Jogja sebenarnya memiliki potensi besar untuk menjadi kota yang ramah bagi pejalan kaki. budaya masyarakat Jogja relatif santai. Apalagi Jogja dikenal sebagai kota pelajar, tempat berkumpulnya anak-anak muda yang sadar pentingnya gaya hidup sehat dan ramah lingkungan. Namun, potensi itu tidak akan berarti apa-apa jika tidak ada keberpihakan nyata dari para pengambil kebijakan.
Pemerintah daerah perlu mulai memikirkan pembangunan trotoar bukan hanya sebagai pelengkap jalan raya, melainkan sebagai kebutuhan mendasar bagi mobilitas warga. Tidak hanya di kawasan pariwisata, trotoar yang layak harus hadir di sekitar sekolah, kampus, pasar, terminal, dan pemukiman padat. Para pedagang kaki lima juga perlu ditata dengan baik agar tidak mengambil hak pejalan kaki. Di sisi lain, masyarakat juga harus ikut serta menjaga fungsi trotoar agar tidak berubah menjadi lahan parkir atau tempat berjualan sembarangan.
Sebagai seorang mahasiswa yang kuliah di Jogja, saya merasa kondisi ini perlu terus dibicarakan agar ada perubahan nyata. Kita berhak memiliki ruang yang aman untuk berjalan kaki, bukan sekadar menjadi pelengkap di antara deru kendaraan bermotor. Jogja bisa menjadi kota yang ramah untuk semua orang, jika pembangunan infrastrukturnya mulai berpihak pada manusia, bukan sekadar kendaraan atau demi pariwisata semata.
Suatu hari nanti, saya berharap bisa berjalan kaki dari kampus menuju halte tanpa harus was-was. Bukan hal yang muluk, hanya hak paling dasar sebagai pejalan kaki: mendapatkan trotoar yang layak
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI