Mohon tunggu...
Fareh Hariyanto
Fareh Hariyanto Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Klasik

Sedang menempa kanuragan di Jurusan Ahwalusasyhiah IAI Ibrahimy Genteng Bumi Blambangan Banyuwangi

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pencucian Uang dan Nalar Kemanusiaan

6 Oktober 2021   03:55 Diperbarui: 6 Oktober 2021   04:53 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pencucian uang (Adnan/JawaPos.com)

Pencucian uang menjadi salah satu hal yang santer diungkapkan setiap kasus korupsi terkuak. Modusnya beragam mulai yang aktif dan pasif, dengan cara mengalihkan atau menerima uang yang patut diduganya merupakan hasil tindak pidana guna menyamarkan asal usul harta kekayaan.  Apapun caranya tentu hal ini menjadi diskursus untuk bisa menjadi kajian karena berimbas pada kemanusiaan.

Meski payung hukum Indonesia cukup jelas, sebab Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang mengatur secara jelas sanksi hukumnya. Disana bagi pelaku tindak pidana pencucian uang dapat dihukuman penjara paling lama maksimum 20 tahun, dengan denda paling banyak 10 miliar rupiah.

Seiring perkembangan zaman, aturan dan upaya pencucian uang itu pun mulai massif. Tidak hanya bermula dari korupsi uang saja, sesuatu yang diamanahkan namun digunakan secara serampangan juga bias berkaitan dengan pencucian uang. Meski tidak sedikit cara yang digunakan sederhana dan tanpa ada tendensi merugikan dengan maksud akan mengganti diwaktu mendatang.

Pun secara yuridis hukum, hal tersebut bisa tetap dikenakan sanksi pidana, maksud apapun meski dengan tujuan akan mengganti di lain waktu. Selama itu melanggar aturan hukum, tentu ini tetap berdampak pada konsekuensi hukum. Oleh karenanya butuh penyadaran bagi siapapun untuk mengerti mana-mana saja aturan yang berkaitan tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Jadi Konstanta

Dewasa kini praktik yang ditemukan cukup beragam, mulai dari kalangan atas hingga bawah. Dampaknya pun merata, mulai dari besaran rupiah kecil hingga yang takarannya besar. Namun apa pun itu, tentu penyalahgunaan wewenang ini merupakan variable yang  perlu penyadaran agar apa yang terjadi tidak semakin liar.

Premisnya adalah percaya pada seseorang untuk diamanahi suatu hal menjadi konstanta yang harusnya masuk pada logika. Namun, kadang realitanya berbeda, sedikit banyak upaya menghilangkan kepercayaan seseorang. Sebab Pola  yang  dilakukan  para  pelaku  dalam  menikmati,  menyamarkan atau menyembunyikan  hasil  kejahatan  bermacam-macam.

Dilihat  dari  sudut  teori sampai saat ini, terdapat dua cara pencucian uang yaitu cara moderen dan cara tradisional. Walaupun dikatakan bahwa tidak ada dua sistem pencucian uang yang sama, namun pada umumnya proses pencucian uang modern terdiri dari tiga tahap.

Pertama, Placement, ini merupakan tahap pertama, yaitu pemilik uang tersebut menempatkan (mendepositokan) uang hasil jarahannya tersebut ke dalam sistem keuangan. Pada tahapan ini biasanya upaya pelaku mengubah bentuk dari uang hasil
kejahatan yang dikonversi untuk menyembunyikan asal-usul yang tidak sah dari uang itu.

Kedua, Layering merupakan upaya memisahkan  hasil  tindak  pidana  dari  sumbernya,  yaitu tindak pidananya melalui beberapa tahap transaksi keuangan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil placement ke tempat lain melalui serangkaian  transaksi  yang  kompleks  untuk  menyamarkan  dan  menghilangkan jejak dana tersebut.

Ketiga, Integration  yang merupakan  upaya  menggunakan  harta  kekayaan  yang  telah tampak  sah,  baik  untuk  dinikmati  langsung,  diinvestasikan  ke  berbagai bentuk  kekayaan  materil  atau  keuangan,  dipergunakan  untuk  membiayai kegiatan bisnis yang sah, maupun untuk membiayai kembali tindak pidana.

Bentuk Pengawasan

Hemat penulis, dalam melakukan pencucian uang, pelaku tidak terlalu mempertimbangkan  hasil  yang  diperoleh  dan  besarnya  biaya  yang  harus dikeluarkan,  karena  tujuan  utamanya  adalah  untuk  menyamarkan  asal usul uang sehingga hasil  akhirnya dapat dinikmati dan digunakan secara aman

Ketiga langkah itu dapat terjadi dalam waktu bersamaan. Langkah-langkah tersebut dimaksudkan untuk  menempatkan  dana  illegal  ke  dalam  sistem  keuangan,  dengan  tujuan agar tidak mengundang kecurigaan dari pihak yang berwenang. (Yenti  Garnasih; 2016).

Perlu juga ditekankan di sini bahwa hasil kejahatan tidak harus  uang,  yang  namanya  hasil  kejahatan  bisa  berbentuk  apa  saja,  sepanjang ada nilai ekonomis dan oleh karenanya dalam peraturan perundangan dikatakan sebagai  harta  kekayaan  bukan  sekedar  uang.  

Pun dalam  tindak  pidana  pencucian uang  terdiri  dari  kejahatan  asal yang  kemudian  hasil  dari kejahatan asal itu dilakukan perbuatan apapun, seperti ditransfer, dibelanjakan, dihadiahkan atau ditukarkan.

Tren kejahatan pencucian uang, saat ini selalu berterkaitan dengan adanya korelasi yang sangat kuat antara  berbagai  bentuk  kejahatan  terutama  kejahatan-kejahatan bermotif ekonomi dengan harta kekayaan hasil kejahatan yang seharusnya diselesaikan secara simultan dalam proses penegakan hukum. Seiring  meningkatnya, perlu penyadaran hukum yang tegas sehingga dapat meminimalisir  kejahatan bidang ekonomi semakin meningkat pula.

Terakhir, butuh keseriusan untuk saling mengawasai segala bentuk penggunaan dana yang berpotensi menjadi Tindak Pidana Pencucian Uang. Bentuk pengawasan ini tidak melulu secara holistik dilakukan oleh pihak pemangku kebijakan. Namun masyarakat sebagai lingkaran utama perlu berperan aktif dalam pengawasan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun