Mohon tunggu...
Fanny Fajriah
Fanny Fajriah Mohon Tunggu... -

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gadis di Balik Jendela

17 Februari 2015   04:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:04 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Gadis itu duduk di balik jendela kamarnya. Matanya yang sendu terus saja menatap ke luar jendela, seolah sedang menghitung rintik hujan yang terus turun. Ia tak memperdulikan cipratan-cipratan air hujan yang mengenai wajahnya. Ia justru seperti menikmati setiap gemericik air hujan mengenai wajahnya. Rambutnya terurai dan sesekali tertiup angin.

Entah sudah berapa pagi dan seberapa sering aku mendapati gadis itu berdiam di balik jendela dengan terus menatap ke luar. Gadis itu selalu menatap dengan tatapan yang sama, tatapan sendu dan dengan tatapan teduh. Ah matanya! Mata yang selalu aku perhatikan secara tanpa sadar setiap kali ia terlihat di balik jendela pada pagi hari.

Semenjak ia menjadi gadis di balik jendela maka aku telah menjelma sebagai lelaki di balik pohon. Entah sejak kapan aku menjadi lelaki di balik pohon, yang aku ingat sejak melihat gadis di balik jendela itu aku telah menjadi lelaki di balik pohon. Aku selalu memperhatikannya dari balik pohon ketika ia tengah duduk di balik jendela. Bahkan aku nyaris betah berjam-jam hanya untuk memperhatikan gadis di balik jendela. Ah gila memang, tapi aku seperti telah kecanduan menatap gadis di balik jendela itu.

Di suatu hari yang teduh oleh rintik hujan, aku memberanikan diri menghampiri gadis di balik jendela. Aku hanya ingin melihat mata teduh dari gadis yang selalu duduk di belakang jendela memperhatikan hujan. Untuk sekian detik gadis itu menatapku, tapi kemudian ia kembali asik menatap hujan. Ia tak bertanya tentang keberadaanku di luar jendela, tapi ia juga tak mengusir ku. Aku terus saja menatapnya, memperhatikan gadis itu yang sedang menatap hujan. Ah aku sudah tidak perduli dengan hujan yang kini berhasil membuat tubuhku kuyup.

"Kau sedang apa?" Tanyaku akhirnya. Rasa penasaranku sudah membunuh akal sehatku.

"Menatap hujan." Jawabnya getas.


"Kau tak merasa dingin? Hampir setiap pagi dan setiap hujan turun kau selalu duduk di balik jendela." Mulutku mulai lancang. Gadis itu tak menjawab, ia hanya melempar pandangan tajam ke arahku dan kemudian, lagi-lagi ia sibuk menatap hujan. Ia menacuhkan ku.

Aku memutuskan untuk mengunci mulut rapat-rapat, tapi aku tak juga beranjak. Aku memilih tetap memperhatikan gadis di balik jendela itu. Kemudian hujan mulai reda, hanya meninggalkan tetes-tetes air pada daun dan ranting. Seketika gadis di balik jendela itu masuk ke kamarnya, ia juga menghilang di balik jendela bersamaan dengan rintik hujan yang mulai usai. Tak ada kata yang keluar dari mulutnya, ia benar-benar mengacuhkanku yang sejak tadi berdiri menatapnya.
Sementara aku masih saja terpaku di depan jendela menatap kepergiannya. Menatap raut wajahnya yang hilang di balik jendela. Gadis di balik jendela itu selalu pergi setelah hujan usai.

*****
Hari berikutnya gadis di balik jendela itu kembali menatap hujan yang turun. Dan seperti biasa aku akan menjelma menjadi lelaki di balik pohon. Aku terus menatapnya dari balik pohon. Ada yang berbeda dari gadis di balik jendela itu, wajahnya terlihat pucat dan matanya terlihat sayu. Ah,apakah gadis itu sakit? Kenapa ia masih tetap saja berdiam di balik jendela menatap hujan. Hatiku mulai cemas ketika mendapati wajah dan matanya berbeda. Aku cemas, bagaimana jika gadis itu sakit? Sepertinya ia hanya tinggal seorang diri di rumah yang bangunnya dicat serba putih dengan dua lantai. Ah gila! Sepertinya aku telah jatuh cinta pada gadis di balik jendela itu. Pada gadis yang untuk namanya saja aku tidak tau. Aku telah jatuh cinta pada gadis yang selalu aku perhatikan secara diam-diam dari balik pohon.

Hari ini aku kembali melakukan hal bodoh. Aku mendekati gadis di balik jendela itu, aku tak memperdulikan hujan yang turun membuat tubuhku basah.

"Kau baik-baik saja? Sepertinya kau sakit, wajah dan matamu terlihat pucat." Kataku semakin jelas melihat dua bola matanya yang sangat berbeda. Satu hal yang baru ku tahu, matanya berwarna biru. "Sungguh ke dua mata yang indah." Bisikku dalam hati. Gadis itu menatapku, ia memicingkan matanya. Tapi sesaat kemudian dia kembali memalingkan wajahnya. Dia tetap membisu, tak satu katapun yang keluar dari mulutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun