Mohon tunggu...
Himpunan Mahasiswa Taliabu
Himpunan Mahasiswa Taliabu Mohon Tunggu... Relawan - Organisasi Mahasiswa

Hemungsia Sia Dufu

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Resolusi Kebijakan Lingkungan 2023 Hadapi Climate Change

2 Januari 2023   14:59 Diperbarui: 2 Januari 2023   16:31 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak terasa tahun 2022 telah selesai, semua rakaian kebijakan pada tahun sebelumnya sudah kita rasakan dan akan kita hadapi kosekuensinya kedepan, banyak persoalan yang akan kita hadapi ditahun 2023, yang mana tahun ini dibayang-bayangi oleh isu resesi global.  Namun pada kali ini saya mencoba mengulas dan memfokuskan pembahasan ini pada sebuah isu global, yaitu isu lingkungan hidup. Alam merupakan tempat hidup bagi seluruh makhluk hidup, seiring berjalannya waktu manusia sebagai aktor utama dalam mengelola alam terus mengalami laju bertumbuhan secara kuantitas dan itu tentunya semakin banyak kebutuhan yang harus dipenuhi. Banyaknya jumlah penduduk adalah faktor yang perlu menjadi sorotan pada persoalan lingkungan. Dua hal ini (jumlah penduduk dan laju pertumbuhan penduduk) memberikan dampak pada dorongan manusia untuk melakukan proses pembangunan bidang industri yang cukup besar, guna memenuhi segala kebutuhan penduduk secara besar dan cepat. Namun ada dampak negatif yang ditimbulkan akibat aktivitas industri berupa pencemaran lingkungan hidup yang memberikan danpak pada rusaknya kualitas lingkungan hidup manusia.

Jika kita melihat kondisi sekarang dimana Pandemi Covid-19 yang mana baru saja berakhir (perubahan status pandaemi ke endemi) dan dampaknya terus mengerogoti sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, baik itu tingkat regional, nasional dan internasional. Yang paling merasakan dampak akibat adanya pandemi ini selain dari korban jiwa, adalah sektor perekonomian nasional, baik itu proses inpor dan ekspor. Dan jika kita melihat pada data Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2021), negara kita mengalami defisit pada tahun 2021 sebesar 5,7% terhadap PDB dan pada tahun 2022 defisit sekitar 4% meskipun menunjukan penurunan namun angka ini masih diatas 3% dimana berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, defisit APBN dalam satu periode anggaran dibatasi tidak boleh melebihi 3 persen dari total PDB. Tentunya dampak dari defisit ini cukup besar, diataranya, melambungnnya harga-harga kebutuhan pokok, hal ini bisa terjadi karena pemerintah menggelontorkan dana untuk program jangka panjang yang belum memberikan hasil atau  pemasukan yang pasti buat negara. Kenapa pada paragraf ini saya mulai dengan membahas terkait dengan defisit anggaran karena hal ini akan membawa dampak yang cukup besar dalam proses pengeksploitasian sumber daya alam, karena secara tidak langsung komoditas alam adalah sumber primer penyumbang APBN.

Pemerintah akan memikirkan bagaimana cara untuk memperoleh pemasukan secara besar-besaran guna menstabilkan perekonomian nasional dan membayar utang negara, dan jalan yang paling berpeluang untuk menghasilkan uang banyak adalah dengan membuka kran investasi secara besar-besaran. Hal ini sudah dilakukan sejak lama, dimana para investor setelah berinvestasi di negara kita meraka membangun industri dan berbagai sektor pertambangan yang tentunya itu, membawa dampak buruk bagi lingkungan, jika pengelolaannya tidak ramah lingkungan, sebenarnya pembukaan kran investasi untuk industri dalam perekenomian negara sebenarnya sah-sah saja, akan tetapi yang menjadi persoalan adalah ketika proses industrialisasi dilakukan dengan tidak memperhatikan kelestarian lingkungan. Industri secara umum merupakan suatu kelompok bisnis tertentu yang mempunyai teknik serta metode yang sama untuk mencari serta menghasilkan laba. 

Oleh sebab itu, dampak secara ekonomi juga dapat dirasakan oleh mayarakat mulai dari manfaat produk yang dibuat untuk kehidupan masyarakat dan juga peluag kerja buat masyarakat, pada lain sisi masih terdapat sebuah dampak yang mana dampak ini tidak menguntungkan buat masyarakat maupun alam, dan dampak ini jarang diperhatikan oleh industri-industri. 

Pencemaran lingkungan adalah akibat dari proses manajemen lingkungan yang tidak ketat oleh perusahaan, dimana perusahaan lebih mengutamakan keuntungan dan mengabaikan kelesatarian lingkungan, padahal sejatinya menjaga kelestarian lingkungan adalah investasi terbaik buat jangka panjang industri, perekonomian dan kehidupan. 

Peran para pemangku kepentingan sangatlah dibutuhkan pada peroses pengawaasan indutri atau perusahaan, akan tetapi seperti yang telah dijelaskan diatas para pemangku kepentingan kelihatanya tidak serius dalam mengawasi persoalan ini, karena sampai sekarang masih tetap ada industri yang melakukan pencemaran lingkungan. Industri bagi lingkungan hidup, membawa banyak dampak negatif seperti pencemaran air, polusi udara dan lain sebagainya.

Kerusakan lingkungan merupakan suatu permasalahan utama diera industrialisasi seperti sekarang ini, dimana menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang dikutip dalam (mediaindonesia.com, 2020) mencatat, dari 2.045 perusahaan industri yang ada di Indonesia, hanya 200 perusahaan yang masuk kategori predikat hijau emas, sisanya, 1.507 Perusahaan peringkat biru, 303 perusahaan peringkat merah dan 2 dinyatakan peringkat hitam. Dan ada 13 perusahaan tidak masuk dalam perengkingan atau pemeringkatan karena masih dalam proses penegakan hukum, serta 20 perusahaan tidak dapat ditetapkan peringkat karena sudah tidak beroperasi lagi. 

Dari data diatas dapat kita lihat bersama yang mendapatkan peringkat merah ada 303 dan hitam ada 2, hal ini memberikan gambaran kepada kita bahwa masih banyaknya perusahaan yang melakukan pelanggaran berat, seperti pembuangan limbah sembarangan dan pencemaran lingkungan berat lainya. Masalah lingkungan ini memerlukan administrasi pembangunan dan pengembangan kapasitas kelembagaa pada tata kelola industri buat masa depan kehidupan alam semesta yang lebih baik. 

Masalah lingkungan ini diperparah dengan budaya dan pola pikir masyarakat Indonesia dimana merujuk dari hasil temuan YouGov-Cambridge Globalism Project menemukan bahwa 18% orang Indonesia yang disurvei tidak percaya bahwa perubahan iklim adalah hasil dari campur tangan manusia.

Dengan melihat persoalan diatas maka diperlukanya suatu penyelesaian yang serius dari pemerintah pada umumnya dan lembaga-lembaga yang terkait serta seluruh elemen terkait untuk melakukan perbaikan pada admnistrasi pembangunan dalam suatu perubahan dan melakukan pembaharuan dan penyesuaian terhadap keadaan lingkungan sekitar dan juga hal ini menjadi pendukung suatu perencanaan yang akan dilakukan kedepannya.  

Dengan adanya pola pikir yang salah dalam melihat persoalan lingkungan maka perlu adanya peningkatan kapasitas kelembagaan (institutional capacity), peningkatan kapasitas kelembagaan , meliputi berbagai bidang seperti sumber daya material dan hukum, atau pengetahuan ekologi administratif, seperti yang dikatakan oleh Burgin Alexander, (2020). Hal ini dilakukan guna mendukung pembangunan berkelanjutan agar dapat mengatasi ketidak stabilan ekonomi dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun