Mohon tunggu...
Farhah Ani Karimatul Akhlaq
Farhah Ani Karimatul Akhlaq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sosiologi UIN Walisongo Semarang

continue to improve our self

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perolehan Suara Pilpres 2024 Jadi Ajang Menggugat Para Elit Politik

5 Mei 2024   21:30 Diperbarui: 5 Mei 2024   22:05 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : Farhah Ani

05 Mei 2024 16:00 WIB

Pemilu 2024 menjadi pemilu terumit sepanjang sejarah politik di Indonesia. Pasalnya, berbagai pro dan kontra menghiasi proses awal hingga pada akhir perolehan suara dalam pemilu 2024. Dalam pelaksanaan pemilu memang sering terjadi pro dan kontra, namun pemilu 2024 kali ini banyak sekali menimbulkan kontroversi di berbagai lapisan masyarakat.

Kontroversi dalam pesta demokrasi pemilu 2024 ini tidak hanya ramai diperbincangkan pada masyarakat biasa. Para elit politik hingga pengamat pendidik pun turun tangan menanggapi hal tersebut. Hal ini terjadi karena berbagai isu negatif dari perolehan suara pemilu 2024 menyebar dengan sangat cepat. Yang paling sering terjadi dan menjadi permasalahan utama dalam pemilu 2024 kali ini adalah pengajuan gugatan hasil pemilu 2024 oleh pihak- pihak yang merasa janggal akan hasil tersebut.

Seperti yang dilakukan oleh pihak kubu paslon 01 (Anies – Muhaimin) dengan pihak kubu paslon 03 (Ganjar - Mahfud) yang melayangkan gugatannya kepada Mahkamah Konstitusi (MK) terkait keputusan pada saat proses pemilihan calon presiden dan wakil presiden (Prabowo – Gibran).


Pengajuan gugatan yang dilakukan oleh kubu paslon 01 dan kubu paslon 03, karena merasa banyak terjadi kejanggalan ketika proses pencalonan presiden dan wakil presiden yakni Prabowo dan Gibran.

Konflik dan Kejanggalan dalam Proses Pencalonan

Artikel milik Fajar Kuala Nugraha (2016) yang berjudul Peran Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Sengketa Pemilu Kepala Daerah (PILKADA), menyatakan bahwa sengketa adalah perbedaan pendapat yang terjadi pada saat pelaksanaan pemilu dan dapat menimbulkan pertentangan maupun perkara baik itu dalam skala besar atau kecil. 

Sengketa pemilu hingga berakibat pada munculnya gugatan dari pihak lain banyak terjadi karena perolehan suara. Dimana calon yang kalah selalu tidak ingin mengakui kemenangan dari calon lain. Namun, pada Pemilu 2024 ini, sengketa yang banyak disorot oleh masyarakat adalah prosesi pada saat pemilihan calon presiden dan wakil presiden yang akan diajukan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Pengajuan gugatan yang terjadi kebanyakan dimaksudkan dan ditunjukkan pada calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka. Pengajuan gugatan yang banyak didaftarkan di Mahkamah Konstitusi ini sebetulnya berkaitan dengan Batasan umur wakil presiden yang juga diatur dan ditetapkan oleh MK.

Banyak pihak yang merasa janggal atas putusan MK 90 yang dirasa telah mengganggu sistem demokrasi yang ada. Pasalnya, pada Keputusan MK Nomor 90/PUU/XXI/2023, dimana dalam putusan tersebut memberikan celah seluruh warga Indonesia yang berusia dibawah 40 tahun, termasuk Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi calon wakil presiden. 

Sebetulnya, hal ini merupakan putusan yang baik karena memberikan kesempatan pada seluruh warga Indonesia yang berusia dibawah 40 tahun untuk menjadi calon wakil presiden. Namun, disisi lain hal ini dinilai janggal karena pengesahan keputusan tersebut yang dinilai terlalu mendadak dan tergesa- gesa jelang pemilu 2024. Para pengamat pendidik dan ahli hukum pun ikut turun tangan menanggapi hal tersebut karena dinilai telah melanggar kode etik pemilu. Tudingan tersebut semakin diperkuat dengan penerimaan pendaftaran paslon 02 yang disetujui oleh KPU.

Pengajuan sengketa atau gugatan atas pemilu 2024 dapat dilakukan paling lambat 3 hari usai pengumuman penetapan perolehan suara pasangan calon/ paslon oleh KPU pada MK. Hingga Minggu, 24 Maret 2024, pukul 00.48 WIB pengajuan gugatan sengketa pemilu 2024 bertambah 144 permohonan PHP anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, 8 permohonan PHP anggota DPD, 2 PHP permohonan Presiden dan Wakil Presiden yang dilakukan oleh pasangan nomor urut 01 (Anies Baswedan dan Muhaimin) dengan pasangan nomor urut 03 (Ganjar Pranowo dan Mahfud MD) telah dicatat oleh Mahkamah Konstitusi.

Peran Mahkamah Konstitusi

Berbagai penyimpangan yang terjadi dalam pemilu 2024 tentu sangat memprihatinkan. Adanya indikasi pelanggaran kode etik pada proses pemilu dinilai telah melukai kepastian hukum dan tatanan demokrasi yang telah menjadi bagian dari bangsa Indonesia. Untuk itu, dalam menanggapi masalah yang muncul akibat adanya indikasi pelanggaran kode etik pemilu, peran Mahkamah Konstitusi sangat dibutuhkan. Mahkamah Konstitusi adalah lembaga yang berwenang dan bertugas untuk menjaga kedaulatan hukum konstitusi di Indonesia, maka peran nya menjadi sangat penting termasuk untuk mencegah adanya kekacauan publik pasca pemilu 2024.

Sebenarnya, untuk mencegah dan menghindari berbagai kekacauan yang terjadi pada saat menjelang hingga setalah pemilu. Mahkamah Konstitusi seharusnya lebih berhati- hati dalam bertindak dan mengambil keputusan baik itu sebelum maupun setelah pelaksanaan pemilu. Keputusan maupun kesepakatan yang dibentuk seharusnya dilakukan peninjauan ulang untuk dampak yang akan ditimbulkan atas putusan yang telah disepakati nantinya. Hal ini ditujukkan untuk menghindari terjadinya pelanggaran dan kekacauan hukum yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun