MENCIPTAKAN BUDAYA DISIPLIN SANTRI DENGAN PEMBERIAN HUKUMAN TERHADAP PELANGGARAN PERATURAN
Oleh:Marita Restyani*
Kedisiplinan selalu menjadi hal yang banyak dibicarakan orang, baik itu disiplin dalam keluarga, masyarakat maupun sekolah. Terutama disiplin dalam suatu lembaga pendidikan pesantren, sebab kedisiplinan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seorang kyai dalam mendidik santrinya.
Kedisiplinan juga membutuhkan dukungan agar bisa tetap bertahan, sesuatu yang bisa menjadikan kedisplinan bisa berjalan dengan baik yaitu dengan adanya alat kedisiplinan. Salah satunya adalah hukuman, hukuman ditujukan untuk memperbaiki tingkah laku, setelah santri menyadari dan menyesali perbuatan salah yang telah dilakukannya.
Seseorang melanggar peraturan dipengaruhi bebrapa factor diantara lain pengaruh negative dari suatu kelompok teman/bisa disebut geng (rangsangan dari luar), selain itu juga terdapat peraturan yang tidak relevan ,peraturan yang tidak sejalan dengan ketentuan yang berlaku .Sebagai contoh seperti dilarang merokok bagi santri, tp ustad atau pengurus nya merokok, harus baik ustadz atau pun siswa, selama masih tinggal di pesantren, berlaku untuk semuanya.
Selain factor diatas pelanggaran peraturan disebabkan , Karena Kurang kesadaran diri sendiri akan pentingnya diadakan peraturan tersebut, dan kurang contoh dari santri senior dalam menjalankan peraturan yang berlaku.Yang dimaksud contoh kedisiplinan menjalankan peraturan itu sendiri.
Maka, pemberian hukum termasuk hal yang dibenarkan , Ketika santri melanggar salah satu peraturan yang diadakan dipesantren tersebut.Tujuannya untuk melatih kedisiplinan untuk menjadi orang yang lebih baik, membuat jera sehingga tidak akan mengulangi lagi.
Dalam istilah pesantren biasanya kita mengenal istilah bala' dan manfaat, artinya Ketika kita mondok dan kita tidak mengikuti peraturan, tidak qana'ah maka kelak Ketika kita keluar dari pesantren akan mendapatkan bala'(naudzubillah).Sebaliknya Ketika kita mondok dan melakukan kewajiban kita serta sami'na wa atha'na terhadap guru (selama dalam kebaikan), maka kelak Ketika keluar dari pesantren kita akan mendapatkan manfaat.
Wallahua'lam...
*Penulis merupakan Mahasiswi STIT Ibnu Sina Kepanjen