Mohon tunggu...
fanny s alam
fanny s alam Mohon Tunggu... -

Pengelola Bandung's School of Peace Indonesia (Sekolah Damai Mingguan Indonesia Bandung) dan penggiat komunitas di kota Bandung untuk kota yang ramah bagi semua

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nilai Budaya Lokal sebagai Perekat Kebangsaan

14 Mei 2018   09:40 Diperbarui: 14 Mei 2018   10:20 1603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: internasional.kompas.com

Oleh

Fanny S Alam

Koordinator Bhinekka Nusantara Foundation Region Bandung

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa dalam situasi carut marut politik dengan intensitas tinggi serta banyaknya berita yang mengemukakan konflik antara kelompok agama yang berbeda memperlihatkan tanda tanya besar mengenai apa yang sedang terjadi di Indonesia ini. Indonesia yang saling terlihat akrab satu sama lain tanpa mempersoalkan perbedaan yang tajam dari banyak nilai, terutama nilai budaya dan agama, justru pada waktu sekarang ini semakin intens memperlihatkan hal-hal tersebut. 

Media juga semakin masif menampilkan berita-berita dengan konten yang berkaitan dengan hal-hal di atas serta menjadikannya suatu kebiasaan untuk dikonsumsi masyarakat. Kemudahan masyarakat dalam mengakses berita-berita dalam media sebenarnya merupakan hal yang perlu diapresiasi, akan tetapi jenis berita yang disampaikan oleh media serta disampaikan ulang oleh masyarakat terkadang tidak diteliti dahulu apakah kontennya benar atau tidak.

Di tengah-tengah serangan masalah tersebut, muncullah wacana untuk kembali mengangkat budaya lokal Indonesia sebagai salah satu cara untuk menangkis balik serangan-serangan yang melibatkan konflik antara kubu agama yang berbeda serta yang melibatkan banyak kelompok masyarakat berafiliasi politik yang rentan berakhir dengan kekerasan secara fisik dan verbal. 

Wacana ini muncul, terutama melihat situasi daerah-daerah yang dinilai rawan karena dampak dari peristiwa politik, seperti pemilihan kepala desa hingga puncaknya tahun depan pemilihan presiden. Banyak pertanyaan di balik munculnya konflik-konflik berbasis perbedaan ini, mulai dari pemicu hingga kemana peran pemerintah dalam mengatasi dampak negatif konflik-konflik tersebut. Suka atau tidak, kembali masyarakat yang akan menjadi korban, baik secara fisik serta secara jangka panjang adalah pemikiran masyarakat yang sudah terlanjur menjadi pembenci kelompok yang dianggap berbeda dan beragam dalam kehidupan sehari-hari.

Serapan Budaya Lokal dalam Kehidupan

Ketika Lehman, Himstreet, serta Batty menyatakan bahwa budaya merupakan sekumpulan pengalaman hidup yang ada dalam masyarakat sendiri, termasuk menggarisbawahi perilaku keyakinan serta kepercayaan yang dianut masyarakat, lalu Irwan Abdullah mengelaborasi bahwa kebudayaan akan selalu berkorelasi dengan hal-hal yang bersifat fisik, seperti geografis dan kondisi ini yang nantinya menentukan landasan budaya lokal. Geertz sendiri mempertajam pendapat Irwan bahwa kondisi iklim dan geografis di Indonesia sangat mempengaruhi kondisi kemajemukan budaya lokal di Indonesia.

Dengan kondisi terdiri atas 34 provinsi dan 16.056 pulau ditambah dengan lebih dari 300 suku bangsa dan 250 bahasa lokal, maka Koentjaraningrat menyimpulkan budaya-budaya lokal berdasarkan geografis daerahnya memberikan implikasi pada tipe masyarakat yang dapat dilihat dari sistem bercocok tanam sederhana, area pedesaan, sistem berkebun yang ada dalam masyarakat, perkotaan dengan ciri-ciri pusat pemerintahan ditopang sektor pedagangan dan industri lemah serta metropolitan. Hal- hal tersebut sebenarnya budaya lokal di Indonesia dapat dilihat dengan jelas dari bentuk seni budaya, seni rupa, seni tari, serta hukum adat yang berlaku di daerah lokal masing-masing.

Nilai-nilai budaya lokal juga  akhirnya diserap oleh budaya nasional Indonesia secara bertahap sehingga memperlihatkan ciri budaya nasional secara umum yang merepresentasikan bangsa Indonesia. Tidak hanya nilai-nilai budaya yang bersifat seni yang diadaptasi akan tetapi bentuk-bentuk tatanan, seperti gotong royong, musyawarah untuk mencapai mufakat, saling menghormati antar sesama masyarakat menjadi sentral dianggap sebagai bagian dari budaya umum masyarakat Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun