Mohon tunggu...
Farchani Assih Pradilla
Farchani Assih Pradilla Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Politeknik Keuangan Negara STAN

Mahasiswi Politeknik Keuangan Negara STAN 2021 Program Studi: D-IV Manajemen Keuangan Negara (Manajemen Penerimaan Negara)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pengenaan PPN 11% terhadap Jasa Pelayanan pada Teknologi Finansial

24 Juli 2023   12:32 Diperbarui: 24 Juli 2023   12:36 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pungutan PPN pada penyelenggara fintech juga dapat berkontribusi dalam meningkatkan kesadaran pajak dan kepatuhan. Dengan membuat penyelenggara fintech bertanggung jawab untuk memungut dan melaporkan PPN, hal ini memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk lebih memahami pentingnya kewajiban pajak dalam mendukung pembangunan negara. Selain itu, hal ini juga mendorong kepatuhan perusahaan dan pengguna layanan fintech terhadap kewajiban perpajakan. 

Kontroversi PPN atas biaya jasa Fintech sebagai pihak yang memfasilitasi transaksi

Penggunaan e-money atau uang elektronik semakin meluas dalam kehidupan sehari-hari. Fintech atau perusahaan teknologi keuangan telah memainkan peran penting dalam memfasilitasi transaksi menggunakan e-money. Namun, baru-baru ini, muncul kontroversi seputar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dikenakan atas biaya jasa yang dibebankan oleh fintech saat melakukan top up e-money. 

PPN adalah pajak konsumsi yang diterapkan pada barang dan jasa di banyak negara, termasuk di Indonesia. Saat ini, ada perdebatan tentang apakah biaya jasa yang dikenakan oleh fintech sebagai pihak yang memfasilitasi transaksi top up e-money harus dikenakan PPN atau tidak. 

Pendukung penerapan PPN berargumen bahwa fintech, sebagai perusahaan yang mendapatkan keuntungan dari transaksi top up e-money, seharusnya bertanggung jawab untuk membayar PPN atas biaya jasa yang mereka bebankan kepada pengguna. Mereka berpendapat bahwa fintech seharusnya tidak terkecuali dari kewajiban membayar PPN seperti bisnis lainnya. Ada juga pendapat yang berargumen bahwa pengenaan PPN pada top up e-money adalah langkah yang wajar. E-money telah menjadi alat pembayaran yang semakin populer dan digunakan secara luas oleh masyarakat. Dengan memasukkan pengisian ulang e-money ke dalam kategori transaksi yang dikenakan PPN, pemerintah dapat mengoptimalkan potensi pendapatan dari sektor ini. 

Meskipun pengenaan PPN pada top up e-money bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara dan memperkuat basis pajak, kebijakan ini menuai beragam tanggapan dari masyarakat. Beberapa pengguna merasa keberatan dengan pengenaan PPN tersebut, karena mereka menganggap e-money sebagai alternatif yang lebih efisien dan aman untuk bertransaksi tanpa harus membawa uang tunai. Pengenaan PPN dapat dianggap sebagai beban tambahan yang harus mereka tanggung. 

Di sisi lain, penentang penerapan PPN pada biaya jasa fintech berpendapat bahwa e-money sendiri sudah dikenakan PPN saat dibeli atau diisi ulang. Mereka berpendapat bahwa membebankan PPN atas biaya jasa fintech akan memberikan beban tambahan kepada pengguna dan mungkin dapat mengurangi minat masyarakat dalam menggunakan e-money. 

Pemerintah, sebagai regulator, juga terlibat dalam perdebatan ini. Pemerintah perlu mempertimbangkan dampak dari kebijakan PPN terhadap industri fintech dan adopsi e-money di masyarakat. Pengenaan PPN pada biaya jasa fintech dapat memiliki konsekuensi seperti peningkatan biaya bagi pengguna dan potensi penghambatan pertumbuhan industri fintech. 

Selain itu, ada juga isu mengenai konsistensi dalam penerapan PPN pada industri fintech. Beberapa jenis transaksi finansial seperti transfer antar bank dan penjualan saham saat ini tidak dikenakan PPN. Pertanyaannya adalah apakah biaya jasa fintech harus diperlakukan dengan cara yang sama atau ada pertimbangan khusus yang harus diambil dalam konteks fintech. 

Untuk mencapai keputusan yang tepat, pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk dampak ekonomi, perlindungan konsumen, dan perkembangan teknologi keuangan di masa depan. Kebijakan PPN yang diterapkan harus sejalan dengan tujuan pemerintah untuk mendorong inklusi keuangan, inovasi teknologi, dan kemudahan dalam bertransaksi. 

Dalam situasi yang terus berkembang, penting untuk melibatkan berbagai pemangku kepentingan, seperti pemerintah, fintech, dan konsumen, dalam diskusi untuk mencapai kesepakatan yang adil dan seimbang. Penerapan PPN pada biaya jasa fintech dalam top up e-money adalah isu yang kompleks dan perlu diperhatikan secara seksama untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan semua pihak yang terlibat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun