Mohon tunggu...
Fakhrisya Zalili
Fakhrisya Zalili Mohon Tunggu... Notaris - Hukum-Puisi-Dan Non fiksi

PPAT

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Planet Rumah Sakit untuk Anak Cucu Kita Tercinta?

3 Agustus 2020   19:54 Diperbarui: 3 Agustus 2020   20:12 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: shutterstock

Selama eksploitasi sumber daya alam terus dilakukan secara membabi buta, maka selama itu juga kita telah mengubah bumi menjadi “Planet Rumah Sakit” yang penuh dengan pembatasan. 

Kembali pada titah dan pesan nenek moyang bangsa, tentang keseimbangan hidup antara manusia dengan alam semesta, menjadi keharusan. Hewan liar, berikut zoonosis-lah yang harus Stay at Home, bukan manusia. Namun apa hendak dikata, jika manusia telah merusak habitat mereka. Masih cukup waktu untuk berbenah.

Kritik dari Pandemi

Efek kejut dari pembatasan sosial terhadap ekonomi global, telah membuat pandemi ini muncul sebagai suatu kritik terhadap orientasi dan sistem ekonomi kapitalis, yang sama efektifnya dengan aksi mogok kerja dan boikot. Perusahaan dipaksa untuk memberi perhatian. 

Ekonomi kapitalis yang selama ini berpegang pada prinsip keuntungan yang sebesar-besarnya dengan modal seminimal mungkin, tidak lagi dapat mengabaikan aspek lingkungan hidup, dengan anggapan bahwa alam memproduksi dan memperbaiki dirinya sendiri, sehingga tidak perlu anggaran lebih untuk menanggulanginya. Reorientasi pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup mutlak adanya.

Bukan berarti anti tambang. Sebab tidak bisa dimungkiri bahwa, lebih dari 50% Pendapatan Negara Bukan Pajak bersumber dari sektor ini. Penegakan hukumlah yang diperlukan. 

Secara yuridis Negara ini telah memiliki konsep Tanggung Jawab Sosial Lingkungan Hidup (TJSL) bagi perusahaan yang bergerak di bidang eksploitasi Sumber Daya Alam. 

Berbeda dengan Corporate Social Responsibility (CSR) di negara-negara Eropa yang hanya bersifat kewajiban moral saja, TJSL bersifat wajib, terdapat sanksi pidana bagi perusahaan yang tidak patuh (Pasal 74 ayat (3) UU No. 40 tahun 2007 dan Putusan MK No. 53/PUU-VI/2008). 

Sayangnya, alih-alih penegakan hukum, TJSL ini seringkali dimanfaatkan “oknum” tertentu untuk korupsi dan gratifikasi. Sementara negara seringkali “tidak hadir” saat masyarakat berhadapan dengan swasta. 

Hasilnya, TJSL hanya mewujud pada bantuan penanggulangan bencana dan bakti sosial. Program yang lebih cocok untuk Kuliah Kerja Nyata Mahasiswa ini kemudian menjadi landasan dikeluarkannya status “clear and  clean”, tinggal menunggu Izin Usaha dikeluarkan.

Saat ini, seharusnya menjadi momentum untuk tidak lagi menambah luas tambang di dalam hutan. Untuk menambal berkurangnya pendapatan negara akibat pembatasan luas pemberian izin lokasi tambang, sektor pariwisata menjadi pilihan utama. Keanekaragaman flora dan fauna serta keragaman budaya Bangsa Indonesia menjadi modal utama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun