Mohon tunggu...
Farida Eka Putri
Farida Eka Putri Mohon Tunggu... Psikolog - Cerita dari ruang praktik psikolog klinis.

Clinical Psychologist, Graphologist, and Learners. Menulis saja dulu, suatu saat pasti berguna. Email: faridaekap@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Pendidikan Seksual Anak Harus Dimulai dari Orangtua

25 Mei 2023   14:05 Diperbarui: 26 Mei 2023   10:12 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orangtua memberikan pendidikan seksual untuk anak. Sumber: EDUTORE via kompas.com

Mengetahui fakta bahwa masih ada orangtua memandang tabu membicarakan isu seksual di dalam rumah kepada anak-anak mereka membuat saya bertanya apakah yang membuat mereka enggan? Apakah orangtua masih kurang pemahaman pendidikan seksual? ataukah bingung bagaimana cara menyampaikannya?. 

Lalu saya teringat pada orangtua saya sendiri, saat saya beranjak remaja mereka sering menyampaikan hal seperti ini "kamu perempuan nak, kamu harus bisa jaga diri ya". Dan teringat juga saat mengetahui kabar dari televisi maupun lingkungan sekitar jika ada remaja perempuan yang sudah hamil sebelum menikah, orangtua saya langsung memberikan peringatan dengan nada tegas "kamu nggak usah coba-coba nanti juga kalau sudah menikah tahu rasanya, jangan seperti dia, itu merusak masa depan sendiri nggak bisa jaga diri". 

Pada waktu remaja saya memberikan tanggapan yang minim saat orangtua memberikan nasihat seperti itu bahkan cenderung menganggap orang tua terlalu cerewet dan khawatir berlebihan karena hampir setiap ada kesempatan nasihat semacam itu mereka ulang dengan nada serupa. Akan tetapi saya merasa beruntung orangtua saya tidak pernah bosan mengingatkan ketiga putrinya untuk menjaga diri "jangan coba-coba melakukan aktivitas seksual sebelum menikah karena merugikan masa depan". 

Nasihat baik yang sudah terbukti berhasil diterapkan oleh orangtua saya kepada anak-anak perempuannya. Akan tetapi jika saya mencoba merefleksikan di masa dewasa saat ini sepanjang saya menjalani masa remaja, saya menjadi yang kurang luwes bergaul dan menjadi takut berlebihan apabila terlalu dekat berteman dengan lawan jenis. Saya pun bertekad untuk memberikan pendidikan/ pengetahuan tentang seksual kepada anak saya nanti dengan cara yang lebih menyenangkan. 

Akan tetapi melihat situasi darurat saat ini dimana semakin banyak usia anak menjadi korban pelecehan, pencabulan, kekerasan, dan rudapaksa membuat saya juga bertanya apakah harus menunggu sampai usia remaja baru anak saya dapat diajak diskusi mengenai seks. Apakah tidak terlalu lama edukasinya? sementara itu saya juga banyak terpapar dengan isu anak yang menjadi korban pelecehan seksual di pekerjaan. 

Belum lama ini saya mendapati cerita bahwa ada anak perempuan usia 5 tahun, ia masih bersekolah di Taman Kanak-Kanak (TK) yang sehari-harinya diantar jemput oleh ojek langganan keluarga ke sekolah namun mengeluhkan ke ibunya bahwa alat kelaminnya sakit, setelah menjalani pemeriksaan medis diketahui anak perempuan tersebut mengalami pencabulan dan miris yang melakukan adalah tukang ojek langganannya setiap perjalanan pulang dari sekolah dengan cara menggesekan jari ke alat kelamin anak perempuan itu entah sejak kapan.

Begitu sakit hati dan menjijikan saya membayangkannya. Tega sekali laki-laki dewasa itu padahal dia sudah mendapat pekerjaan dan kepercayaan dari keluarga anak perempuan tersebut. Apa yang sudah terjadi memang tidak bisa diubah ceritanya. Kesal dan jijik mengetahui cerita itu tidak merubah fakta yang ada, saya hanya bisa mendoakan semoga anak perempuan tersebut dapat segera pulih dan kuat melewati traumanya. 

Pembelajar yang beruntung adalah orang yang dapat belajar dari pengalaman orang lain agar pengalaman buruk orang lain tidak sampai menimpa dirinya pun pengalaman berhasil orang lain dapat mengantarkannya kepada keberhasilan yang diharapkan juga. Berdoa agar diri sendiri maupun orang-orang tersayang terhindar dari orang yang berniat jahat serta situasi membahayakan sudah pasti, namun sebagai orang tua kita perlu menambah wawasan sebagai ikhtiar dalam menjaga putra-putri kita di rumah. 

Sayangnya banyak mitos yang beredar luas bahwa pendidikan seksual hanya tepat didiskusikan oleh suami istri, walaupun diajarkan kepada anak hanya layak disampaikan pada usia remaja adapun yang juga beranggapan dengan mendiskusikan pendidikan seksual semakin mendorong para remaja ingin mencoba aktivitas seksual. Dan yang paling umum saya dengar adalah pendidikan seksual merupakan tugas sekolah bukan orang tua. 

Begitu keliru semua pernyataan di atas, yang saya pahami adalah tanggung jawab orang tua tidak hanya terbatas oleh pemenuhan materi saja, namun pada segala aspek kehidupan anaknya. Sebelum anak masuk pada usia dewasa orang tua yang utama, dan tenaga pendidik sebagai pendukung harus terus merawat, membina, membimbing, dan melindungi agar anak sehat dan sejahtera baik fisik, emosional, intelektual, sosial, dan seksualnya. 

Dimana pemahaman dan pemilihan metode pendidikan seksual yang tepat akan mengantarkan anak menjadi manusia yang mampu menjaga dirinya dari perbuatan-perbuatan yang terlarang dan sadar akan ancaman serta peringatan dari perbuatan amoral serta memiliki pegangan prinsip hidup yang benar dan kuat. 

Setelah saya mencari tahu dari berbagai sumber ternyata pendidikan seksual anak dapat diajarkan sedini mungkin. Pendidikan seks merupakan pengetahuan bagi anak dalam mengenali fungsi tubuh, memahami etika dan norma sosial serta konsekuensi yang diterima dari setiap perbuatan yang dilakukan (Indriati, 2014). Apabila dilakukan tanpa adanya edukasi seks, maka rasa penasaran yang dimiliki anak akan berakibat dalam mengambil keputusan tidak bijaksana saat mengeksplorasi seksualitasnya.

Selain itu manfaat lain memberikan pendidikan seksual kepada anak dapat mencegah anak tidak terkejut saat masuk usia pubertas, dan hal ini bisa mendorong anak menjaga organ reproduksinya, mencegah kehamilan usia dini, mencegah terjadinya pelecehan dan kekerasan seksual, serta mengurangi rasa kurang nyaman, malu, dan kecemasan ketika melakukan tindakan seksual (Indriati, 2014).  

Berk (2013) menyampaikan bahwa setiap tahapan usia anak memiliki cara yang berbeda untuk menjelaskan. Tidak efektif bila memberikan nasihat seperti contoh orang tua saya yang saya sampaikan di awal untuk anak usia lima tahun. Berikut akan saya coba uraikan lebih lanjut cara memberikan pendidikan seks sesuai dengan usia anak: 

  1. Usia 0-5 tahun

  • Membantu anak untuk merasa nyaman dengan tubuhnya. Banyak memberikan sentuhan dan pelukan kepada anak agar mereka merasakan kasih sayang dari orang tua dengan tulus. 

  • Membantu anak memahami perilaku mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan di depan umum, seperti misalnya: setelah mandi harus langsung memakai baju, tidak boleh berlari-larian dalam kondisi tanpa busana apalagi sampai keluar rumah.

  • Mengajari anak dengan gambar yang menarik tentang perbedaan anatomi tubuh laki-laki dan perempuan.

  • Anak harus memahami bagian-bagian tubuh yang tidak boleh dilihat apalagi disentuh oleh orang lain.Membiasakan menyebutkan kata-kata dengan jelas dan benar untuk setiap bagian tubuh, seperti misalnya katakan penis untuk  alat kelamin laki-laki bukan burung atau sebagainya. 

  • Cukup beritahu hal-hal yang ingin diketahui oleh anak dan memberikan dukungan serta suasana kondusif agar anak mau datang kepada orangtua untuk bertanya soal seks.

  1. Usia 6-9 tahun

  • Tetap menginformasikan soal seks meskipun tidak ditanya.

  • Jelaskan nilai-nilai untuk menjaga diri sebagai perempuan dan laki-laki serta cara menghargai perbedaan tersebut.

  • Berikan informasi mendasar tentang masalah seksual seperti misalnya perubahan yang akan terjadi pada anak ketika memasuki masa pubertas nanti.

  1. Usia 10-12 tahun

  • Bantu anak memahami pubertas dengan memberikan penjelasan mengenai menstruasi untuk anak perempuan dan mimpi basah bagi anak laki-laki. 

  • Hargai privasi anak, mengusahakan untuk memberikan dukungan dengan komunikasi terbuka.

  • Bantu anak memahami meskipun secara fisik ia sudah dewasa, namun aspek kognitif dan emosi belum matang untuk melakukan aktivitas seksual berisiko.

  • Beri pemahaman kepada anak bahwa cara mengekspresikan cinta dan kasih sayang tanpa perlu melakukan aktivitas seksual apalagi sampai berhubungan intim.

  • Boleh diskusikan dengan anak terkait alat kontrasepsi.

  1. Usia 13-15 tahun

  • Menanamkan nilai keluarga dan agama.

  • Secara berkala diskusikan kepada anak tentang faktor-faktor yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan hubungan seks.

  • Tegaskan bahwa ada berbagai cara untuk mengekspresikan cinta kepada lawan jenis.

  1. Usia 16-18 tahun

  • Diskusikan dengan anak tentang perilaku seks yang tidak sehat dan ilegal.

  • Menjadi ruang aman bagi anak untuk bercerita apa saja. 

Memberikan pendidikan seksual sejak dini untuk anak adalah senjata penting di tengah situasi genting maraknya kejahatan seksual yang mengancam hari ini. 

REFERENSI:

Berk, L. E. (2013). Child development (9th ed). Singapore: Pearson

Indriati, E. (2014). Anakku sayang! Anakku aman! Menghindarkan anak dari kejahatan seksual.  Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun