Mohon tunggu...
Money Pilihan

One Map Policy: Antara Terobosan dan Tantangan

20 Maret 2017   10:12 Diperbarui: 4 April 2017   16:17 4056
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendagri bertanggung jawab dengan atribut dasar.

IGT (Informasi Geospasial Tematik) lainnya mengikuti setelah Landuse selesai.

Untuk areal yang sulit di konfirmasi, kemudian di partisipasikan dengan daerah.

Kawasan Hutan di query dari database landuse detail yang telah terverifikasi. Sehingga tidak lagi menerbitkan kebijakan yang dasarnya masih abu-abu.

Bumi air dan kekayannya dikuasi negara jelas tercantum dalam UUD 45 Pasal 33 ayat 3. Lantas bagaimana kita bisa menguasainya jika kita tidak mampu mengontrol persis dimana lokasinya. Saya rasa ini adalah domain BPN dan BIG yang harus beranikan diri kolaborasi menyelesaikan.

Pekerjaan database harus dimulai dari yang paling detail terlebih dahulu, bukan dari umum ke detail. Cara pandang ini yang semestinya diperhatikan BIG dalam menyusun proyek. Karena ketika landuse detail sudah tercapai, untuk memuat varian peta apapun akan lebih fleksibel dan akurat. Persoalan selama ini kan Kehutanan, ESDM, Pertanian atau Perhubungan membuat peta bukan dari peta yang detail, akibatnya ya tumpang tindih wajar saja, wong sumbernya aja masih salah. Bagaimana bisa pertanian membuat prediksi stok panen jika mereka saja tidak mengetahui persis dimana sebaran sawahnya selama ini. Bagaimana bisa kehutanan membuat peta kawasan hutan jika yang disangka hutan selama ini sudah ditanami kelapa sawit. Bagaimana bisa ESDM membuat perencanaan atau menerbitkan izin lokasi tambang jika garis-garis batas kawasan hutannya masih bias. Oleh karenanya, ini domain BIG dan BPN untuk menyelesaikan persoalan database agraria ini.


Jangan menggebu-gebu dan buang energi dengan membuat hal yang setengah jadi. Tuntaskan hasilnya semaksimal mungkin. Jika database persil nasional ini telah selesai dan updatable, saya yakin kita tidak hanya berhenti pada administrasi namun dapat melangkah jauh hingga analisis bahkan geoIntellegence yang dapat dimanfaatkan negara. Jika merasa belum sanggup, coba renungkan kembal pekerja di pabrik sepatu yang merajut 100 - 200 sepatu per hari. Atau pekerja bangunan yang membangun puluhan lantai gedung dan meng-aci-nya satu per satu.

Tambahan sedikit soal WRI Indonesia yang juga turut serta mengembangkan One Map untuk Provinsi Riau sebagai pilot project, namanya “Riau One Map Initiative”. Jika goal nya WRI adalah untuk memantu BIG membalik pekerjaan KSP menjadi bottom-up, saya berharap bottom-up ini tidak tanggung-tanggung hingga Landuse Detail yang bisa memisahkan mana tanah saya dan mana tanah tetangga saya.

FYI, Bappenas juga sedang mengembangkan program “Satu Data Untuk Pembangunan Berkelanjutan”. Apakah KSP dan Database Persil BPN ini bagian dari program ini? Atau ketiganya merupakan program yang berdiri sendiri-sendiri. Let's see.

- Farispw

Bukan dosen, apalagi anggota DPR.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun