Kritik dan Saran untuk Metodologi Penelitian: Metodologi yang dipilih sudah tepat dan relevan untuk penelitian kualitatif dengan pendekatan sosiologis-yuridis. Namun, ada beberapa aspek yang dapat diperjelas atau diperkuat:
- Penentuan Informan: Perlu dijelaskan lebih rinci bagaimana informan dipilih (misalnya, teknik sampling non-probabilitas seperti purposive sampling atau snowball sampling) dan berapa jumlah informan yang diwawancarai untuk setiap kategori (ahli waris, tokoh adat, tokoh agama, masyarakat). Hal ini akan menambah kredibilitas penelitian.
- Instrumen Penelitian: Perlu dijelaskan instrumen apa yang digunakan untuk wawancara (misalnya, pedoman wawancara atau daftar pertanyaan). Menyertakan contoh pertanyaan akan sangat membantu.
- Validitas dan Reliabilitas: Dalam penelitian kualitatif, penting untuk membahas bagaimana peneliti menjaga validitas dan reliabilitas data (misalnya, melalui triangulasi data -- penggunaan berbagai sumber atau metode untuk memverifikasi informasi yang sama, atau member checking -- mengkonfirmasi temuan dengan informan). Ini akan memperkuat kepercayaan terhadap temuan.
- Etika Penelitian: Penting untuk menyebutkan bagaimana etika penelitian (misalnya, informed consent, kerahasiaan identitas informan) dijaga selama proses penelitian.
3. Hasil Penelitian
Bagian ini seharusnya menyajikan temuan-temuan dari penelitian yang telah dilakukan, sesuai dengan rumusan masalah.
- Praktik Pembagian Warisan pada Masyarakat Suku Serawai:
- Musyawarah Mufakat: Peneliti menemukan bahwa praktik utama pembagian warisan di Suku Serawai dilakukan melalui musyawarah dan mufakat antar ahli waris. Ini menunjukkan adanya dimensi kolektif dan kekeluargaan yang kuat dalam penyelesaian masalah warisan, alih-alih melalui jalur formal pengadilan atau perhitungan strict faraid.
- Penyerahan/Penetapan Hak Milik: Istilah yang digunakan bukan "pembagian" dalam arti strict faraid, melainkan "penyerahan" atau "penetapan hak milik" berdasarkan kesepakatan.
- Peran Tokoh Adat/Orang Tua: Tokoh adat atau orang tua yang dihormati seringkali berperan sebagai mediator atau penentu dalam proses musyawarah, meskipun keputusan akhir adalah hasil kesepakatan bersama.
- Pertimbangan Kondisi Ahli Waris: Dalam musyawarah, seringkali dipertimbangkan kondisi ahli waris, seperti kebutuhan, kesehatan, atau tingkat kemandirian, yang bisa menyebabkan pembagian tidak selalu sama rata atau sesuai porsi faraid, tetapi lebih pada asas keadilan dan kebutuhan.
- Prioritas Anak Laki-laki: Meskipun tidak secara eksklusif, masih ada kecenderungan untuk memberikan perhatian lebih atau porsi yang cukup kepada anak laki-laki, terutama jika mereka dianggap sebagai penerus garis keturunan atau penanggung jawab keluarga.
- Perspektif Hukum Islam Terhadap Praktik Pembagian Warisan Suku Serawai:
- Prinsip Dasar Hukum Islam: Hukum Islam memiliki ketentuan yang sangat jelas dan rinci mengenai pembagian warisan (faraid) berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis, dengan porsi yang telah ditetapkan untuk setiap ahli waris (misalnya, bagian dua banding satu antara laki-laki dan perempuan).
- Kesesuaian dengan Musyawarah: Musyawarah mufakat pada dasarnya tidak bertentangan dengan Hukum Islam sepanjang hasilnya tidak melanggar ketentuan faraid. Dalam Islam, hibah (pemberian) atau wasiat (pemberian setelah meninggal) dengan batasan tertentu diperbolehkan. Jika kesepakatan tersebut dilakukan atas dasar kerelaan dan kesadaran penuh dari ahli waris, serta memenuhi semua rukun dan syarat hibah/wasiat, maka secara hukum Islam dapat dibenarkan.
- Potensi Inkonsistensi: Namun, jika hasil musyawarah menyebabkan salah satu ahli waris tidak mendapatkan haknya sesuai faraid tanpa kerelaan penuh, atau jika ada tekanan, maka praktik tersebut bisa menjadi tidak sesuai dengan Hukum Islam. Peneliti perlu mengidentifikasi apakah ada kasus di mana musyawarah menghasilkan pembagian yang tidak adil menurut pandangan Islam dan mengapa hal itu terjadi.
- Peran Tokoh Agama: Tokoh agama di masyarakat memiliki peran penting dalam mengedukasi masyarakat tentang hukum waris Islam dan memastikan bahwa praktik adat tidak sepenuhnya menyimpang dari syariat.
4. Pembahasan
Bagian pembahasan adalah tempat peneliti menginterpretasikan temuan-temuan yang diperoleh, menghubungkannya dengan teori dan literatur yang relevan, serta memberikan analisis kritis.
- Sinergi dan Konflik antara Hukum Adat dan Hukum Islam:
- Pembahasan harus menyoroti bagaimana masyarakat Suku Serawai mencoba mensinergikan hukum adat mereka dengan Hukum Islam. Musyawarah mufakat adalah bentuk akomodasi. Secara prinsip, musyawarah dalam waris Islam disebut dengan takharij (persetujuan ahli waris untuk tidak mengambil haknya atau menukar haknya dengan orang lain, atau berdamai dalam pembagian waris). Jika takharij ini dilakukan atas dasar kerelaan dan tanpa paksaan, maka ini sesuai dengan semangat hukum Islam yang juga menekankan keadilan dan kemaslahatan.
- Namun, perlu dibahas pula potensi konflik. Konflik muncul jika musyawarah mufakat tersebut mengabaikan hak-hak ahli waris yang telah ditetapkan secara syar'i tanpa adanya kerelaan tulus, atau jika ada dominasi pihak tertentu yang menyebabkan ketidakadilan. Peneliti harus menganalisis apakah praktik di Desa Serang Bulan benar-benar mencerminkan takharij yang sah menurut syariat atau lebih merupakan dominasi adat yang mengesampingkan faraid.
- Pentingnya Kerelaan dan Kesadaran:
- Analisis harus menekankan bahwa inti dari dibolehkannya kesepakatan dalam pembagian warisan menurut Islam adalah adanya kerelaan () dari semua pihak. Apakah kerelaan ini benar-benar ada atau hanya paksaan halus karena tekanan adat atau keluarga? Ini adalah poin krusial yang harus digali dalam wawancara dan dibahas secara mendalam.
- Pembahasan juga perlu mempertimbangkan tingkat pemahaman masyarakat tentang hukum waris Islam. Apakah mereka tahu bahwa ada ketentuan faraid dan mereka secara sadar memilih untuk bersepakat di luar itu?
- Peran Tokoh Adat dan Agama:
- Pembahasan harus mengkaji bagaimana peran tokoh adat dan tokoh agama dalam menengahi atau membimbing proses pembagian warisan ini. Apakah mereka menjadi jembatan yang menyelaraskan adat dan agama, atau justru salah satunya menjadi dominan?
- Bagaimana sosialisasi hukum waris Islam dilakukan di tingkat masyarakat Suku Serawai? Apakah ada upaya dari tokoh agama untuk menjelaskan pentingnya faraid atau batas-batas takharij?
- Implikasi Praktik terhadap Keadilan:
- Apakah praktik pembagian warisan secara musyawarah mufakat di Suku Serawai secara substantif mencapai keadilan, meskipun tidak selalu mengikuti porsi faraid? Atau justru ada ahli waris yang merasa dirugikan? Analisis ini penting untuk mengevaluasi efektivitas sosial dari praktik adat tersebut.
- Pembahasan dapat juga membandingkan dengan konsep hukum waris adat di suku lain jika ada studi yang relevan, untuk melihat pola umum atau kekhasan Suku Serawai.
Kedalaman Analisis dan Kemampuan Interpretasi: Peneliti sudah mampu menginterpretasikan data dengan cukup baik, menghubungkan temuan lapangan dengan konsep-konsep hukum Islam. Namun, pembahasan bisa lebih diperdalam lagi dengan:
- Analisis Kasus Spesifik (Jika Ada): Jika penelitian menemukan beberapa kasus pembagian warisan, analisis per kasus akan memberikan gambaran yang lebih konkret tentang bagaimana musyawarah itu berlangsung, apa saja pertimbangan yang muncul, dan bagaimana hasilnya dibandingkan dengan faraid.
- Penggunaan Teori Akomodasi/Pluralisme: Jika teori ini dimasukkan di landasan teori, maka di pembahasan akan lebih kuat untuk menganalisis bagaimana sistem hukum adat dan hukum Islam saling berinteraksi.
- Rekomendasi Kebijakan atau Edukasi: Pembahasan dapat ditutup dengan implikasi praktis yang lebih kuat, misalnya rekomendasi mengenai program edukasi hukum waris bagi masyarakat atau bagaimana lembaga keagamaan dapat berperan aktif.
5. Kesimpulan dan Saran
- Kesimpulan:
- Peneliti menyimpulkan bahwa praktik pembagian warisan pada masyarakat Suku Serawai dilakukan melalui musyawarah mufakat dengan pertimbangan kekeluargaan dan kebutuhan, yang tidak selalu secara ketat mengikuti ketentuan faraid.
- Dalam perspektif Hukum Islam, praktik musyawarah mufakat ini dapat dibenarkan sepanjang dilakukan atas dasar kerelaan penuh dari ahli waris dan tidak ada paksaan. Namun, perlu ada kesadaran yang lebih tinggi tentang ketentuan faraid agar tidak terjadi ketidakadilan.
- Kesimpulan ini secara langsung menjawab rumusan masalah dan konsisten dengan temuan penelitian.
- Saran:
- Peningkatan Pemahaman Hukum Waris Islam: Perlunya edukasi dan sosialisasi yang lebih intensif dari tokoh agama, penyuluh agama, atau lembaga terkait mengenai hukum waris Islam (faraid) kepada masyarakat Suku Serawai. Hal ini agar masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup saat melakukan musyawarah mufakat.
- Memperkuat Peran Tokoh Agama: Tokoh agama diharapkan dapat lebih aktif membimbing masyarakat dalam proses pembagian warisan agar tetap sesuai dengan syariat Islam tanpa menghilangkan semangat kekeluargaan.
- Dokumentasi Resmi: Mendorong masyarakat untuk mendokumentasikan hasil musyawarah warisan dalam bentuk yang lebih formal (misalnya, akta perdamaian atau penetapan pengadilan) agar memiliki kekuatan hukum dan menghindari sengketa di kemudian hari.
- Penelitian Lanjutan: Menyarankan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan musyawarah dalam mencapai keadilan menurut perspektif hukum formal dan agama.
Saran yang diberikan sudah cukup relevan dan konstruktif, langsung mengarah pada solusi dari masalah yang ditemukan.
6. Aspek Bahasa dan Penulisan
Secara umum, skripsi ini menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan baku. Namun, ada beberapa hal yang bisa diperbaiki:
- Kerapian Format: Periksa konsistensi format penulisan (font, spasi, penomoran, kutipan, daftar pustaka). Pastikan konsisten dengan pedoman penulisan IAIN Bengkulu.
- Tata Bahasa dan Ejaan: Masih ditemukan beberapa kesalahan ketik (typo) atau penggunaan tata bahasa yang kurang tepat. Perlu dilakukan proofreading yang cermat, terutama pada penulisan istilah-istilah Arab atau asing.
- Penggunaan Istilah: Pastikan konsistensi dalam penggunaan istilah hukum dan sosial.
- Alur Penulisan: Beberapa bagian dapat ditingkatkan alur transisinya agar lebih mulus antarparagraf dan antar-subbab.
- Daftar Pustaka: Pastikan semua sumber yang dikutip dalam teks sudah tercantum di daftar pustaka dan sebaliknya, serta konsisten dalam gaya penulisan daftar pustaka. Perhatikan konsistensi penulisan nama penulis, tahun terbit, dan penerbit.
7. Kekuatan dan Kelemahan Skripsi