Mohon tunggu...
Fathul Muhammad AlFath
Fathul Muhammad AlFath Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Manusia asli Makassar, sangat tertarik terhadap air dari berbagai aspek, minat lainnya traveling, sepakbola, sejarah islam, Bioenergy, manajemen korporasi dan organisasi, dan lingkungan. Aktifitas sekarang setelah lulus dari Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor yaitu mengambil "batu" sebagai Auditor specialist Building di salah satu perusahaan Swasta Nasional. \r\nkunjungi di alfathnote.blogspot.com dan @FathMuhammad

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Definisi Tim Terbaik saat ini: Jerman #EfekPialaDunia

15 Juli 2014   15:36 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:17 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjelang iqamah Shalat Shubuh di kawasan Bogor atau tepatnya 04.48 WIB, saya akhirnya menemukan contoh konkrit tim tebaik sepakbola saat ini. Agak berlebihan memang, tapi tim ini telah membuktikannya dengan memboyong sebuah piala bergengsi World Cup 2014. Pastilah para pembaca sudah tahu apa nama tim itu, ya... Der Panzer Jerman.

Sebagai fans Jerman, yang sejak awal mendukung tim ini (maaf, bukan karbitan) tentunya saya cukup mengikuti bagaimana tim Jerman bermain. Walaupun bukan pengamat sepakbola atau bahkan pemain aktif, dan dengan ilmu yang masih terbatas, saya melihat Timnas Jerman telah memberikan defenisi yang jelas bagaimana seharusnya tim tebaik itu. Jerman yang telah meraih gelar keempatnya ini, telah membuktikan bahwa permainan kolektif, offensive, full spirit dan tentunya saja pemain berkualitas adalah modal membentuk tim tebaik.

[caption id="attachment_347826" align="aligncenter" width="367" caption="Pengangkatan Piala oleh Lahm (sumber: foto.kompas.com)"][/caption]

Permainan Kolektif

Bermain secara kolektif artinya bermain dengan mengandalkan semua pemain (teammate). Tidak ada pemain yang menonjol sendiri, apalagi sampai di”dewa”kan oleh pemain lain, atau bahkan di”anak emas”kan oleh pelatih. Permainan semacam ini benar-benar mengandalkan seluruh keberadaan pemain dalam tim.

Penonton dapat merasakan mana tim yang mengandalkan permainan kolektif ini dalam pertandingan sepakbola, jika mereka mulai menyerang bola dialirkan ke hampir semua striker dan gelandang secara bergantian. Sehingga gol-gol yang tercipta berasal dari hampir semua pemain. Salah satu ciri permainan kolektif adalah tejadinya rotasi dan pergantian pemain secara berimbang.

Sejak bermain di babak penyisihan, Der Panzertelah memperlihatkan gaya permainan kolektif. Permainannya tidak melulu mengandalkan Mueller atau Ozil, bahkan bermunculan pemain-pemain lain seperti Schurle, Gotze, Lahm, Schweinsteiger, Klose, Khedira, Toni Kroos, Boateng dan Hummels. Keberadaan mereka memberi efek positif dari setiap laga Timnas Jerman. Mueller menjadi pemain tersubur Jerman pada kompetisi ini, Ozil berperan besar dalam mengelola permainan tim, Schweinsteiger-Khedira sama kuatnya dalam merusak permainan lawan, Lahm sang kapten, Klose-Hummels-Schurle sama-sama pernah menjadi creator kemenangan Jerman. Bahkan Mario Gotze yang sering bermain sebagai pengganti menjadi pencetak gol pengunci gelar juara Timnas Jerman. Mereka punya peran merata yang sama pentingnya dalam bertahan maupun menyerang, bahkan dalam mencetak gol.

Berbeda misalnya dengan Argentina yang sejak awal fungsi pengontrolan permainan, pencetak gol, pengambil bola mati, kapten, hingga pemberi umpan terkesan hanya dibebankan kepada Messi (apalagi setelah Di Maria cedera). Atau Belanda yang hanya mengandalkan Robben untuk mengalirkan bola kedepan dan RVP (Robin Van Persie) untuk penyelesaian akhir. Begitu juga dengan Portugal yang mengandalkan Cristiano Ronaldo, Kolombia dengan James Rodriguez-nya, atau Italia dengan Andrea Pirlo-nya. Pemain-pemain tersebut juga selalu bermain hampir disemua pertandingan timnya.

[caption id="attachment_347828" align="aligncenter" width="492" caption="Pencetak Gol Kemenangan: Mario Gotze (sumber: foto.kompas.com)"]

14053873621327225063
14053873621327225063
[/caption]

[caption id="attachment_347829" align="aligncenter" width="489" caption="Euforia Kemenangan pemain Der Panzer (sumber: foto.kompas.com)"]

14053875551906801416
14053875551906801416
[/caption]

Mungkin salah satu penyebabnya adalah karena status kebintangan pemain-pemain kunci atau pemain yang diandalkan tersebut. Penyebab lain bisa jadi karena terlalu jauhnya gap antara kualitas pemain yang diandalkan dengan rata-rata pemain di timnya.

Tim yang bermain secara kolektif relatif lebih sulit ditebak karakter bermainnya daripada permainan oneman show. Karena permainan yang mengandalkan kolektifitas ini lebih sistematis terbentuk akibat bergantung pada banyak pemain. Selain itu, mematikan salah satu pemain kunci tidak berpengaruh banyak terhadap permainan tim. Misalnya Mueller yang selalu dipres dan dikawal pemain lawan tidak mempengaruhi penampilan tim Der Panzer.

Permainan Ofensif (Offensive)

Karakter permainan secara ofensif (“menyerang” atau sering disebut “bermain terbuka”) merupakan permainan yang fokus pada penyerangan. Cirinya-cirinya tim yang bermain ofensif yaitu memiliki penguasaan bola yang tinggi. Ciri-ciri lain adalah pemain lini belakang tidak terlalu sering “nongkrong” di daerah pertahanan dan mereka lebih banyak mengoper daripada “sapu bersih” maupun tackling.

Mental utama pemain dalam permainan bergaya ofensif yaitu percaya diri yang kuat. Pada gaya bermain seperti ini, seluruh pemain bergerak dan memiliki distance serta jangkauan jelajah yang tinggi. Karena setiap pemain sering maju dan mundur.

Pada Der Panzer, gaya bermain ofensif sudah mulai terlihat pada pertandingan pertama melawan Portugal. Portugal yang bermain lebih defensifpraktis hanya meninggalkan Ronaldo di depan, selebihnya ditumpuk di kawasan tengah hingga pertahanan tim. Sedangkan jerman yang saat itu menang 4-0, bermain ofensif dan menciptakan banyak peluang serta menguasai hampir disepanjang pertandingan.

Saat melawan Brazil, Jerman pun tetap bermain ofensif bahkan dengan efektifitas tinggi. Padahal saat itu, Brazil memiliki penguasaan bola yang lebih banyak namun aktiftas clearence (sapu bersih bola di lini pertahanan) dan goaling (penciptann goal)-nyatidak efektif.

Full Spirit

Bermain dengan semangat juang yang tinggi dan mengharapkan terciptanya gol disemua waktu adalah bentuk mental juara milik Tim Der Panzer. Selama babak knock out, Jerman selalu berhasil menciptakan gol di menit-menit akhir. Misalnya pada pertandingan melawan Aljazair, gol kemenangan tercipta di babak kedua extra time (range menit ke-105-120), begitu juga saat final melwan Argentina dimana gol tercipta pada menit ke-111.

Melihat kondisi itu, hampir pasti Tim Jerman tidak mengharapkan terjadinya adu pinalti, bukan karena tidak siap tapi karena selalu berharap gol tercipta secepat-cepatnya. Berbeda dengan tim-tim yang merasakan adu pinalti, yang memang telah menyerah duluan dan berharap pada tendangan-tendangan di titik putih.

Komposisi Pemain Berkualitas

Timnas Jerman, mungkin tidak memiliki pemain bintang kelas satu selevel Messi, Ronaldo atau Robben. Tapi sumberdaya pemain mereka yang punya pengalaman bermain di berbagai liga dan skill yang hampir merata telah menjadi bukti bahwa tim kuat tidak mesti diisi pemain bintang. Hal itu telihat saat Timnas Jerman bermain, peran masing-masing pemain krusial dalam memainkan pola. Mueller misalnya walaupun ditugaskan melakukan penyelesaian akhir, dia lebih banyak berperan memecah koordinasi bek dan memantulkan bola ke second line. Ozil banyak berfungsi mengatur pola serangan, Schurle-Kroos banyak melakukan shooting dan crossing dari secondline. Schweinsteiger-Khedira selain menjaga stabilitas lini tengah juga berfungsi memecah pola bermain lawan. Yang lebih penting adalah mereka lihai memainkan perannya masing-masing.

[caption id="attachment_347831" align="aligncenter" width="562" caption="Messi vs Ozil (sumber: foto.kompas.com)"]

14053879471235592121
14053879471235592121
[/caption]

Rising star sekelas Mueller, Gotze, Schurle, Hummels dan Ozil dikombinasikan dengan pemain pengalaman seperti Schweinsteiger, Lahm, Boateng dan Mertesacker didukung pemain lapis sekelas Klose, Podolski, Khedira, dan Toni Kroos menjadi racikan terbaik milik Timnas Jerman. Sebenarnya komposisi ini mirip dengan komposisi timnas Brazil dan Belgia. Hanya saja, tim tersebut belum maksimal dalam memainkan pola permainan disetiap pertandingan.

Di Indonesia, cita-cita membentuk komposisi pemain berkualitas pada Timnas Sepakbola Indonesia mulai terlihat di U-19. Blusukan mencari pemain di daerah-daerah, penetapan standar fisik yang tinggi, hingga perumusan materi latihan yang komplit telah dilakukan coach Indra Sjafri dkk dalam proses membentuk timnas Indonesia U-19. Walaupun masih butuh pengalaman bermain di level yang lebih tinggi, Timnas Kita (jika konsisten) pasti secepatnya di tahun 2018 sudah bisa berbicara banyak di level Dunia.

Bogor, jam 7 pagi hari senin

Dengan semangat Shaum!!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun