Mohon tunggu...
faqih alfadlil
faqih alfadlil Mohon Tunggu... Guru - Penyair Malam

Saya ingin menjadi orang yang bermanfaat bagi banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Sepenggal Cerita di Jogja

4 Januari 2023   06:54 Diperbarui: 4 Januari 2023   07:01 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak sesuai dengan ekspektasi hidup. Mimpi tinggi dan muluk itu ternyata tidak terjadi saat ini. Pastinya belum. Keyakinan diri untuk bisa meraih mimpi berkeliling dunia masih belum redup. Yakinlah, setiap usaha akan tetap ada hasilnya.

Luar negeri belum digapai. Saat ini terdampar di sebuah kota yang bernama "Jogja". Sebuah tempat yang disebut kota pendidikan. Banyak sekali kampus, sekolah, dan para ilmuwan hebat berkumpul di sana. Akses bertemu dengan orang-orang pintar lebih mudah.

Setelah sekian banyak kampus yang menolak, UMY bersedia menerima. Walau cukup mengeluarkan banyak biaya. Sebab, pada hakikatnya pendidikan itu mahal. Dan itu sepertinya wajar-wajar saja. 

Memulai kegiatan denga seragam merah, khas jas almamater kampus Muhammadiyah. Tebal, keras, dan nampak gagah. Namun, sebelum sampai di kampus. Ada kisah sederhana selama perjalanan dengan Bus Patas jurusan Surabaya - Jogja. 

Perjalanan dimulai jam 8 pagi. Sampai terminal Giwangan sekitar siang. Harus sampai ke kampus untuk menyetorkan berkas sebelum tutup. Sebab, dari pertigaan ke kampus, tidak ada bus atau angkot lewat. Yang ada hanya ojek dengan membayar 30rb. So, lebih baik jalan kaki untuk mengirit. 

Singkat cerita sudah selesai mengurus berkas. Saatnya menikmati malam di alun-alun Jogja. Melihat gemerlap malam di sana. Orang-orang ramai bersenda gurau. Kebetulan ada "Ketoprak". 

Itu istilah yang berbeda jika kita bawa itu ke Jakarta dan sekitarnya. Ketoprak di Jawa bukanlah nama makanan, melainkan sebuah drama atau teater khas Jawa. Menggunakan Bahasa Jawa tingkat tinggi yang saya sendiri sebagai orang Jawa dan biasa berbicara Bahasa Jawa, sukar untuk memahaminya.

Cerita tentang asmara di sebuah kerajaan. Cinta yang dipaksa sehingga berakhir dengan saling bunuh antara dua pria. Dan seterusnya sampai selesai. Pengalaman pertama kalinya mendengarkan drama atau teater seperti itu. Sangat ramai penontonnya. Hingga waktu sudah menunjukkan 10 malam.

Saya kira, masjid di daerah Jogja itu terbuka seperti di kampung halaman saya, Lamongan. Ternyata dikunci semua. Saya awalnya santai bakal bisa tidur di masjid. Eh, ternyata berakhir tidur di pinggir jalan. Tepatnya dekat dengan masjid Gadhe. Ada bangku kosong pinggir jalan. Tubuh pun menikmati angin malam di sana sampai jam 4 pagi. Hingga tergeletak di masjid Gedhe setelah shalat subuh.

Cerita sesungguhnya adalah setelah berada di sebuah kos daerah Bantul. Awal-awal menjalani kuliah terasa biasa saja. Seakan semuanya terlihat wajar dan mudah. Namun lama kelamaan diri ini agak mulai terusik bila pulang ke kos. Sebab, hampir setiap saat teman-teman satu kos merokok dan memainkan gitar sambil menyanyikan lagu-lagu yang saya sendiri tidak tau apa itu. Itu masih fine. 

Juga beberapa di antara mereka memiliki paham ateis (tidak percaya dengan konsep ketuhanan) dulunya, hingga menjadi agnostic (tidak percaya dengan konsep agama). Setiap hari berbincang soal itu. So, bisa dinilai kualitas ibadahnya. 

Setiap malam sabtu dan malam ahad, mereka pesta anggur. Di minum seperti biasa. Dan beberapa di antara mereka ada yang mulai narkoba. Saya sudah berpikiran tidak beres. Sepertinya bukan tempat seperti ini yang saya butuhkan. Seakan Allah menegur, "Kamu harus belajar agama lebih dalam".

Akhirnya saya putuskan untuk berhenti kuliah di Jogja dengan pergaulan yang seperti itu. Tapi, jangan menggeneralisasikan bahwa Jogja semuanya seperti itu. Tidak. Kebetulan saya dapat situasi yang demikian. 

Sebenarnya ada satu lagi cerita romansa anak muda ketika berpetualang ke Boyolali. Hanya saja itu cerita kosong. Cuma soal surat yang tak sampai. Tidak penting. 

Barang-barang sudah siap. Ingin segera cepat meninggalkan tempat itu. Menikmati obrolan ringan sebelum berangkat pergi, saya menemukan satu fakta. Ternyata, pemilik kos adalah seorang mafia. Satu hal yang membuat langkahku semakin terburu-buru. 

Tiket kereta api sudah di tangan. Jaket hitam merek Respiro setia menemaniku berkelana. Keringat menetes di kening kepala. Muka sudah penuh dengan minyak. Membayangkan menjadi orang besar suatu saat nanti. 

Tujuan selanjutnya adalah BOGOR. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun