Mohon tunggu...
Fakhrisya Zalili
Fakhrisya Zalili Mohon Tunggu... Notaris - Hukum-Puisi-Dan Non fiksi

PPAT

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Planet Rumah Sakit untuk Anak Cucu Kita Tercinta?

3 Agustus 2020   19:54 Diperbarui: 3 Agustus 2020   20:12 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: shutterstock

Bukan hanya dari WHO, namun juga oleh United Nations (UN), dan World Wide Fund (WWF). Lebih spesifik dari laporan WHO tahun 1989 lalu, peringatan ini langsung menyebut virus corona sebagai manifestasi dari hubungan manusia dengan alam yang tidak seimbang (The Guardian, 17 Juni 2020). 

Berdalih untuk mencegah kepanikan dan mencegah resesi ekonomi tidak lagi relevan tentang ini, sebab kerusakan lingkungan hidup di Indonesia begitu nyata terpampang di depan mata.

Forest Watch Indonesia mencatat (FWI, Lembar Fakta, 2018; 2-5), selama dua dekade sejak tahun 2000 hingga saat ini, luas hutan tutupan (hutan budi daya dan hutan lindung) di Indonesia semakin berkurang. 

Pada tahun 2000, hutan tutupan di Indonesia seluas 106, 4 juta hektar, pada tahun 2009 menjadi 93 juta hektar, semakin menyusut pada tahun 2017 menjadi 82,8 juta hektar. Persentase keberadaan hutan di setiap pulau besar di Nusantara  tidak kalah mengkhawatirkan. Hanya Papua dan Maluku yang memiliki hutan tutupan di atas 50 % dari luas seluruh daratan. 

Seluas 71,2 juta hektar dari total luas 82,8 juta hektar hutan tutupan yang tersisa, telah diberikan izin, baik izin pemanfaatan hasil hutan alami, hasil hutan kayu, sawit maupun pertambangan. Hanya 32 juta hektar saja hutan yang masih dalam kondisi baik, dari total luas 71,2 juta hektar yang telah diberikan izin lokasi.

Di sisi lain, terjadi ketimpangan luas tambang dan sawit dengan lahan pertanian. Untuk yang berada dalam hutan tutupan saja, perkebunan sawit mencapai angka 2 juta hektar dan tambang mencapai angka 9 juta hektar, melampui luas tanah pertanian di seluruh Indonesia yang hanya seluas 7,1 juta hektar saja (BPS, Sutas, 2018). Sementara sisanya, 23 % dari 18 juta hektar lahan layak tanam terancam konsesi batu bara (JATAM & Water Kepper Alliance, 2017). 

Sungguh Miris. Jika tidak segera diatasi, bangsa ini akan sampai pada titik yang mengkhawatirkan, bahkan tidak menutup kemungkinan jika mutasi terbaru virus dari zoonosis terjadi di Indonesia, mengingat luas hutan tutupan yang berada di bawah 30 % justru terdapat di pulau-pulau yang padat penduduk, khususnya pulau Jawa.

Tatanan hidup baru (New Normal Life) untuk menghadapi pandemi Covid-19 dikeluarkan, sayangnya tidak sedikitpun menyinggung tentang hubungan kita (manusia) dengan lingkungan yang abnormal. 

Padahal sejak dahulu leluhur Minangkabau telah berpetuah, Alam menjadi guru (alam takambang jadi guru), dari alam kita  lahir dan hidup, maka sudah sepantasnya kita hidup harmoni dengan alam. Jika tidak, seperti petuah leluhur suku Bugis-Makassar, “apabila bumi marah kepadamu tak ada yang dapat mencegahnya” (....larroi linoa rikau talarie’ nalpangngu’ rangia). Oleh karena itu, di Papua hubungan dwitunggal manusia dengan alam sangat memengaruhi sosial kemasyarakatan. 

Pada Suku Marind Enzam misalnya, mengidentifikasi totem-nya dengan kasuari. Apabila kasuari punah, maka marga Kaize-pun bisa dianggap hilang. Sementara pada hukum adat orang Rongi di Pulau Buton, mengategorikan perusakan alam sebagai tindak pidana berat, dengan sanksi berupa pengasingan (tumaikaliku). Pesakitan, dianggap tidak ada, walaupun secara kasatmata tampak. Hidup dan mati dalam sunyi.

Menilik rumit teori-teori ekonomi, baik kapitalisme mutakhir atau Marxisme yang usang, dalam menyikapi hal ini sama sekali tidak perlu. Apalagi berhalusinasi bahwa pembatasan sosial adalah karpet merah untuk revolusi Industri 4.0, yang patut disambut gegap gempita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun