Di tengah tekanan hidup modern yang kian kompleks, isu kesehatan mental tak lagi bisa dianggap remeh. Gangguan kecemasan, stres berkepanjangan, dan depresi kini menjadi fenomena global yang juga melanda masyarakat Indonesia, termasuk generasi muda. Banyak pendekatan telah ditawarkan: mulai dari terapi medis, psikologis, hingga spiritual. Salah satu sumber spiritual paling dalam yang bisa dijadikan rujukan adalah Al-Qur'an---khususnya melalui pendekatan tafsir.
Artikel ini ingin mengajak kita melihat bagaimana tafsir Al-Qur'an, khususnya pendekatan tematik (tafsir maudh'i), dapat memberi kontribusi nyata dalam membangun kesehatan mental dan pendidikan karakter yang utuh.
Al-Qur'an: Obat Hati dan Penenteram Jiwa
Dalam QS. Yunus [10]: 57, Allah SWT berfirman:
"Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Al-Qur'an) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman."
Ayat ini menegaskan bahwa Al-Qur'an bukan hanya sebagai sumber hukum atau ibadah, melainkan juga penyembuh hati, termasuk luka-luka batin dan kegelisahan jiwa. Tafsir-tafsir kontemporer seperti Tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka maupun Tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab kerap mengangkat dimensi ini.
Tafsir dan Ketenteraman Hati
Salah satu ayat yang sangat dikenal terkait ketenangan hati adalah QS. Ar-Ra'd [13]: 28:
"Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram."
Dalam penafsiran M. Quraish Shihab (2020), zikir bukan sekadar ritual lisan, tetapi proses internalisasi nilai-nilai spiritual yang mampu meredam kecemasan dan menstabilkan emosi. Artinya, ayat ini tidak hanya menjadi solusi ritual, tetapi juga solusi psikologis.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!