Dari sudut realpolitik Perang Dingin, tindakannya juga bisa dipahami sebagai upaya pragmatis menjaga negara dari potensi dominasi PKI dan blok komunis
Peristiwa 1965 merupakan titik balik besar dalam sejarah Indonesia. Jenderal Soeharto sering dituduh melakukan kudeta terhadap Presiden Soekarno dengan dukungan CIA.Â
Namun, dinamika politik saat itu tidak dapat dilepaskan dari konstelasi global Perang Dingin, pertarungan ideologi kapitalis-liberal versus komunis, serta eskalasi konflik domestik dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).Â
Tulisan ini menganalisis apakah Soeharto benar dapat dicap pengkhianat, atau justru ia bertindak sebagai aktor realpolitik yang menstabilkan negara dalam situasi genting.
Pendahuluan
Historiografi Indonesia masih terbelah dalam menilai peran Soeharto pada peristiwa G30S 1965 dan jatuhnya Soekarno.Â
Sebagian menuduhnya pengkhianat yang merebut kekuasaan dengan bantuan CIA. Sebagian lain menilai langkahnya realistis untuk menyelamatkan Indonesia dari ancaman komunis.Â
Pertanyaan kunci: apakah Soeharto sekadar "wayang" CIA, atau pemain utama dengan agenda nasionalis-pragmatis?
Metodologi
Kajian ini menggunakan:
1.Analisis dokumen CIA yang telah dideklasifikasi (misalnya Foreign Relations of the United States).