Mohon tunggu...
Muhamad Fardhansyah
Muhamad Fardhansyah Mohon Tunggu... Freelancer - Masih Belajar

Masih belajar Antropologi. Pola pikir induksi yang diadaptasi dari socrates, menghasilkan pandangan yang lebih holistik dari berbagai macam perspektif.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gotong Royong sebagai Bentuk Solidaritas Baru di Tengah Pandemi Covid-19

15 Juli 2021   14:39 Diperbarui: 15 Juli 2021   18:48 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia tengah menghadapi gelombang kedua pandemi Covid-19 sejak ditemukannya corona varian Delta yang lebih cepat menular. Dilansir dari Kompas, 4 Juli 2021, penelitian Public Health England menggambarkan betapa cepat menularnya varian ini dengan perumpamaan satu orang yang terinfeksi varian delta akan menularkan kepada 6 orang lainnya.

Seperti yang diketahui, varian delta ini menyebabkan tsunami corona yang menimpa India dengan pemandangan yang sangat mengerikan. Masyarakat mengantri oksigen, banyak korban berjatuhan dan fasilitas kesehatan yang kolaps. Pada akhirnya, ada warga India yang menghindari tsunami corona dengan pergi ke luar negeri, termasuk ke Indonesia. Tetapi celakanya, pemerintah seakan-akan kebobolan karena tidak ada pengetatan di pintu masuk seperti screening dan aturan karantina yang mengikat bagi WNA.

Alhasil kasus Covid-19 di Indonesia meledak dan luput dari perkiraan pemerintah. Dari situs covid19.go.id dapat dilihat, pada 8 Juni 2021 tercatat penambahan 6.294 kasus baru positif Covid-19, selang sebulan hingga 8 Juli 2021 kasus melonjak naik menjadi 38.391 kasus baru. 

Lalu, Apa yang dilakukan oleh pemerintah?

Dahulu kita mengenal kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) sebagai langkah dalam menangani pandemi Covid-19. Kemudian, kita disambut dengan slogan “new normal” sebagai era untuk beradaptasi terhadap pandemi ini dengan harapan kasus akan terus stabil dan teratasi hingga target vaksinasi selesai.

Aktivitas masyarakat seakan-akan sudah bisa berjalan seperti biasa dengan catatan “new normal”, tetapi terkadang suatu konsep tidak berjalan mulus dalam penerapannya. Hingga pada akhirnya muncul corona varian Delta yang membuat new normal merupakan bayang-bayang utopis saja, bahwa Covid-19 tidak dapat disepelekan.

Pemerintah saat ini menetapkan kebijakan yang hampir serupa dengan PSBB, yakni PPKM (Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) yang biasanya diikuti dengan kata “Mikro” dan ditemui di unit terkecil dalam masyarakat seperti di sekitar lingkungan RT. Tetapi saat ini PPKM tersebut berlaku secara “Makro” atau dikenal sebagai PPKM Darurat Jawa-Bali yang berlaku 3-20 Juli 2021.

Jika kita melihat esensi dari PPKM Mikro yang diberlakukan sebelumnya, kebijakan ini membuat upaya mitigasi Covid-19 dilakukan mulai dari unit terkecil masyarakat. Contohnya, jika masyarakat merasakan gejala terpapar Covid-19 mereka dapat melapor ke RT setempat. Semua koordinasi dimulai dari tingkat terkecil dalam masyarakat, upaya mitigasi dilakukan melalui kebijakan masing-masing wilayah.

Seperti yang terjadi di Desa Tambakrejo, Kabupaten Malang. Saat PPKM Mikro diberlakukan, masyarakat secara sadar membantu tetangganya yang merasakan gejala positif Covid-19 dengan suplai kebutuhan pokoknya. 

Jadi dengan adanya lonjakan kasus positif Covid-19 saat ini apakah PPKM Mikro tersebut masih terjadi?

Tentu saja masih, bahkan meningkat. Ketika pemerintah kolaps menangani pandemi Covid-19, masyarakat turut andil membantu sesamanya. Banyak dilihat contoh kasus gotong royong seperti pembagian makanan gratis bagi mereka yang melakukan isolasi mandiri, penyediaan tempat isolasi mandiri bagi yang tidak dapat dilakukan di rumahnya karena lingkungan yang padat. Bahkan kegiatan gotong royong ini semakin terorganisir.

Dibantu dengan kemajuan teknologi saat ini banyak bermunculan platform inisiatif masyarakat untuk membantu pasien Covid-19. Seperti adanya “Gerakan Solidaritas Sejuta Tes Antigen” yang juga menyediakan tabung oksigen mengingat stok oksigen semakin langka, kemudian situs “wargabantuwarga.com” yang menyediakan informasi seputar Covid-19 bersumber dari dokumen yang dikumpulkan secara sukarela melalui relawan lapangan. Dan masih banyak lagi.

Munculnya gerakan gotong royong tersebut merupakan sebuah bentuk solidaritas di tengah pandemi Covid-19 saat ini. Seperti yang diketahui bahwa pandemi Covid-19 merupakan sebuah krisis global. Aspek yang mencolok dari adanya krisis global adalah munculnya solidaritas, solidaritas tersebut dapat bermacam-macam seperti tindakan untuk saling membantu yang terus meningkat. 

Rebecca Solnit dalam bukunya A Paradise Built in Hell (2009) membahas mengenai solidaritas tersebut, sebagai solidaritas krisis. Seperti solidaritas berbentuk “gotong royong” yang dijelaskan menggunakan pengertian “mutual aid”, mengacu pada hubungan timbal balik antara pemberi dan penerima karena faktor keresahan yang sama dan ingin berbagi satu sama lain.

Kemudian Solnit juga mengatakan bahwa “mutual aid” berasal dari teori filsafat politik “anarchism”. Dalam bahasa Yunani itu berarti, “ketidakhadiran negara”. Oleh karena itu ketika pemerintah kewalahan menangani pandemi Covid-19 saat ini, ada ruang-ruang dimana masyarakat justru berinisiatif untuk bergerak membantu satu sama lain.

Berdasarkan penjelasan diatas, sangat relevan jika kita melihat munculnya fenomena gotong royong dalam masyarakat di tengah pandemi Covid-19 dan muncul pada ruang-ruang yang tidak tergapai oleh pemerintah.

Perlu diingat bahwa gotong royong saat ini terbentuk sebagai bagian dari pilihan yang diambil oleh seseorang untuk peduli terhadap sesama. Oleh karena itu solidaritas (solidarity) sangat berbeda dengan amal (charity). Charity begitu vertikal, tetapi solidarity bersifat horizontal, bersumber dari adanya krisis bersama yang harus dihadapi, seperti pandemi Covid-19.

Pada akhirnya, cita-cita semangat gotong royong, akan muncul terus-menerus sampai pandemi Covid-19 ini berakhir. Solidaritas menegaskan bahwa kita bersama-sama dalam suatu kondisi, dan saling membantu menunjukkan bahwa kita memiliki kekuatan dan kapasitas untuk melewati kondisi tersebut hingga akhir. Dengan harapan, ketika solidaritas dalam masyarakat telah muncul, pemerintah tidak hanya diam dan justru harus menjadi aktor yang bertanggung jawab atas munculnya solidaritas tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun