Mohon tunggu...
Fanni Carmila
Fanni Carmila Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumahtanga. Mantan wartawan. Wiraswasta. Hobi mengarang

Asyik kalau bisa berkomunikasi dengan orang yang punya hobi sama.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Stasiun Kenangan

4 Desember 2022   05:39 Diperbarui: 4 Desember 2022   06:02 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tuhan menjawab kegelisahanku minggu berikutnya. Seorang pemuda usia tiga puluhan lari menghambur ke arahku semenit setelah kereta Bima tiba. Berdiri di hadapanku dengan pandangan yang membuatku merasa sangat tidak nyaman.
'Pak Kris berpesan lewat istrinya  bahwa saya harus menemui seorang ibu yang sedang membaca buku di sudut kedai kopi," katanya dengan rona kesedihan.
"Saya asisten pak Kris. Setelah kepergiannya istri beliau mengirimkan barang ini dan menyuruh saya memberikannya kepada ibu."
Ia mengulurkan tangannya. Menjabat tanganku yang gemetar menerima pemberiannya.
"Paru-parunya meledak," ia menjelaskan. "Meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit."
"Kanker paru," bisikku tertahan. Ia mengangguk, "sudah lima tahun."

Lama setelah pemuda itu berangkat naik kereta menuju Surabaya -guna mengikuti misa arwah empatpuluh hari meninggalnya Kris - aku masih duduk bengong sambil memegangi syal yang kupinjamkan kepadanya di hari terakhir kami bertemu.  
Beberapa menit kemudian suamiku turun dari kereta Gajayana yang tiba terlambat beberapa menit. Aku merasa begitu letih dan putus asa. Kusenderkan kepalaku di bahunya. Ia melingkarkan tangannya ke pinggangku. Pelukannya erat dan hangat. Menjanjikan kekuatan, ketulusan dan ketabahan.
 "Kita mampir dulu ke warung pak Maman?" Ia menawari ku.
Aku mengangguk patuh. "Aku tidak lapar. Tapi kalau kau ingin makan akan ku temani."
Kami berhenti di depan kantor PLN dekat alun-alun. Di sana ada warung yang menyajikan nasi dan mie goreng kesukaan kami. Sambil menunggu suami dan supir kami menghabiskan mie rebus aku keluar dari tenda  yang sumpek dipenuhi asap beraroma bawang goreng bercampur kemiri. Di luar ku tumpahkan air mata yang kutahan sedari tadi.
Langit tampil dalam ketemaramannya yang sempurna. Tanpa rembulan dan bintang-bintang. Kuangkat wajahku.  Hembusan  angin malam menerpa pipiku yang basah. Dingin mengiris kulit. Kupejamkan mata,  begitu merindukan kehadirannya.
"Kris datanglah," bisikku. Aku ingin mengajakmu bergabung bersama ku mendengarkan nyanyian angin:  
                               Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
                               dengan kata yang tak sempat diucapkan
                               Kayu kepada api yang menjadikannya abu
                               Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
                               dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
                               awan kepada hujan yang menjadikannya tiada  (fan.c)

Syair dikutip dari puisi berjudul AKU INGIN , karya Sapardi Djoko Damono

               
                                       
                                 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun