mereka berkomunikasi dan berdiskusi seolah-olah sedang bertemu secara langsung dan saling menatap mata. Mereka melakukan kegiatan bersama, bahkan mereka memiliki perasaan satu sama lain terhadap karakter yang mereka ciptakan di dunia role-play  tersebut.

Interaksi diantara mereka menimbulkan perasaan yang bermacam-macam seperti, sedih, senang, dan bahagia. Perasaan tersebut kemudian terwujud dalam perasaan nyata pada diri asli mereka. Segala hal yang mereka lakukan di dunia role-play hampir mirip dan hampir tidak bisa dibedakan dengan apa yang biasanya terjadi di dunia nyata. Seakan-akan dunia role-play yang mereka tinggali oleh identitas rekayasa mereka itu merupakan sebuah realita. Sehingga pada akhirnya, kita patut pertanyakan apakah dunia role-play yang mereka ciptakan merupakan sebuah realita dan nyata atau sebenarnya realitas tersebut hanya sekedar tiruan dan rekayasa belaka?

Kemiripan dunia role-play dengan dunia nyata

Role-play, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, merupakan sebuah fenomena di mana ada satu dunia rekayasa yang dibuat sedemikian rupa sehingga sangat mirip dengan dunia nyata. Biasanya, mereka membuat karakter yang merepresentasikan diri mereka di dunia role-play dengan menggunakan avatar dalam bentuk foto yang mereka cari di internet. Contohnya, mereka mengambil foto idol mereka, kemudian direkayasa seolah-olah itu adalah mereka. Selain itu,  di role-play, hal yang merepresentasikan kegiatan fisik di dunia nyata disebut imagine. Jadi, imagine digunakan ketika karakter role-play melakukan suatu kegiatan, seperti berpelukan, berpegangan tangan, dan lain sebagainya. Biasanya bentuk kegiatan yang dilakukan berkaitan dengan kegiatan yang biasa dilakukan oleh dua orang yang saling terhubung secara sosial.

Di dalam konteks yang lebih besar,  ada semacam latar sosial yang mereka namakan channel. Di channel ini, mereka saling berinteraksi sebagai identitas rekayasa mereka dalam bentuk interaksi yang besar seperti interaksi masyarakat di dunia nyata. Dengan kata lain, channel ini merupakan sebuah tempat kumpulnya masyarakat yang terstruktur dan saling berinteraksi di dunia role-play. Perilaku mereka mirip dengan perilaku masyarakat di dunia sosial yang nyata. Ada interaksi yang terjadi antar kelompok dan antar individu di channel tersebut. Interaksi yang terjadi itu memiliki banyak jenis dan kemiripan dengan interaksi yang biasanya terjadi di dunia nyata. Ada interaksi antar teman, sampai ada interaksi antar individu dengan sebuah perasaan spesial diantara individu tersebut, dengan kata lain pacaran. 

Contoh channel yang merepresentasikan masyarakat di role-play. Screenshot salah satu channel di telegram.
Contoh channel yang merepresentasikan masyarakat di role-play. Screenshot salah satu channel di telegram.

Mereka berpacaran, namun dalam hubungan pacaran tersebut, yang saling mencintai bukan identitas fisik asli mereka. Akan tetapi, yang saling mencintai adalah identitas rekayasa yang mereka buat di dunia semu atau dunia role-play tersebut. Jika di dunia nyata komunikasi antar pacar itu biasanya dalam bentuk obrolan langsung tatap muka dan obrolan tersebut dilakukan oleh dua individu yang asli dan nyata. Akan tetapi, di dunia role-play, komunikasi antar pacar terjadi dalam bentuk chattingan. Mereka berinteraksi seperti interaksi yang dilakukan antar pacar di dunia nyata. Identitas yang mereka pacari juga bukan identitas fisik asli mereka, namun sebuah representasi identitas yang mereka rekayasa di dunia role-play tersebut, seakan-akan mereka itu nyata dan ada.

Oleh karena itu, perasaan yang dirasakan ketika terjadinya pacaran di role-play ini bukan rasa suka atau cinta terhadap bentuk asli mereka, namun rasa suka atau cinta tersebut dilimpahkan kepada identitas rekayasa yang berbentuk sebagai wujud atau avatar yang mereka ambil dari idola mereka.

Akan tetapi, walaupun terlihat tidak nyata, perasaan yang muncul dalam interaksi pacaran tersebut terasa nyata. Mereka merasa baper (bawa perasaan) dan merasakan segala emosi normal yang biasanya dirasakan ketika berpacaran di dunia nyata. Jadi, walaupun bentuk pacaran mereka berbeda, namun pengalaman yang mereka dapatkan sama. Terkadang mereka merasa sedih dan terkadang merasa bahagia akibat interaksi dan segala pengalaman yang mereka dapatkan dari berpacaran  di dunia role-play yang mereka rekayasa itu.

Contoh berpacaran di role-play. Salah satu postingan tiktok @uuppsieeeenihhcia
Contoh berpacaran di role-play. Salah satu postingan tiktok @uuppsieeeenihhcia

Yang menjadi permasalahan dari fenomena berpacaran di dunia role-play adalah apakah segala hal yang terjadi di dunia semu tersebut berdampak langsung terhadap kehidupan fisik asli mereka? Selain itu, ada kemungkinan bahwa mereka yang berpacaran di dunia role-play ini merasa bahwa dunia role-play lebih nyata dibandingkan dengan dunia fisik nyata itu sendiri. Apakah perasaan yang mereka rasakan ketika berhubungan dan berinteraksi di dunia role-play itu nyata, atau sebenarnya semua hal yang ada di dunia role-play itu hanya sebatas rekayasa. 

Saya melakukan wawancara dengan salah satu orang yang pernah melakukan role-play dan berpacaran di role-play. Menurut pengalamannya, dia menyebutkan bahwa ketika dia berpacaran, dia merasa baper (bawa perasaan). Artinya, hubungan pacaran yang terjalin di role-play terasa nyata dan terbawa kepada identitas aslinya. Jadi, menurutnya, perasaan yang berasal dari segala kegiatan dan interaksi yang dia lakukan di role-play itu nyata. Alasan dia menyebutkan ini adalah karena menurutnya, perasaan yang dia rasakan ketika menyukai seseorang di role-play itu merupakan perasaan asli yang datang dari dalam hatinya.

Penjelasan fenomena menggunakan teori

Fenomena ini dapat dijelaskan menggunakan teori simulacra dan hiperrealitas milik Baudrillard. Dia menyebutkan simulacra merupakan sebuah aksi menirukan sesuatu yang nyata. Jadi di dalam simulacra, ada yang asli dan ada si peniru yang asli. Dalam konteks hubungan pacaran di dunia roleplay tadi, yang asli adalah hubungan pacaran di dunia nyata dan segala interaksinya, sedangkan si peniru adalah hubungan pacaran di dunia role-play tersebut dan bentuk interaksi yang hanya sebatas chattingan tadi. Chattingan merupakan sebuah tiruan dari interaksi yang dilakukan secara langsung mata bertemu mata. Jadi chattingan merupakan si peniru dan interaksi langsung merupakan yang ditiru.

  1. Simulacra

Di simulacra terdapat tiga tingkatan berdasarkan jenis hubungan yang terjadi antara yang asli dan si peniru. Simulacra tingkat pertama masih menunjukkan adanya hubungan yang jelas antara yang asli dan si peniru. Pada tingkat ini bahasa objek dan tanda adalah tiruan dari yang asli. Artinya, antara si peniru dan yang asli masih memiliki jarak dan terlihat jaraknya. Simulacra tingkat kedua, pada tingkat ini prinsip utamanya adalah logika produksi (Ane 2023b). Pada tingkat ini tiruan memiliki kesamaan fungsi dengan apa yang ditirunya. Seperti teknologi reproduksi memiliki kemiripan fungsi dengan apa yang ditirunya. Sehingga, dapat terjadi pergeseran fungsi yang pada awalnya produksi dilakukan oleh objek asli, kini berubah dan digantikan oleh teknologi reproduksi seperti mesin produksi dan lain sebagainya. Terakhir, simulacra tingkat ketiga, di tingkat ini, perubahan terjadi pada unsur budaya. Perubahan yang terjadi berakar pada perkembangan teknologi dan komunikasi. Artinya, tanda yang ada di peniru membentuk realitas baru. Pada tingkat ini, Baudrillard menyebutnya sebagai era simulasi.

Realitas yang muncul pada fenomena role-play mencirikan bahwa fenomena ini terjadi pada tingkat ketiga simulacra. Adanya semacam simulasi kehidupan nyata yang terjadi dalam bentuk yang berbeda. Segala hal yang ada pada dunia role-play memiliki kemiripan budaya dan sosial dengan fenomena di dunia fisik asli. Sehingga dapat dikatakan bahwa role-play ini merupakan hasil dari era simulasi. Yang kemudian menyebabkan tidak jelasnya batasan antara si peniru (dunia role-play) dan yang ditiru (dunia fisik).

  1. Hiperrealitas

Hiperrealitas di lain sisi menjelaskan sebuah fenomena ketika si individu tidak lagi dapat membedakan antara si peniru dan yang ditiru. Muncul sebuah keabu-abuan antara mana yang sebenarnya asli. Ketika individu yang bermain role-play tidak lagi mengetahui mana yang asli dan mana yang tiruan berarti dia telah berada di tahap hiperrealitas. Menurut Jean Baudrillard, fenomena hiperrealitas ini terjadi karena didorong oleh berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi. Dia menyebutkan bahwa media massa atau media sosial sebagai perpanjangan tangan manusia. Oleh karena itu, jelas sekali bahwa fenomena pacaran di role-play ini muncul karena adanya kemajuan di bidang teknologi komunikasi. Pacaran dalam bentuk chattingan merupakan perpanjangan tangan dari pacaran konvensional yang berinteraksi secara langsung.  Oleh karena itu, fenomena tidak jelasnya mana yang asli dan mana yang tiruan merupakan akibat dari kemajuan dan postmodernitas. Dengan adanya kemajuan teknologi ditambah dengan karakteristik dunia postmodern yang menganggap tidak adanya nilai universal dan relatif menjadikan fenomena role-play  ini terjadi.

Masalah eksistensial mana yang asli dan mana yang semu

Akan tetapi, dengan segala penjelasan terkait munculnya fenomena tersebut. Masih ada beberapa yang sebenarnya perlu dipertanyakan, khususnya dalam fenomena pacaran di role-play.  Apakah sebenarnya cinta yang terjalin dalam bentuk bubble chat merupakan cinta yang asli atau hanya sebatas cinta tiruan yang direkayasa oleh individu belaka? Selain itu, segala pengalaman yang berkesan dan menjadi pemantik perasaan yang terjadi ketika menjalin hubungan di dunia role-play terasa nyata bagi orang yang mengalaminya. Sehingga, apakah dunia simulasi yang terjadi akibat adanya perkembangan teknologi kini berubah menjadi dunia asli yang baru. 

Fenomena munculnya dunia role-play dan terjalinnya hubungan sosial di dunia tersebut dapat menimbulkan perasaan nyata bagi para pelakunya. Kini, cinta tidak hanya muncul dan terjadi di dunia nyata, namun dapat juga terjadi di dunia simulasi yang semu. Sekarang, semua tiruan akan menjadi terasa nyata. Pada dasarnya, postmodernitas membawa kehidupan kita pada permasalahan eksistensial karena tidak adanya hal yang pasti. Tidak ada jawaban pasti, yang asli dan yang palsu, semuanya tergantung pada individu. Jadi, apakah cinta yang terwujud dalam hubungan di role-play merupakan cinta yang asli atau hanya sebatas rekayasa dan permainan kata? Kini cinta tidak terbatas realita, cinta dapat muncul pada segalanya.

Palsu atau asli, cinta tetaplah cinta.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun