Malam ini adalah malam kedua saya menginap di rumah sakit. Bukan saya yang sakit tapi bertugas menjaga kakak yang sakit. Sendirian pula.
Sebagai gemini yang pembosan dan perempuan yang agak aneh, malam-malam saya malah nongkrong di lorong rumah sakit.Â
Celangak celinguk, dan mulai berpikir, apa benar ada hantu di rumah sakit seperti di film. Ada Suster Ngesot, Suster Keramas, judul yang belum ada Suster Kutuan (karena ngga pernah keramas).
Saya bukan indigo tapi stabilo kadang stabil kadang sedikit gilo (gila), eh.
Jadi, tidak bisa dan belum pernah lihat rupa hantu. Itulah sebab saya tidak penakut tapi nakutin, oh.
Saya mulai berhalusinasi, bagaimana rupa hantu. Kalau bisa lihat hantu, nanti mau ngobrolin apa. Ceritanya pedekate, uh.
Angin sepoi-sepoi jam 23.15 WIB, bunga-bunga yang tak terawat melambai-lambai. Bunyi tapak kaki terdengar lambat merayap. Siapa? Oh, seorang perawat lewat.
Di depan salah satu ruang terdengar bayi menangis, ya iyalah itu ruangan kebidanan.Â
Hadeh, hantunya mana? Saya mesti agresif dan aktif. Harus memulai pembicaraan.
"Halo hantu, kamu di mana?" Saya mulai bertanya. Diam. Sekelebat bayangan lewat.Â
"Halo, apakah anda hantu," tanya saya sedikit berbisik.
"Iya benar," suara terdengar. Saya mulai meraba bulu kuduk. Kok biasa saja ya. Ah bukan hantu nih.
"Ayo tunjukkan wujudmu," jawab saya sedikit gemetar. Sambil meraba sebuah batu. Pengen gue timpuk kalau bukan hantu.
Seraut wajah muncul.Â
"Uni, ado karupuak jangek, kemplang, karupuak Palembang. Bungkus yang kecil, tiga bungkus dua puluh ribu saja, Uni."
Astaga, tukang kerupuk rupanya. Jadi, hantunya mana???
"Maaf, sudah malam ngga makan kerupuk," jawab saya sambil balik kanan grak.Â
Eit, saya lupa lihat kaki si tukang kerupuk, nginjak tanah engga?
"Puak, puak!" Panggil saya.Â
"Coba lihat telapak kakinya," tanya saya dengan bodohnya.
"Oh Uni, awak ko bukan hantu yo," jawab si tukang kerupuk kesal.Â
"Iya eh maaf, ehmm. Saya jadi beli kerupuk," saya mengulurkan uang dua puluh ribu rupiah.
FS, 2 Juni 2022