Mohon tunggu...
Farah Aliyah Syahidah
Farah Aliyah Syahidah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Long life learner

Pembelajar yang berkecimpung di dunia psikologi pendidikan, literasi, bisnis dan kerelawanan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mindset dan Depresi

5 Juni 2022   18:37 Diperbarui: 5 Juni 2022   18:43 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Kita sering menilai yang gagal adalah kita, sebagai manusia. Padahal kegagalan hanya sebuah peristiwa, yang tentu saja jika kita mau merenung, belajar dari kegagalan tersebut kita dapat meminimalisasinya dimasa yang akan datang.

Penulis sedikit menceritakan pengalaman penulis ketika tiba di fase yang sangat tidak rasional, merasa stres, cemas, gemetaran bahkan berdampak sakit GERD dengan gejala mual, panas, diare hebat dan tidak bisa duduk atau berdiri selama satu minggu, harus makan bubur halus karena penulis saat itu sangat stres mengalami kegagalan saat mengikuti lomba debat. 

Sebelum mengikuti lomba itu, penulis sudah sering dilabel sebagai "anak pintar" oleh orang di sekitar penulis baik dari teman sebaya, dosen, kakak tingkat.

Banyak dari mereka yang memberikan ekspektasi tinggi pada penulis sehingga penulis tidak dapat membedakan realita dan ilusi, bahkan wakil dekan memberikan amanah untuk minimal juara 3 karena jika tidak juara maka penulis tidak akan mendapatkan pendanaan lagi.

Kegagalan itulah yang membuat penulis sangat terpukul, penulis merasa sangat gagal, tidak berguna, malu bertemu dosen di kampus karena kalah, penulis berpikir apa yang mereka ekspektasikan tidak sebanding dengan kemampuan penulis. 

Penulis terus menyalahkan diri sendiri selama beberapa waktu. Sampai dititik penulis selalu gemetaran di kampus dan menangis karena terus menerus kejadian itu, penulis memutuskan untuk konsultasi ke konselor kampus mengenai keadaan penulis. 

Konselor itu memberi saran agar penulis menghapus kata "harus" dalam pikiran penulis, "harus menang", "harus juara", "harus baik", dan harus-harus lainnya. Pola pikir itulah yang membuat penulis sangat tertekan hingga sesak.

Namun, saat itu penulis tidak mengerti maksud perkataannya, jadi penulis hanya mengiyakan dan berlalu sampai suatu hari penulis menemukan buku self theories yang mengubah mindset penulis total tentang kegagalan. 

Semenjak penulis merintis di dunia bisnis dan belajar pada beberapa bisnis mapan di kota penulis, penulis banyak belajar bahwa kegagalan adalah sebuah proses belajar. 

Penulis pun akhirnya sadar bahwa fixed mindset itu tidak hanya mencelakakan pikiran, namun emosi, kognitif bahkan sisi biologis penulis. Setelah banyak membaca buku self improvement dan merenung, penulis memulai bisnis dengan mindset "Justru kesalahan dan kesulitan sangat membantu pertumbuhan dan konektivitas otak. Jika kita tidak melakukan kesalahan atau kesulitan, kita tidak akan pernah belajar." 

Alhamdulillah dalam satu tahun, bisnis penulis cukup berkembang, mendapat dua pendanaan, satu dari kampus dan satu nasional. Bisnis penulis juga sempat mengikuti beberapa pameran kota bersama wirausaha lainnya.

Meski hikmah selalu datang terlambat, tapi penulis bersyukur pernah mengalaminya. Semoga bermanfaat, readers. Semangat berpetualang!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun