Mohon tunggu...
Muhamad Fardhansyah
Muhamad Fardhansyah Mohon Tunggu... Freelancer - Masih Belajar

Masih belajar Antropologi. Pola pikir induksi yang diadaptasi dari socrates, menghasilkan pandangan yang lebih holistik dari berbagai macam perspektif.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bias Privat dan Publik, Apakah Saat Ini Kita Memiliki Privasi?

3 Juli 2022   23:40 Diperbarui: 30 Agustus 2022   22:42 732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkembangan jaringan komunikasi saat, ini tidak hanya sebatas antara hubungan satu individu dengan individu lainnya, seperti layaknya berkomunikasi menggunakan telepon, ataupun pesan singkat. Perkembangan saat ini jauh melesat, melampaui penemuan alat komunikasi pertama sejak abad ke 19.

Mengingat komunikasi begitu penting, berkembanglah telepon genggam pada akhir abad ke 20 yang pada awalnya hanya untuk mengakomodir kebutuhan beberapa orang saja. Dalam beberapa tahun kemudian justru sudah menjadi bagian dari kehidupan setiap orang.

Pada akhir abad ke-20 jika seseorang hanya dapat menyampaikan gagasannya berupa tulisan saja, dengan kemajuan teknologi saat ini seseorang dapat merekam aktivitasnya dalam bentuk foto ataupun video.

Tetapi tanpa disadari, kemajuan tersebut tidak sepenuhnya bersifat positif. Misalnya, ruang privasi seseorang tanpa sadar semakin tergerus oleh tuntutan publik, banyaknya orang yang menyebarkan kegiatan sehari-harinya, bahkan sampai informasi-informasi penting yang seharusnya tidak diketahui oleh publik.

Sedangkan publik saat ini semakin ingin mengetahui kegiatan-kegiatan orang lain melalui unggahan-unggahan yang tersebar di sosial media, misalnya melalui fitur live di Instagram ataupun streaming di Youtube. Berakibat pada banyaknya peretasan-peretasan seperti pencurian data pribadi untuk kemudian diperjual belikan.

Jika dahulu ranah privat dan publik sangat benar-benar terpisah, saat ini kedua ruang tersebut sudah kabur. Terlebih dengan kemajuan teknologi yang mendukung perkembangan algoritma, Saat ini terkadang algoritma lebih mengetahui ketimbang diri kita sendiri, mulai dari bangun tidur hingga menjelang tidur.

Pertama-tama mari kita refleksikan cara kita menggunakan sosial media saat ini. Seperti, seberapa sering kita mengunggah kehidupan pribadi kita ke sosial media, mulai dari bangun tidur, pekerjaan, hingga waktu bersama keluarga. Mungkin tak sedikit dari kita mengunggah hal-hal yang bersifat privat, layaknya menggunakan fitur close friend yang terdapat pada Instagram.

Tentu setiap orang memiliki pandangannya masing-masing dalam bersosial media. Contoh diatas menggambarkan bahwa sudah tidak ada batas antara apa yang bersifat privat dan publik, hal-hal yang bersifat privat justru sudah menjadi konsumsi publik.

Sejarah Singkat Ruang Privat dan Publik

Istilah privat dan publik pada awalnya muncul dalam masyarakat Yunani yang kemudian membaik pada hukum Roma Kuno. Istilah publik pada hukum Roma Kuno dipahami sebagai urusan dan kepemilikan bersama sedangkan istilah privat lebih merujuk kepada hak-hak istimewa yang dimiliki sebagian orang (Habermas, 1989).

Secara singkat, kita dapat melihat kehadiran ruang publik pada kebebasan berpendapat yang dimiliki oleh setiap orang, layaknya seni yang dapat dinikmati oleh banyak orang. Jika dahulu hanya orang-orang tertentu saja yang dapat menyampaikan gagasannya kepada publik, saat ini seseorang dapat secara terbuka menyampaikannya melalui media sosial.

Berbeda dengan ruang privat yang dimiliki seorang individu ataupun kelompok saja. Contohnya seperti kehidupan pribadi seseorang yang seharusnya tidak boleh dicampuri oleh publik, ataupun lingkup komersial seperti korporasi atau unit bisnis.

Ruang publik pada dasarnya mendorong partisipasi setiap lapisan dalam masyarakat, seperti kemunculan kedai kopi pada akhir abad ke-17 di Inggris sebagai wadah bagi masyarakat yang tidak dapat memasuki ruang-ruang privat seperti parlemen, istana dan media komersial.

Kemudian berkembangnya ruang publik yang ditandai oleh kemunculan Pers yang menghimpun aspirasi dari masyarakat, dan juga jika dahulu karya sastra hanya bisa diciptakan dan dinikmati oleh segelintir orang saja, pada waktu kemunculan pers tersebut setiap orang sudah dapat mulai menciptakan karya mereka sendiri.

Semakin terbukanya kesempatan masyarakat dalam beraspirasi dan berekspresi, semakin terbuka lebar pula kesempatan bagi mereka dikenal oleh publik. Seperti banyaknya sastrawan atau seniman yang lahir pada masa ini memunculkan tokoh-tokoh baru dalam masyarakat, yang tidak hanya sebatas dari kalangan atas saja.

Oleh karena itu, saat ini orang yang muncul di media tidak jauh dari mereka yang memiliki status di masyarakat. Khususnya mereka yang memiliki citra di masyarakat entah karena fisik, kekayaan ataupun prestasinya.

Orang-orang tersebut secara umum dikenal sebagai ‘publik figur’, yakni memperoleh pengakuan di hadapan masyarakat. Istilah ini muncul pada abad pertengahan yaitu ketika raja berdiri di hadapan rakyat, ia adalah sebuah 'pertontonan kepublikan' yang merupakan wujud perbedaan status di antara mereka (Habermas, 1989).

Bias Ruang Privat dan Ruang Publik Saat ini: Sebuah Refleksi

Saat ini, media sangat berperan untuk menetapkan seseorang adalah publik figur atau bukan. Sebab, istilah ini tidak lagi memiliki definisi yang sama seperti dahulu. Asalkan seseorang dapat mempengaruhi atau membuat mata masyarakat tertuju pada orang tersebut, tentu orang tersebut bisa saja merupakan publik figur.

Asalkan orang tersebut menjadi pusat perhatian, status publik figur dapat tersemat kepadanya serta istilah-istilah lainnya seperti tokoh public, influencer ataupun selebritis.

Sayangnya istilah publik figur semakin rancu, sebab dapat berkonotasi negatif dan seseorang rela melakukan apa saja untuk mendapatkan status tersebut. Diiringi oleh kemajuan teknologi, seseorang sangat dengan mudah melakukan apa saja untuk di ketahui publik. Oleh karena itu kita sering mendengar istilah ‘settingan’ untuk meningkatkan popularitas secara sesaat

Jika dahulu, media sangat sulit untuk dimasuki oleh masyarakat umum. Saat ini orang dengan mudah menyalurkan aspirasinya melalui media alternatif secara mandiri yang tidak dibatasi oleh korporasi media besar.

Khususnya bagi seorang publik figur yang dengan membuat sebuah sensasi negatif demi popularitas sesaat sudah menjadi hal yang lumrah saat ini. Asalkan yang dilakukan oleh seseorang dapat meningkatkan popularitas hal tersebut dapat dimaklumi, meskipun pada akhirnya dapat menciptakan ketidakstabilan dalam masyarakat.

Sebab, seorang publik figur setidaknya memiliki kelompok pengikutnya dan dapat mempengaruhinya. Sudah menjadi konsekuensi, hidup seorang publik figur tidak memiliki batasan privasi terhadap dirinya sendiri.

Hal-hal tersebut mungkin sangat relevan jika kita kaitkan dengan novel 1984 dari George Orwell dimana seseorang dipaksa untuk tidak memiliki kehidupan privat, tetapi saat ini justru seseorang secara suka rela melepaskan kehidupan privat tersebut.

Seperti yang dikatakan oleh seorang kriminolog dari Norwegia Thomas Mathiesen yang mengatakan masyarakat saat ini sudah membentuk sebuah ‘viewers society’ dimana perubahan yang membuat seseorang secara sukarela berada dalam pengawasan orang lainnya.

Kebebasan berekspresi tentu menjadi sisi positif dari ‘viewers society’ saat ini, yang membuat seseorang dapat dengan mudah menjadi sosok publik figur baru. Tetapi sisi positif tersebut juga beriringan dengan dampak negatif yang ditimbulkannya.

Diantaranya adalah kesenjangan antara si miskin dan si kaya akibat maraknya konten berbau kemiskinan yang ramai peminat, serta tidak dapat dipungkiri meningkatnya kriminalitas yang membuka celah bagi pelaku kejahatan untuk mengetahui kehidupan pribadi seseorang.

Oleh karena itu, Mathiesen mengatakan 'viewers society' merupakan topeng dari kebebasan saat ini yang tidak selamanya baik. Tidak sedikit orang yang terjerat olehnya, jejak digital yang abadi tersebar luas. Masih adakah kehidupan privat saat ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun