Mohon tunggu...
Farid Mamonto
Farid Mamonto Mohon Tunggu... Freelancer - Nganggur aja

Senang bercanda, sesekali meNUlis suka-suka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Toleransi dan Kota Manado

22 Agustus 2019   02:40 Diperbarui: 22 Agustus 2019   03:35 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini menarik, kebanyakan memang yang sering kita lihat di lingkungan sekitar kita yang barangkali masih sangat masif takut akan perbedaan dan sering marah ketika melihat ada sesuatu yang berbeda memang adalah mereka yang cenderung ekslusif. 

Di manado kelompok-kelompok ekslusif ini bukanya tidak ada, mereka ada dan cukup menjamur di kampus-kampus. Tetapi oleh karena masifnya ruang perjumpaan di kota manado, dengan berbagai latar belakang yang berbeda guna membuka diri dan mau belajar menerima juga mencari persamaan, sehingga sejauh ini kelompok-kelompok ekslusif itu masih dapat di bendung hingga kini dan semoga seterusnya. Amin!

Kita telah sama tahu bahwa kita akan selalu begitu, ya! berbeda. Tugas kita saat ini adalah belajar menerima perbedaan itu melalui berbagai macam pertemuan. Entah itu dengan aktif dalam berkegiatan mengikuti pelatihan ataupun forum-forum lintas iman di berbagai ruang apapun. Dari sanalah kita bisa menerima perbedaan dan bukan justru mencari-cari beban tambahan atas perbedaan.


Nah! untuk bisa saling belajar menerima perbedaan guna mencari persamaan, kita di kota manado banyak terlibat, dan bersentuhan langsung dengan sahabat-sahabat lintas iman. Salah satu kegiatan yang sering kami anak muda manado laksanakan setiap tahunya adalah Forum Mahasiswa Lintas Agama (FMLA). 

Terlibat langsung saling mengunjungi dan saling belajar selama sepekan. Darisanalah kira-kira proses kedekatan emosional itu di bangun oleh para calon-calon pendeta, pastor, dan calon-calon ustad, yang memang rata-rata mahasiswa yang terlibat aktif dalam kegiatan tersebut dari kampus berlebelkan agama di kota manado.


Berbagai perjumpan-perjumpaan saling belajar dan saling menerima ini tidak lain dan tidak bukan, semuanya untuk mengokohkan persatuan dan kesatuan negara bernama indonesia, dan kita bisa memulai itu semua dari kota manado. 

Kota manado bukanya tidak luput dari konflik atau gesekan internal atau dari eskternal, manado justru bisa menjadi kota rujukan tertoleran di indonesia, karena mampu melewati konflik dan gesekan itu tidak melalui cara-cara yang berdarah, melainkan dengan cara-cara damai dan dewasa. 

Konflik poso dan konflik ambon di masa lalu tidak menjadikan kota manado dengan beragam keyakinan ini ikut terpecah belah atau perang saudara, justru manado menajadi tempat aman bagi mereka yang datang untuk mengungsi dari konflik yang tengah berlangsung.

Belajar juga dari konflik yang terjadi di poso dan ambon, manado dan masyarakatnya kini makin dewasa dalam merespon isu-isu global, nasional, hingga lokal yang sifatnya rasis, sara, dll, yang itu bisa memecah belah bangsa. Tidak hanya itu, gesekan dari internal kota manado pun terjadi dan itu ada. 

Misalnya yang paling terdekat adalah penghadangan salah satu habaib kemarin di bandara internasional samratulangi, kota manado sempat menjadi bersitegang antara kubu penolak dan jamaah yang menunggu kedatangan habaib. Tetapi itu tidak berlangsung lama, lalu segera berdamai kembali, juga dengan proses dialog yang mempertemukan berbagai pihak, sehingga kembali tercipta suasana aman dan dmai.

Toleransi untuk kita dan indonesia kedepan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun