Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Penulis Multitalenta, Pengamat Sosial, Pemerhati AI, Pelaku Pasar Modal

Penulis multidisipliner yang aktif menulis di ranah fiksi dan nonfiksi. Fokus tulisan meliputi pendidikan, politik, hukum, artificial intelligence, sastra, pengetahuan populer, dan kuliner. Menulis sebagai kemerdekaan berpikir, medium refleksi, ekspresi ilmiah, dan kontribusi budaya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Abraham Accords: Normalisasi, Komersialisasi, dan Strategi Dominasi AS-Israel di Dunia Islam

14 Mei 2025   18:06 Diperbarui: 14 Mei 2025   15:22 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perundingan (Sumber gambar: Meta AI)

Bagian dari strategi jangka panjang AS-Israel untuk mengatur ulang kekuatan di Timur Tengah dan wilayah mayoritas Muslim


Abraham Accords yang diumumkan pada Agustus 2020 merupakan tonggak sejarah baru dalam hubungan antara Israel dan beberapa negara Arab. 

Perjanjian ini digagas oleh Amerika Serikat dan dimotori oleh kepentingan geopolitik bersama dengan Israel. 

Awalnya terbatas pada Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, dan Maroko, perjanjian ini berkembang menjadi jaring diplomatik yang mencengkeram lebih banyak negara mayoritas Muslim. 

Pertanyaannya, apakah ini benar demi perdamaian atau sekadar strategi tersembunyi demi supremasi regional dan global?

Motif Normalisasi: Perdamaian atau Perdagangan?

Secara formal, Abraham Accords dianggap sebagai langkah "normalisasi" hubungan diplomatik dan ekonomi antara Israel dan negara-negara Arab. Namun di balik narasi perdamaian, terdapat motif ekonomi dan militer yang kental. 

Penjualan senjata senilai triliunan rupiah ke Arab Saudi dan UEA menjadi bukti bahwa normalisasi bukan semata demi stabilitas, melainkan perdagangan senjata dan penguatan blok militer sekutu AS di Timur Tengah.

Perluasan Pengaruh Melalui Diplomasi Ekonomi

Negara-negara Muslim yang belum memiliki hubungan diplomatik dengan Israel secara perlahan didorong untuk ikut serta, seringkali dengan insentif ekonomi dari AS atau tekanan melalui utang luar negeri. 

Di sinilah tampak pola hegemoni baru: normalisasi dijadikan syarat bantuan ekonomi, investasi infrastruktur, atau pengakuan politik dari Washington.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun