Mohon tunggu...
farid wong
farid wong Mohon Tunggu... -

hanya lelaki yang kebetulan lewat, sama sekali tak hebat, tapi suka bersahabat

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Biru Emas Ibu Negeri: Kanvas Nada Leo Kristi

9 Oktober 2017   11:33 Diperbarui: 9 Oktober 2017   13:01 1803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah mengunjung mengamati lukisan Leo Kristi di Sangkring Art Space Yogyakarta. [Foto: Farid Wong]

Generasi milenial pastilah tak banyak yang mengenal sosok Leo Kristi. Mereka yang mengenal mungkin informasinya diperoleh dari ayah atau ibunya yang menjadi penggemar, yang tentunya mengoleksi kaset/CD album sang artis.

Lelaki bernama asli Leo Imam Soekarno itu meramaikan dunia musik tanah air sejak dasawarsa 1970-an. Namanya semakin melambung ketika merilis album pada tahun 1975. Musiknya tergolong unik, khas, tak dimiliki oleh artis lain di Indonesia di zaman itu, bahkan hingga era sekarang. Leo dikenal sebagai penyanyi balada, juga sebagai trubadur.

Melalui lagu-lagunya, Leo banyak berbicara tentang kehidupan sehari-hari, perubahan negerinya, spiritualitas hingga cinta yang tentunya tidak merengek. Yang sangat dikenal kala itu adalah konsernya yang selalu digelar pada 17 Agustus, yakni Konser Rakyat Leo Kristi.

Album-albumnya yang pernah dirilis antara lain Nyanyian Fajar (1975), Nyanyian Malam (1977), Nyanyian Tanah Merdeka (1978), Nyanyian Cinta (1979), Nyanyian Tambur Jalan (1980), Lintasan Hijau Hitam (1983), Lintasan Biru Emas (1985 -- tidak beredar), Di Deretan Rel-rel dan Salam dari Desa (1985), Diapenta Anak Merdeka (1990), Catur Paramita (1993), Tembang Lestari (1995), Warm, Fresh and Healthy (2010), dan Hitam Putih Orche (2014). Album terakhir tersebut melibatkan Dewa Budjana, gitaris jazz sekaligus gitaris utama kelompok Gigi, dan sejumlah musisi lain.

Sebagai pemusik, penyair dan pelantun lagu, tak perlu lagi diragukan ketenaran pria kelahiran Surabaya 8 Agustus 1949 itu. Sebagai pelukis, mungkin ada yang sudah tahu, tapi barangkali juga banyak yang belum tahu. Ya, Leo adalah pelukis, selain pemusik.

Suasana ruang pamer di Sangkring Art Space setelah seremoni pembukaan pameran lukisan Leo Kristi, Sabtu (7/10) malam. [Foto: Farid Wong]
Suasana ruang pamer di Sangkring Art Space setelah seremoni pembukaan pameran lukisan Leo Kristi, Sabtu (7/10) malam. [Foto: Farid Wong]
Sabtu (7/10) malam lalu, saya menghadiri pembukaan pameran lukisan Leo Kristi bertajuk "Biru Emas Ibu Negeri." Kakak kandung Leo Kristi, Bonny Imam Idayat, membuka secara resmi pameran tersebut di Sangkring Art Space, Yogyakarta.

Ada 19 lukisan yang dipajang dalam pameran, yang kesemuanya hampir tanpa judul (hanya ada tiga yang diketahui judulnya); malahan sama sekali tak ada keterangan waktu pembuatannya. "Semua lukisan ini dititipkan pada seorang teman Leo Kristi di Bandung," ujar Kris Budiman, seorang doktor yang mengajar di Program Pascasarjana UGM Yogyakarta, sekaligus inisiator pameran. Sebenarnya masih ada lukisan-lukisan lainnya di Surabaya, tapi tidak disertakan karena alasan teknis dan sebagainya.

Menurut Kris, Leo yang wafat pada 21 Mei 2017 mulai melukis sekitar 1980-an. Bahkan ia pernah melukis di Madura bersama seorang maestro lukis Indonesia, Affandi (1907-1990). "Ini salah satu hasil lukisannya," tutur Kris sembari menunjuk ke salah satu lukisan yang menyerupai gambar perahu. Tak tahu kapan tepatnya lukisan itu dibuat. Dari semua lukisan yang terpajang, setidaknya kita dapat melihat evolusi dalam sapuan kuas Leo.

[Foto: Farid Wong]
[Foto: Farid Wong]
Warna-warni yang dituangkan di kanvas seolah mewakili berbagai warna yang kerap muncul dalam syair-syair lagu sang artis, bahkan dalam penampilannya, yang selalu mengenakan jubah hitam dengan merah-putih dan Garuda Pancasila yang disematkan di bagian depan jubahnya.

Hitam, merah, putih menjadi "trisuci" yang selalu hadir dalam lagu-lagu Leo. Begitulah Kris Budiman menyebut dalam tulisannya untuk pameran tersebut. Tentu saja masih banyak warna lain yang tertuang dalam larik-larik syair lagunya, seperti hijau, kuning, jingga, emas, biru, keperakan dan lainnya.

Aneka warna itu memang muncul dalam kanvas-kanvasnya. Secara sederhana dapat dikatakan, warna-warni di kanvas seolah menjadi format visual dari diksi warna dalam lagu-lagu Leo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun