Dari sisi evolusi, ia juga mengangkat fenomena Genetic Sexual Attraction (GSA) yakni ketertarikan seksual yang muncul antara kerabat biologis yang tidak dibesarkan bersama. Hal ini menjelaskan mengapa pasangan sedarah yang lama berpisah dan bertemu kembali bisa merasakan daya tarik yang salah arah.
Minim Data, Minim Penanganan
Salah satu kendala terbesar dalam menangani isu ini adalah minimnya data dan riset. Margaretha menyebut bahwa kasus-kasus inses sangat jarang dilaporkan karena dianggap memalukan dan aib keluarga. Akibatnya, kasus ini jarang masuk dalam agenda riset psikologi, padahal dampaknya sangat besar.
"Keluarga sering menutup-nutupi. Ini tabu besar, sehingga intervensi pun menjadi sangat sulit dilakukan," katanya.
Strategi Intervensi dan Peran Psikolog
Lalu, bagaimana kita harus menyikapi fenomena ini? Webinar ini menegaskan bahwa intervensi psikologi harus melibatkan pendekatan multidisipliner dari konselor, pekerja sosial, hingga aparat hukum. Pendekatan seperti Cognitive Behavioral Therapy (CBT) disarankan untuk menangani pola pikir keliru yang melatarbelakangi perilaku menyimpang ini.
Selain itu, edukasi seksual sejak dini, pembentukan lingkungan keluarga yang aman dan suportif, serta pembatasan akses pada konten pornografi berperan penting sebagai langkah preventif.
Saatnya Berani Bicara
Webinar ini bukan hanya menyajikan informasi, tapi juga menjadi ajakan moral. Sudah saatnya kita berhenti membungkam isu-isu sensitif yang justru merusak dari dalam. Fantasi sedarah bukan sekadar urusan individu, tapi juga soal kesehatan mental, perlindungan anak dan integritas keluarga.
Sebagaimana pesan Margaretha di akhir sesi: "Bukan soal siapa yang melakukan, tapi bagaimana kita bisa menghentikan dan menyembuhkan."
Referensi :