Mohon tunggu...
Fanny Ainur Rahmawati
Fanny Ainur Rahmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (24107030097)

Keep fighting✨

Selanjutnya

Tutup

Film

Bad Genius dan Realitas Dunia Pendidikan: Ketika Nilai Mengalahkan Moral

10 Juni 2025   21:50 Diperbarui: 10 Juni 2025   21:50 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Film Bad Genius (Sumber : Pinterest)

Film Drama Thailand Bad Genius (2017) karya sutradara Nattawut Poonpiriya bukan sekadar tontonan tentang aksi menyontek yang menegangkan. Ia adalah cermin reflektif terhadap sistem pendidikan yang sarat tekanan, ketimpangan sosial, dan absurditas penilaian akademik. Lewat kecerdasan Lynn, protagonis utama, kita diajak menyelami dunia remaja yang tak hanya dibebani angka-angka, tapi juga dituntut untuk selalu "menang" dalam kompetisi dengan cara apa pun.

Kisah ini bermula dari Lynn, siswi jenius asal Thailand yang berhasil masuk sekolah elite berkat prestasi akademiknya. Namun, kejeniusan Lynn tidak hanya menarik perhatian guru, tapi juga teman-temannya yang berasal dari kalangan atas. Di sinilah konflik bermula. Teman-temannya bersedia membayar mahal demi jawaban ujian dari Lynn, menjadikan kecerdasannya sebagai "komoditas".

Fenomena ini bukanlah fiksi semata. Dalam dunia nyata, tekanan akademik, ketimpangan sosial, dan dorongan untuk "lolos ujian" sering kali menjadi kombinasi yang melahirkan praktik-praktik curang. Film ini mengangkat isu yang jarang dibicarakan secara serius, bagaimana sistem pendidikan bisa menekan seseorang hingga kehilangan arah moral.

Salah satu kritik tajam dalam Bad Genius adalah bagaimana sistem pendidikan modern lebih menghargai hasil akhir ketimbang proses. Nilai ujian menjadi tolak ukur utama kemampuan siswa, seolah angka bisa menggambarkan kualitas manusia. Dalam film, ujian internasional STIC (mirip SAT) dijadikan "tiket" masuk universitas bergengsi dunia. Maka tak heran, banyak siswa dan orang tua yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan hasil maksimal.

Padahal, pendidikan seharusnya lebih dari sekadar angka. Ia adalah proses pembentukan karakter, integritas, dan kebijaksanaan berpikir. Ketika sistem lebih peduli pada skor, maka lahirlah generasi yang siap curang demi kelulusan, bukan demi pengetahuan.

Lynn dan Bank, dua karakter jenius dalam film ini, berasal dari keluarga menengah ke bawah. Sementara Grace dan Pat adalah siswa kaya yang punya segala akses. Namun justru yang kaya memanfaatkan yang miskin. Ironisnya, meski Lynn cerdas, ia tetap tergoda oleh tawaran uang besar yang diberikan teman-temannya. Ia sadar bahwa kecerdasannya bisa menjadi "mesin uang" di tengah keterbatasan ekonomi.

Film ini menyinggung kita tentang kenyataan pahit, pendidikan berkualitas sering kali menjadi hak istimewa bagi mereka yang mampu secara finansial. Sementara siswa cerdas dari keluarga kurang mampu harus berjuang ekstra keras, bahkan terkadang tergoda untuk mengambil jalan pintas demi bertahan.

Menariknya, Bad Genius tidak menyajikan Lynn sebagai penjahat. Ia bukan tokoh jahat yang hanya ingin untung. Justru sebaliknya, kita dibuat bersimpati kepadanya. Ia cerdas, berprestasi, dan pada awalnya hanya ingin membantu teman. Namun sistem yang timpang dan tekanan ekonomi membuatnya terseret dalam kejahatan yang lebih besar.

Hal ini menggambarkan bahwa moralitas remaja tidak hitam-putih. Sering kali, keputusan salah lahir dari sistem yang salah. Ketika lingkungan tidak mendukung nilai-nilai integritas, maka kecerdasan bisa berubah menjadi senjata berbahaya.

Bad Genius memberi kita bahan renungan, terutama dalam konteks pendidikan Indonesia. Masih banyak kasus kecurangan ujian, jual beli jawaban, hingga "joki" skripsi. Semua ini tumbuh dari akar yang sama, sistem yang menekankan hasil, bukan proses. Ditambah ketimpangan ekonomi, maka pendidikan bukan lagi ruang belajar, tapi arena survival.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun