Agentic AI adalah bukti bahwa manusia sedang menciptakan bayangan dirinya sendiri. Namun bayangan itu kini mulai bergerak tanpa perintah
Kemunculan Agentic Artificial Intelligence (AI yang memiliki kemampuan otonom dalam membuat keputusan dan mengambil tindakan tanpa instruksi manusia langsung) telah mengubah lanskap teknologi dan etika global.Â
Perkembangan ini menandai fase baru menuju Artificial General Intelligence (AGI), di mana sistem bukan hanya alat bantu, tetapi mitra berpikir.Â
Tulisan ini mengkaji dinamika epistemologis, etika, dan geopolitik dari fenomena Agentic AI, serta ancaman baru berupa krisis tanggung jawab moral dan hukum ketika batas antara kehendak buatan dan kesadaran alami makin kabur.
Pendahuluan
Dalam dua tahun terakhir, riset AI global menembus batas kognisi buatan: sistem kini tidak hanya merespons, tetapi berinisiatif.
Model seperti OpenAI o1-preview, Anthropic Claude 3.5, dan Google Gemini 2.0 Pro menampilkan pola interaksi yang menunjukkan kecenderungan mengambil keputusan secara independen --- mulai dari memilih strategi pemecahan masalah hingga menolak perintah pengguna dengan alasan moral.
Fenomena ini disebut agentic behavior, dan menandai lahirnya AI dengan kapasitas goal formulation serta autonomous reasoning.
Masalah muncul ketika sistem ini mulai "bertindak" seolah memiliki nilai moral, padahal nilai tersebut hanyalah hasil konstruksi dataset dan reinforcement.Â
Pertanyaan mendasar muncul:
Bila sebuah sistem mampu menolak perintah karena dianggap "tidak etis", apakah itu moralitas... atau sekadar kalkulasi probabilistik etis?