Dikenal sebagai salah satu sumber minyak nabati di dunia, kelapa sawit menjadi tanaman dengan produktivitas tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya seperti bunga matahari, buah zaitun, kedelai, bunga kanola, dan tanaman penghasil minyak atsiri. Kelapa sawit saat ini menjadi tumpuan penghasil minyak nabati termurah yang dimanfaatkan oleh masyarakat dunia.
Hampir 200 jenis produk olahan dapat dihasilkan dari tanaman sawit, dalam bentuk oleo food (minyak goreng, coklat, margarin), oleo kimia (sabun, sampo, produk kosmetik), biofuel (avtur, biodiesel, biomassa pengganti batu bara), dan oleo farma (obat obatan, suplemen vitamin). Maka tak heran mengapa tanaman sawit merupakan produk strategis yang dibutuhkan banyak negara.
Sejak tahun 2000, Indonesia menjadi negara nomor satu eksportir minyak sawit mengungguli Malaysia, Thailand, Kolombia, dan Nigeria. Perkembangan ini didorong oleh ekspansi perkebunan yang besar besaran di Pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Saat ini Indonesia menyumbang 59% minyak nabati dari kebutuhan global 77,22 juta ton.
Presiden Prabowo Subianto pada Musrenbangnas RPJMN 2025—2029 Senin (30-12-2024) mengatakan bahwa, pertama, kelapa sawit adalah aset nasional dan pemerintah harus meningkatkan serta memperluas perkebunan sawit di Indonesia. “Jangan takut dengan deforestasi,” ungkap beliau. Alasannya, kelapa sawit berasal dari pohon yang memiliki daun yang dapat menyerap karbon dioksida.
Kedua, negara-negara Eropa yang berencana membatasi impor kelapa sawit dari Indonesia akan menghadapi kekacauan dalam industri mereka sendiri, seperti industri cokelat, deterjen, dan kosmetik.
Ketiga, Prabowo meminta pasukan keamanan, termasuk TNI/Polri, untuk membantu pemerintah daerah menjaga perkebunan kelapa sawit di seluruh negeri. Ia percaya bahwa komoditas kelapa sawit Indonesia sedang menjadi target aktif oleh negara-negara asing.
Pemerintah akan mengalihfungsikan 20 juta hektare (ha) hutan menjadi lahan untuk pangan, energi, dan air. Rencana tersebut ditujukan untuk memanfaatkan lahan hutan cadangan sebagai sumber ketahanan pangan, energi, serta air yang merupakan salah satu misi Presiden Prabowo Subianto dalam Asta Cita, ungkap Menhut Raja Juli Antoni pada Senin (30-12-2024). Berdasarkan data Kementerian Kehutanan, lahan tersebut akan digunakan untuk mendorong swasembada energi melalui pengembangan bioenergi, termasuk biodiesel B40.
Andi Muttagien selaku Direktur Eksekutif Satya Bumi, menyoroti bahwa pengembangan bioenergi, seperti kelapa sawit, harus mempertimbangkan daya dukung lingkungan. Riset Satya Bumi menunjukkan batas maksimal penggunaan lahan sawit di Indonesia adalah 18,15 juta hektare, sementara luas perkebunan sawit saat ini sudah mencapai 17,77 juta hektare.
“Jika rencana perluasan 20 juta hektare ini dijalankan, luasan perkebunan sawit bisa melebihi daya dukung lingkungan. Hal ini akan memperparah kerusakan ekosistem dan mengancam keberlanjutan biodiversitas serta kehidupan manusia,” ungkap Andi seperti dikutip InfoSAWIT, pada Minggu (26/1/2025). Bahkan pada era sebelumnya selama 2015 hingga 2024, sebanyak 698.566 hektare lahan pangan telah dikonversi menjadi perkebunan sawit.
Achmad Surambo, Direktur Eksekutif Sawit Watch, mengungkapkan bahwa lahan pangan yang masih tersisa akan semakin terancam, dan jika kegiatan konversi terus dilakukan, hal ini akan mengganggu sistem ketahanan pangan nasional, Surambo juga menyoroti bahwa kebijakan Perlindungan Pangan Berkelanjutan (PLP2B) belum efektif untuk menghentikan alih fungsi lahan pangan.