Mohon tunggu...
Fatmi Sunarya
Fatmi Sunarya Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pujangga

Penulis Sederhana - Best in Fiction Kompasiana Award 2022- Kompasianer Teraktif 2020/2021/2022 - ^Puisi adalah suara sekaligus kaki bagi hati^

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ke Mana Budi Pekertimu?

4 Maret 2021   08:33 Diperbarui: 4 Maret 2021   08:39 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : www.piqsels.com

Rumah orang tua saya berada dibelakang terminal dan dekat pasar, terminal kalau di dusun saya diartikan tempat berkumpulnya angkutan darat misalnya bis, angkot  bahkan bendi. Tahukah anda dengan bendi? Kereta yang ditarik kuda. Nah, dari kecil lingkungan saya lingkungan terminal dan pasar. Teman-teman bergaul banyak dari pendatang, terutama dari Suku Minang.

Umpatan ataupun omongan kasar khas orang-orang terminal dan juga pasar sudah biasa mampir di telinga. Tapi kami dididik oleh orang tua untuk tidak mengumpat, bicara kasar. Coba saja bicara kasar dirumah, pasti bapak marah besar. Apa gunanya umpatan? Berderet nama hewan disemburkan. Kata-kata kotor dihamburkan, tentu saja disertai teriakan dan emosi tinggi. Menurut saya tidak ada gunanya. Yang ada, anda bisa hipertensi atau stroke, iya kan. Mungkin emosi anda bisa lepas, tapi menyakiti orang lain.

Nah minggu lalu, saya sedang dinas di kota provinsi dan mampir di sebuah toko buku ternama. Saya hanya membawa tas sling kecil berisi dompet dan handphone (HP). Karena saya menginap di hotel yang letaknya di sebelah toko buku. Ketika masuk, saya memindahkan HP ke kantong celana. Ketika lihat-lihat buku, seorang perempuan berada disamping saya. Dan tiba-tiba secara reflek saya memeriksa tas sling, memastikan apa resleting tas sudah tertutup. Karena saya tadi mengambil HP dari tas.

Perempuan disebelah saya langsung teriak. "Eh, siapa juga yang mau nyuri, kau tengok-tengok tas kau tu," dalam logat Jambi. Karena saya tidak mencurigai dia dan merasa tidak ada apa-apa, saya langsung membantah. "Saya ketika masuk toko, mindahin HP, saya cuma periksa tas udah ketutup apa belum," jawab saya. "Lagian ini tas saya, mau saya tengok berapa kali, emang masalah buat situ," lanjut saya.

Ternyata dia tetap mencak-mencak dan teriak-teriak. "Dak ado lah sayo nak nyuri barang kau," katanya lagi. Percuma bicara dengan orang yang tidak mau mendengar penjelasan sedikitpun dan tidak mau menerima kebenaran. Saya sudah malas perang mulut, dan lebih baik menghindar. Dengan begitu timbul kecurigaan, jangan-jangan dia memang maling. Nah jadi suudzon/berburuk sangka akhirnya. Lagian di zaman now, susah kalau kita bertengkar di tempat umum. Apalagi pakai kekuatan fisik. Bisa dikatakan pencemaran nama baiklah, kena pasal penganiayaanlah, terus ada pula yang ambil videonya, wah bakalan viral.

Dulu di dekat rumah saya, ibu-ibu kalau berkelahi pakai cabe giling. Mulutnya disumbat pakai cabe giling, sadis ya. Atau saling kejar, jambak-jambakan. Nah kembali ke ibu tadi, saya berusaha menahan diri. Saya juga sudah menjelaskan dengan baik dan tidak teriak-teriak. Tapi kupingnya tidak mendengar, ya sudahlah.

Di zaman sekarang, memang budi pekerti sudah aus dimakan zaman. Gegara punya HP kali, semua bisa upload di medsos. Ngata ngatain orang, omong kasar, memfitnah, membully, semua bebas di medsos. Dan itu terbawa di alam nyata juga. Kesalahan kecil di blow-up, dan menjadi sesuatu yang heboh.

Prinsip saya, selama bisa dihindari ya dihindari bersentuhan dengan orang yang tanpa budi pekerti tersebut. Dengan catatan, jika membahayakan anda patut bereaksi. Iya, seorang anak punk pernah mengejek saya dengan menyebut bahwa percuma saya pakai jilbab tapi pelit. 

Karena saya tidak mau beri uang, menurut saya ada orang-orang yang lebih perlu dikasihani. Lalu dia mempermainkan pisau seolah-olah mengancam. Saya bereaksi keras, saya tarik bajunya, saya ambil pisaunya. "Ini daerah saya, jangan main-main kamu disini, panggil bossmu," ancam saya. Beberapa orang sudah ingin memukulnya, tapi saya bebaskan dia. Sekarang anak-anak punk yang berasal dari luar daerah tidak ada lagi, sudah diangkut.

Biasakan berbudi pekerti yang baik, biasakan juga memakai kata maaf, tolong, terima kasih. Alangkah baiknya kita berbicara baik-baik, sopan tentu tidak akan timbul masalah.Seperti pepatah Jawa Sura Dira Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti, segala sifat keras hati, picik dan angkara akan kalah dengan keluhuran budi pekerti yang bijaksana, lembut hati, sabar dan mulia.

Terima kasih.

FS, 4 Maret 2021

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun