Rabu, 11 Juni 2025. Pagi itu, matahari belum tinggi, tapi kawasan Demangan Baru Yogyakarta sudah mulai riuh. Motor lalu-lalang, mahasiswa pergi-pulang, dan aroma makanan dari warung-warung sekitar menguar di udara. Di sebelah Indomaret, saya melihat seseorang tengah merapikan, gelas plastik, dan box ice kopi di motornya. Di balik kesederhanaan itu, tersimpan kisah perjuangan yang menginspirasi.
Ifan adalah pemuda berusia 21 tahun asal Sumatera. Ia datang ke Yogyakarta membawa harapan sederhana yaitu bertahan, berkembang, dan membangun jaringan baru. Baru tiga hari yang lalu, ia memulai usaha kecilnya berjualan iced coffee keliling dengan nama Go.Kopi. Setiap hari, ia mulai berjualan dari pukul 08.00 pagi hingga 17.00 sore, menyusuri kawasan padat aktivitas di sekitar kampus dan kos-kosan mahasiswa.
"Saya muter-muter aja, Kak. Biasanya sekitar sini dulu, deket kampus," katanya saat saya berbincang dengannya sambil menikmati segelas iced coffee gula aren racikannya. Rasa manisnya pas, dinginnya menyegarkan. Tapi yang lebih terasa adalah semangat dan keyakinan yang ia pancarkan dari setiap kata.
Usahanya memang masih baru memulai. Ia pernah duduk di bangku kuliah, namun harus berhenti karena alasan pribadi. Ifan memilih untuk bangkit dan mencoba hal baru yang lebih mandiri.
"Pernah kuliah, Kak. Tapi ada hal pribadi yang bikin saya harus berhenti. Sekarang saya fokus dulu bangun usaha kecil-kecilan, sambil pelan-pelan cari peluang kerja," ujarnya dengan nada datar namun mantap.
Menjalankan usaha minuman dingin di tengah teriknya matahari Jogja jelas bukan perkara mudah. Ifan mengakui, tantangan terbesar yang ia hadapi adalah cuaca ekstrem dan ketersediaan bahan baku yang kadang tidak menentu.
"Kadang kehabisan es batu atau bahan kopi. Kalau habis, ya saya harus nunggu stok dari teman yang bantuin nganter. Pernah juga nunggu hampir satu jam, jadi nggak bisa jualan," ucapnya sembari menyeka keringat di pelipis. Ia tetap tersenyum, menunjukkan bahwa semangatnya tak mudah luntur hanya karena kendala teknis.
Motor yang ia gunakan telah dimodifikasi agar bisa membawa semua perlengkapan  box besar dimotor untuk es batu, serta berbagai bahan kopi dan gula. Semuanya ia siapkan dengan baik untuk berjualan.
Lokasi jualan bukan tanpa perhitungan. Kawasan Demangan yang strategis dan dekat dengan kampus seperti UIN Sunan Kalijaga, Sanata Dharma, hingga Universitas Atma Jaya menjadi tempat ideal untuk menawarkan minuman segar.
"Seru sih, Kak. Bisa ngobrol sama mahasiswa, kadang dikasih saran juga. Saya orang baru di Jogja, jadi sekaligus nyari temen. Siapa tahu bisa dapet info kost-kostan atau bahkan peluang kerja lain," katanya penuh semangat.
Ia tidak segan menyapa siapa pun yang lewat. Senyumnya khas, dan tutur katanya membuat nyaman. Beberapa pelanggan bahkan sudah mulai mengenalnya. Beberapa mahasiswa tampak mampir sambil berujar, "Mas Ifan, kopinya dua ya, kayak kemarin."
Dari interaksi-interaksi itulah Ifan juga belajar banyak. Tak sekadar transaksi jual beli, tapi juga membuka ruang obrolan, bertukar cerita, bahkan saling menyemangati.
Saya mencicipi iced coffee gula aren buatannya, tidak hanya menyegarkan di tengah panas, tapi juga memiliki rasa yang lembut dan tidak terlalu tajam. Ifan bilang, ia belum punya alat kopi mahal, hanya bahan-bahan sederhana yang ia olah sendiri.
"Ini gula arennya asli, Kak. Saya pilih yang warnanya pekat dan baunya wangi. Kopinya juga yang agak light, biar nggak pahit banget. Soalnya targetnya anak kuliahan, kan nggak semua suka kopi yang strong," jelasnya penuh percaya diri.
Ifan juga terbuka dengan masukan pelanggan. Salah satu pelanggan pernah menyarankan variasi rasa atau ukuran gelas berbeda. Ide itu langsung ia catat dan pertimbangkan untuk ke depan.
Meski usahanya baru berjalan tiga hari, Ifan sudah memiliki visi ke depan. Ia tak ingin selamanya berjualan keliling. Suatu hari nanti, ia ingin membuka booth atau lapak tetap, mungkin di dekat kampus atau bahkan foodcourt.
"Pengen punya tempat sendiri. Tapi sekarang jalanin dulu yang bisa dijalanin. Yang penting bisa ketemu orang, bisa ngobrol, dan pelan-pelan belajar usaha," ujarnya.
Saya bertanya padanya, apa yang membuatnya bertahan, ketika cuaca panas, bahan habis, dan pelanggan kadang sepi?
"Karena saya tahu nggak ada yang instan. Saya percaya kalau terus usaha, pasti ada jalan. Walaupun capek, tapi senang kalau ada yang beli dan bilang kopinya enak. Itu udah cukup bikin semangat lagi," jawabnya dengan mata yang berbinar.
Dari sepeda motor yang sederhana, dari gelas kopi dan es batu yang ia bawa keliling, Ifan sedang menyeduh lebih dari sekadar kopi, ia menyeduh harapan, peluang, dan mimpi. Bahwa setiap orang punya titik mulai yang berbeda, dan keberanian untuk melangkah adalah bahan baku utama untuk sebuah perubahan.
Yogyakarta, kota pelajar yang tak pernah tidur, menjadi saksi bagaimana banyak mimpi bermula dari jalanan. Dan Ifan, dengan Go.Kopi-nya, adalah bagian dari denyut itu. Ia bukan hanya menjual kopi, tapi juga membangun koneksi, memperluas jaringan, dan menciptakan makna dari setiap gelas yang ia sajikan.
"Saya orang nya ngga pengen yang macam- macam, Kak. Pengen dikenal aja dulu, siapa tahu dari sini bisa buka jalan ke hal-hal lain. Yang penting berani mulai," tutupnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI