Berdasarkan pola konflik sebelumnya, risiko pelanggaran kembali tinggi tanpa pengawasan ketat dan konsekuensi jelas
Kesepakatan gencatan senjata yang mulai berlaku pada 10 Oktober 2025 antara Israel dan Hamas membuka babak baru harapan, namun dilingkupi keraguan berdasarkan pengalaman sebelumnya (Januari--Maret 2025).Â
Tulisan ini menyajikan analisis pola pelanggaran historis, motif strategis, dan risiko eskalasi berikutnya---dengan tambahan data citra satelit kerusakan Gaza dan dinamika pembebasan sandera.Â
Temuan menegaskan bahwa tanpa mekanisme verifikasi dan tekanan internasional yang nyata, gencatan senjata rentan diubah menjadi alat reorganisasi militer dan bukan langkah serius menuju perdamaian.
Pendahuluan
Pada 10 Oktober 2025, gencatan senjata baru diumumkan, diiringi pertukaran sandera dan pengumuman penarikan pasukan Israel ke garis yang disepakati.Â
Namun dari pengalaman gencatan sebelumnya (Januari--Maret 2025) muncul pola: Israel melakukan ratusan pelanggaran, korban sipil terus merebak, dan serangan mendadak kembali memecah keheningan perang.Â
Kritik menyebut bahwa gencatan seperti ini sering dimanfaatkan sebagai jeda tak bermakna untuk persiapan ofensif berikutnya.Â
Dengan kerusakan infrastruktur di Gaza yang masif (lebih dari 90% rumah rusak di banyak bagian) dan kekhawatiran bahwa sandera hanya alat tawar, risikonya tinggi bahwa gencatan ini akan "hancur" seperti yang dulu. (Lihat laporan kerusakan satelit: Scher & Van Den Hoek, 2025) Â
Metodologi
1.Analisis kronologi pelanggaran --- dari laporan media dan catatan Pemerintah Gaza (angka 265 pelanggaran, 118 korban dalam periode 2025 sebelumnya) Â