Mohon tunggu...
Farah Rizki
Farah Rizki Mohon Tunggu... -

tukang koreksi, blogger musiman, editor typo.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Pemuda Populer dan Cerita yang Berputar di Kepala

21 Maret 2016   22:38 Diperbarui: 21 Maret 2016   22:49 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini saya sedang tertarik pedekate dengan pemuda populer pada masanya, setelah kepo sama Mas Rudy, lalu kenalan sama cucu Mbah Hasyim, kemarin saya baru saja ngintip kehidupan Mas Kusno.  Masing-masing punya kepribadian yang jauh berbeda. Ada yang pendiam, ada yang hobinya pergi ke bioskop, ada yang demen banget merayu dan ‘lemah’ terhadap wanita. Kesamaan dari ketiganya adalah, mereka semua “anak mama”, suka baca, dan punya cita-cita besar. Mereka baru segelintir dari daftar pemuda populer pada masanya yang masih panjang.

Membicarakan mereka malah membuat saya teringat dengan Kelas Inspirasi Jakarta 3 yang saya ikuti kira-kira dua tahun lalu. Kelas Inspirasi saya yang pertama.

Jika yang lain punya cita-cita mulia untuk ikut urun melunasi janji kemerdekaan, alasan saya tertarik ikut-ikutan di Kelas Inspirasi adalah: rasa bosan hari-hari hanya mengitari tenggat, ketemunya cuma sama PC dan abang bubur yang setia menunggu tiap sarapan. Rasa-rasanya kok hidup saya cuman selebar kubikel kantor.

Monoton. Tidak berfaedah.

Saya yang nggak gampang dekat dengan anak-anak dan nggak sabaran kalau disuruh ngajarin, nekat sok iye pakai nametag: inspirator. Weidyan. Saya langsung merasa keren. Padahal di otak nggak tahu banget mau ngenalin profesi apa. Iya, saya punya kerjaan, tapi, menjelaskan dan menggambarkan profesi saya ke teman saja kadang saya kesulitan, apalagi ini saya harus menjelaskan di depan anak-anak.

Awalnya dilema, mau mengenalkan profesi apa; antara editor atau penulis. Mengingat editor adalah profesi ninja (yang perannya  agak nggak keliatan) ditambah predikat saya sebagai editor typo, untuk kemaslahatan editor se-Indonesia saya memilih untuk memperkenalkan profesi penulis (amatir, yang hanya bermodal buku sebiji). Profesi yang sama sekali nggak seksi di depan anak-anak SD, profesi yang kalah bersaing dengan polisi, pramugari, guru, dan cita-cita semua anak: dokter.  :”). Setidaknya mendeskripsikan penulis tak seninja memperkenalkan profesi editor buku. 

Asumsi saya.

Bayangkan jika saya harus memperkenalkan profesi editor: Tukang cari-cari kesalahan, tukang ngoreksi, orang yang hobi pake bolpen yang warnanya kata bu guru nggak sopan (baca: merah).

Kok malah terdengar sebagai profesi menyebalkan yang sebaiknya dihindari, ya.

Lalu apa hubungannya dengan ketiga pemuda populer yang  disebut tadi? Saya pernah memakai gambar mereka sebagai inspirasi untuk memperkenalkan profesi saya. Sukarno, Gus Dur, dan Habibie, yap, semuanya adalah penulis. Saya pikir, dengan memperkenalkan mereka lewat pahlawan yang sudah mereka tahu, akan membuat saya lebih mudah. 

Lagi-lagi ini asumsi saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun