Mohon tunggu...
Fath WS Siti Fatonah
Fath WS Siti Fatonah Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Menulis merupakan hobi dan kebiasaan sejak kecil, Membaca puisi merupakan bagian hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sketsa Duka Parni

18 Juni 2012   07:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:50 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Oleh : Fath WS

Suatu hari Parni dengan wajah ditekuk, suara parau menahan tangis yang siap meledak bertanya kepada bapaknya yang tua renta,"Akankah aku bahagia kelak jika bapak telah berpulang?"

"Tak ada yang tidak mungkin anakku, kau tidak boleh pesimis, berfikirlah apapun dapat engkau lakukan dan dapat engkau raih jika engkau punya kemauan dan berusaha meraihnya."

Sayup-sayup terdengar gamelan Kyai Kanjeng mengirimi shalawat Badar, membuat hati Parni bergolak, dia rindu kedamaian, kedamaian yang tak pernah hinggap dalam hidupnya. Sejurus dengan itu, tanpa diminta air matanya secepat kilat mendanau lalu mengalir deras tak terkendali.

"Sudahlah anakku, ikhlaskan apa yang sudah terlepas, itu berarti Gusti Allah tak menghendaki kamu mendekap apa yang pernah kau raih."

Begitu tegarnya kata-kata itu meluncur dari bibir ayah Parni, padahal selesai dia berkata, ayah Parni membalikkan tubuhnya lalu menyeka matanya dengan punggung telapak tangannya yang sudah penuh keriput. Ayah Parni masygul melihat anak semata wayangnya yang tidak bernasib baik dalam perjodohan.

"Aku hanya memohon kepada Gusti Allah pak, aku sudah ikhlas hidup tanpa pendamping, namun tidak bolehkah aku berkawan dengan pilihanku, sekedar berkawan saja pak, berbagi suka dan duka, masak tidak diijinkan to yo."

Parni kian ngguguk, mata ayahnya pun semakin memerah basah.

"Tak ada yang abadi di dunia ini anakku, kecuali Surga dan Neraka"

"Pak, berdosakan jika kita berharap segala sesuatu dapat langgeng setidaknya tidak seumur jagung?"

Keduanya terdiam, bermain dengan pikiran masing-masing. Pikiran Parni mengembara pada perjalanan yang baru saja dilakoninya. Perjalanan yang kembali mencabik-cabik hati dan perasaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun