Mohon tunggu...
Farent B. Sagala
Farent B. Sagala Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - Asisten Rumah Tangga

Manusia yang belajar di jurusan PKn. Saya orangnya sok edgy, sok lucu, hanya soklin pemutih.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jangan Ngajakin Anak Ngomongin Politik Kalau Bacaan Anda Hanya Bermodal Grup Facebook

12 September 2020   20:06 Diperbarui: 12 September 2020   20:05 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya mulai menikmati berita politik dari pengaruh ayah saya. Sejak kelas 6 SD saya sudah diwajibkan untuk menikmati berita politik. Dengan bimbingan ayah saya, saya mulai menyukai dunia politik. Sampai-sampai saya kuliah di jurusan yang setidaknya terdapat mata kuliah Dasar-dasar ilmu politik dengan buku babon Dasar-Dasar Ilmu Politik tulisan Miriam Budiardjo yang memiliki sampul warna biru.

Harapan tentang diskusi politik di meja makan menjadi lebih seru pun muncul. Namun pada prosesnya terjadi banyak hal. Pilkada DKI 2017 yang sarat akan sentimen agama, Pilpres 2019 yang merupakan ajang tumbuh suburnya populisme, dan juga ayah saya yang mulai mengenal sosial media. 

Semuanya tidak lagi sama. Sejak saat itu topik diskusi yang diangkat oleh ayah saya tidak menarik sama sekali. Khilafah, PKI, Kadrun, dan beberapa kata kunci lain---yang saya bisukan di Twitter. Harapan yang sebegitu terang pada awalnya kian redup.

Belakangan saya tahu bahwa topik-topik tersebut didapat ayah saya melalui Facebook. Saat saya secara tidak sengaja membuka Facebook di gawainya, saya melihat beberapa unggahan di grup yang berbeda. Setidaknya ada dua grup. Grup sahabat seorang mantan gubernur, dan juga grup pendukung salah satu menteri. 

Belum lagi fakta bahwa ayah saya sering mengomentari beberapa unggahan berita yang kurang kredibel yang melengkapi keengganan saya untuk turut larut dalam diskusi yang diajukan olehnya.

Saya bingung bagaimana saya harus merespons pada saat ayah saya mengajak diskusi terhadap topik-topik seperti itu dengan bacaan seperti itu. Apabila menanggapi, akan terjadi perpecahan di meja makan alih-alih terjadi diskusi yang penuh diskursus. 

Apabila saya mengkritik pemilihan topik dan juga mempertanyakan bahan bacaan ayah saya, kemungkinan menjadi Malin Kundang sangat tinggi. Maka timbullah pilihan selanjutnya yaitu diam seraya menganggap ayah saya tidak mengatakan apapun. Terdengar tidak menyenangkan namun pilihan terakhir adalah pilihan paling aman.

Politik itu seharusnya menyenangkan karena berbicara mengenai harapan, bukan ketakutan. Khilafah, Kristenisasi, PKI, semuanya adalah isu-isu ketakutan yang dibawa hanya sekedar untuk kepentingan elektoral. Sama seperti hantu, ketakutannya terasa namun wujudnya tak pernah terlihat.

Banyak hal yang lebih menarik untuk dijadikan diskusi. Kondisi geopolitik, kebijakan fiskal, moneter, proses legislasi, dan masih banyak lagi. Terlebih lagi kita tinggal di Indonesia yang tidak pernah berhenti memberikan kita topik untuk dijadikan diskusi.

Apabila informasi yang kita dapat hanya seputar kadrun dan cebong, berarti ada yang salah dengan media yang kita konsumsi. Tidak hanya oleh media tidak kredibel, isu-isu ketakutan kerap kali didengungkan oleh media-media yang kredibel. 

Potret ini menjadi mengkhawatirkan karena menunjukkan media tidak lagi memiliki agenda. Media tidak menyuguhkan topik-topik yang perlu kita baca namun lebih kepada topik-topik yang mendulang klik. Sehingga topik-topik ketakutan selalu diproduksi dan akhirnya selalu sampai kepada kita entah dengan usaha sendiri atau dibagikan di grup WhatsApp dan Facebook.

Hal ini membuat kita harus berusaha lebih keras untuk mendapatkan informasi. Apabila anda memiliki sedikit kelebihan dana, saya menyarankan untuk berlangganan di media-media yang memiliki kredibilitas seperti Kompas atau Tempo untuk mendapat tulisan yang lebih berkualitas. Selain itu terdapat beberapa media alternatif yang menyuguhkan topik-topik yang tidak berada di arus utama seperti Asumsi, Kontekstual, Opini, Conversation, Vice, Tirto, dan masih banyak lagi.

Internet memberikan keuntungan kepada siapapun yang lebih pandai dalam menggunakannya. Sejauh yang saya tahu, anak muda memiliki jam terbang lebih tinggi dari pada orang tuanya dalam menggunakan internet. Oleh karena itu orang tua harus memiliki usaha lebih untuk tetap menghidupkan diskusi di meja makan apalagi dengan anak yang besar kepala. Jangan ngajak anak ngomongin politik kalo bacaan anda hanya bermodal grup Facebook.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun