"Ketika pikiranmu damai, kulitmu pun berhenti berteriak."
Biduran (urtikaria) bukan sekadar reaksi alergi di permukaan kulit, melainkan cermin dari dialog kompleks antara sistem saraf, imun, dan endokrin manusia.Â
Dalam banyak kasus, stres psikologis dan ketegangan emosional terbukti memperkuat reaksi histamin di kulit.Â
Tulisan ini menelusuri hubungan ilmiah antara pikiran dan kulit melalui pendekatan neuroimunologi---sebuah bidang yang menyingkap bahwa tubuh manusia tak pernah memisahkan biologi dari emosi.
Pendahuluan
Kulit adalah "otak kedua" yang paling luas di tubuh manusia. Ia punya sistem saraf sensorik, reseptor hormon, dan sel imun sendiri.Â
Ketika seseorang mengalami stres, sistem saraf pusat (SSP) mengirim sinyal ke kulit melalui jalur hypothalamic--pituitary--adrenal (HPA) axis, melepaskan hormon seperti kortisol dan adrenalin.
Dalam kondisi normal, kortisol menenangkan peradangan. Namun, bila stres berlangsung lama, kadar kortisol tinggi justru menekan sistem imun adaptif dan memicu pelepasan histamin berlebihan, penyebab utama gatal dan bentol pada biduran.
Kerangka Teoritik
1.Teori Psikoneuroimunologi (PNI)
Menyatakan bahwa sistem saraf, imun, dan endokrin saling memengaruhi. Emosi negatif dapat mengubah respons imun dan membuat tubuh lebih reaktif terhadap rangsangan kecil.
