Mohon tunggu...
Fariz Ragil Ramadhani
Fariz Ragil Ramadhani Mohon Tunggu... Jurnalis - Digital Marketing Manager PT Bimasakti Multi Sinergi

CRM, Social Media Management & Advertisement, Content Creation, Design Graphic, SEO, SEM, Database Management, Product Analysis, Brand Communication

Selanjutnya

Tutup

Money

Bagaimana Masa depan Toko Kelontong dan Pasar Tradisional di Tengah Persaingan E-commerce?

4 Maret 2018   07:47 Diperbarui: 4 Maret 2018   09:02 3137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: netterstress.blogspot.co.id

Pada tahun 2012, Blue Apron telah menawarkan bahan makanan rumahan melalui online. Dengan value $ 2 miliar, perusahaan tersebut sekarang menjual 3 juta makanan per bulan dan memberi berani memberikan insentif kepada pedagang kelontong dalam proses pembuatan makanan rumah tangga. 

Kini Costco pun tidak aman lagi. Boxed Wholesale, yang didirikan pada tahun 2013, memungkinkan pembeli online,  bertransaksi secara massal dengan harga grosir. Mereka kini  tak pernah menginjakkan kaki di Costco lagi. Tahun 2016, ada 5.721 startups terdaftar di satu situs investasi malaikat (Angel Investor List). 

Kini boleh dikatakan, tidak ada lagi kategori layanan atau barang dagangan yang aman dari gangguan digital retail. Jika kita seorang pengecer, secara matematis  seharusnya kita sudah tenggelam ditelan gelombang ecommerce. Keseluruhan e-commerce global terus bertambah setiap tahun dengan angka pertumbuhan dua digit. 

Perusahaan E-commerce tampaknya menjadi hiu yang berenang di air jernih. Memangsa toko tradisional dan pengecer. Satu-satunya pertanyaan yang tersisa adalah, bisakah pengecer melakukan sesuatu untuk menghentikan hiruk pikuk kehadiran ikan hiu - ecommerce yang terus memangsa makanan yang tersedia ? 

Pengecer di seluruh dunia sedang berjuang melawan kenaikan dominasi 'e commerce" ini. Banyak peritel tradisional yang terpaksa melakukan proses restrukturisasi biaya, cost cutting, efficiency, layoff karyawan, menutup jaringan toko tokonya.  Restrukturisasi organisasi dan finansial. 

Banyak fakta yang memperlihatkan trend Aktivitas penjualan melalui toko kelontong dan bisnis retail tradisional yang dirampingkan. Penutupan jaringan toko yang dimiliki. Banyak toko tradisional mengkonsolidasikan diri.  Semua pusing tujuh keliling berhadapan dengan kenyataan akan berkurangnya pangsa pasar dan volume penjualan.  Sumber revenue yang terus menyusut setiap hari. Dan mengkhawatirkan. 

Tiap hari seolah ada krisis. Bagi yang memiliki pinjaman modal investasi dan modal kerja, ada potensi gagal membayar pinjaman. Akibatnya Ada yang dengan tegas telah melempar handuk dan nyatakan kebangkrutan. Ini trend di belahan dunia lain. Tidak di Indonesia. 

Bagaimana di Indonesia ? Apakah semua pedagang retail tradisional merasa nyaman dan masih terus berpangku tangan terhadap trend dunia yang berubah ini ? Wallahu alam. 

Salam

Sharing by CEO Sentra Bisnis Fastpay (Ibnu Sunanto)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun