Mohon tunggu...
Muhammad Fajar Siddiq
Muhammad Fajar Siddiq Mohon Tunggu... Freelancer - Docta Ignoratia

Menjadi pintar karena bodoh

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kematian Sang Serigala

16 April 2020   11:22 Diperbarui: 16 April 2020   11:24 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setelah pandemi covid-19 menghilang pada akhir bulan April, Toni, Anton, dan Agus pergi mendaki untuk merayakannya. Semua mempersiapkan perbekalan terbaiknya, mulai dari tas carrier, matras, tenda, hingga titipan tulisan dari teman-teman sekolahnya. Ketika sudah setengah jalan, mereka terpaksa beristirahat di sebuah tempat di dekat hutan yang terkenal dengan banyaknya kawanan serigala. Selaku orang yang pertama kali mendaki, Toni dan Agus kebingungan apakah harus memaksakan diri untuk melanjutkan perjalanan di kegelapan malam, atau harus mempertaruhkan nyawa beristirahat di sarang serigala. Namun, Anton meyakinkan mereka untuk tidak takut dan memilih beristirahat sejenak dan melanjutkan perjalanan keesokan harinya secepat mungkin. 

Ketika tenda dipasang, Anton berjalan menjauhi tenda dan menancapkan beberapa benda  di samping pohon di dekat tenda, Toni dan Agus menanyakan perbuatannya itu, tetapi Anton hanya tersenyum dan mengatakan: Lihat saja besok. 

Keesokan harinya, setelah mereka beristirahat dan keluar tenda untuk sarapan, Toni dan Agus dibuat kaget dengan adanya serigala yang mati di dekat pohon yang ditancapkan suatu benda oleh Anton. Mereka pun menanyakan kembali kepada Anton tentang perbuatannya semalam, Anton pun menjawab: "Benda yang kutancapkan semalam itu adalah pisau bermata dua yang kubawa sebelum pergi bersama kalian yang telah dilumuri darah beku sebelumnya. Sebelum kita pergi, aku telah memperkirakan kemungkinan terbesar jika kita harus beristirahat di sarang serigala ini, oleh karena itu aku menyiapkan beberapa pisau yang telah dilumuri darah segar yang kemudian dibekukan untuk mengelabui serigala yang akan menyerang kita. Semua Blood Campina itu berfungsi untuk memikat indera penciuman serigala yang pasti sangat sensitif dengan bau darah. Dia pasti akan menjilatinya dan merasakan darah segar yang ada pada pisau itu, sampai pada satu titik darah beku itu akan habis, tetapi sang serigala akan tetap menjilati pisau itu karena ketika darah itu habis lidahnya akan mengenai mata pisau yang membuat lidahnya mengeluarkan darah yang lebih segar dari sebelumnya. Karena pikirannya telah dibuat kabur dengan kenikmatan merasakan darah yang semakin segar, serigala tidak akan menyadari bahwa dia sedang meminum darahnya sendiri, sampai suatu titik dia akan kehabisan darah dan mati karena kebodohannya sendiri seperti yang kalian lihat sekarang ini!"

Agus dan Toni mengangguk takjub, "Eh, Ton, kamu tau semua ini dari mana?"

"Waktu itu aku membaca buku Jostein Gaarder yang berjudul 'Dunia Anna' yang menjelaskan eksperimen membunuh kodok dengan air panas, dan Yuval Noah Harari yang berjudul "Sapiens" dengan eksperimen pembunuhan serigala. Walaupun berbeda, tetapi pada dasarnya sama: kedua penulis itu menggambarkan dengan tepat bagaimana kita selaku makhluk Tuhan mampu mati tanpa disadari karena kebodohan kita sendiri"

"Tapi apakah hal itu berlaku bagi manusia yang memiliki akal?" Timpal Agus


"Memangnya kalian lupa bagaimana kenikmatan teknologi informasi yang justru menumpulkan akal sehat manusia ketika pandemi kemarin? Seharusnya kita tidak terlalu cemas sejak awal, karena virus ini tidak semengerikan wabah Black Out yang membunuh 25 juta jiwa, atau wabah Flu yang membunuh lebih dari 30 juta orang. Tapi karena terlalu banyak orang berkepentingan yang memanfaatkan kepanikan publik dengan menyebar berita yang tidak membangun, kita harus menderita dengan menyebarnya pandemi dan infodemi selama lebih dari 4 bulan."

"Apa katamu, infodemi?"

"Ya, semacam pandemi dalam bentuk informasi. Infodemi itu adalah isitilah untuk mengungkapkan fenomena banjirnya informasi mengenai suatu permasalahan yang justru dapat mengaburkan solusi atas permasalahan tersebut. [1] Hal ini sebenarnya bukan suatu hal yang baru, di surat Al-Baqarah, Allah menceritakan kondisi Bani Israil yang semakin susah karena infodemi. [2] Mereka awalnya hanya diperintahkan untuk menyembelih sapi. titik. Tapi mereka terus menerus mencari dan menanyakan informasi tentang sapi tersebut yang justru semakin membuat mereka sulit. Nah, tetapi infodemi di era ini jauh lebih berbahaya dari zaman itu, karena adanya kemudahan kita menyebarkan informasi lewat media sosial"

"Kalau begitu apakah kita bisa mengatasinya?"

"Tentu bisa, karena Al-Quran itu solusi untuk setiap zaman. Allah pernah berfirman:  'Walyaquluu qaulan sadida' atau berkatalah dengan perkataan yang sadid. [3] Inget gak ketika Ust. Fahmi mengajarkan bahasa arab, katanya  sadid  itu berasal dari kata  sad  yang berarti bendungan. Menurut kalian, kenapa Allah memerintahkan kita berbicara layaknya bendungan?"

"Hmm.. mungkin Allah ingin mulut kita bertindak seperti bendungan yang mengalirkan sebagian air dan menahan sebagian lainnya" Jawab Toni

"Tepat sekali! itulah cara Allah menjelaskan solusi dari infodemi dengan memerintahkan kita berucap layaknya bendungan. Sebenarnya hari ini kita sedang menjilat darah kita sendiri. Dengan mudahnya menyebarkan informasi, kita terkadang merasa lupa untuk bersikap bijak, dan lebih mementingkan kebahagian pribadi ketimbang kebahagiaan bersama. Padahal narasi negatif yang disebarkan orang-orang itu sangat berpotensi memicu kecemasan dan ketakutan yang akan menjadi parasit mental bagi seseorang. Dan seperti parasit pada umumnya, satu inang pikiran yang terjangkit akan menularkan kepada inang-inang pikiran yang lain. Dari sanalah kenapa kita harus memiliki bendungan untuk setiap ucapan yang kita katakan dan juga setiap karya yang kita ciptakan"

"Oke, Ton, sekarang kita mengerti... Kalau gitu gimana kalau kita sarapan, kita kan harus cepat-cepat pergi sebelum ada kawanan serigala yang baru datang, persediaan pisaunya juga habis, kan?" Ucap Agus yang Pura-Pura mengerti karena sudah lapar

"Oke!" 

Ketiga pemuda itupun melakukan tugas masing-masing, Toni membereskan tenda, Anton mengambil pisau, dan Agus memasak makanan, tiba-tiba...

"Anton! Toni! Cepat kesini...!!!"

"Kenapa, Gus?!" Ucap Toni dan Anton

"Lihat, tuh..!"

Jari Agus menunjuk pada perbekalan mereka yang disimpan di dekat tenda, tak disangka ternyata disana ada satu serigala yang sedang menyantap makanan mereka dengan lahap. Semua makanan terlihat akan habis dilahapnya.

"Duh, Ton gimana nih.."

"Aku juga bingung, Gus.. Mana Anton?"

Anton yang baru saja mengambil pisau datang dengan tenang, "Kenapa sih, kalian ribut-ri..."

"Duh, dia juga malah kaget. Gimana, dong, itu kan perbekalan kita selama mendaki, kalau dilahap habis kan, bla bla bla" 

Ketika Toni sedang marah-marah sendiri, Anton memperlihatkan kresek berisi 6 pisau yang dia bawa kepada Agus sambil tersenyum dan mengangkat-ngangkat alisnya beberapa kali. Agus yang sedang terkena lapar stadium empat langsung mengerti maksud Anton, dia membawa
dua pisau dan menepuk Toni, dan melakukan hal yang sama seperti Anton. Walaupun Awalnya Toni tidak mengerti, tapi berkat senyuman yang dipaksakan dan alis yang terus diangkat-angkat sebanyak zikir setelah solat membuat Toni pada akhirnya mengerti maksud kedua bocah tersebut. Toni pun mengambil dua pisau juga dari kresek yang dibawa Anton

Ketiga pemuda itu membawa dua pisau di kedua tangannya, kemudian mereka diam-diam mendekati sang serigala yang sedang menyantap sisa makanan mereka dari belakang. Kemudian....

[Scene dihapus karena ditakutkan melibatkan adegan kekerasan dan perilaku sadis terhadap hewan, silahkan buat akhir ceritanya di kolom komentar. Terima Kasih]

Catatan:

[1] https://www.lexico.com/en/definition/infodemic, diunggah pada 16 April 2020 pada jam 11.14-11.16 WIB

[2] Q.S. Al-Baqarah [2]: 67-71

[3] Q.S. An-Nisa [4]: 9

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun