Mohon tunggu...
Fajar Ramoti
Fajar Ramoti Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya seorang mahasiswa yang aktif berkuliah di Universitas Nasional fakultas FISIP prodi Ilmu Komunikasi, sekarang saya semester 7, saya memiliki hobi bermain musik seperti gitar dan keyboard, saya juga suka berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Polusi Udara Jakarta Makin Parah: Gangguan Kesehatan Meningkat, Pemerintah Diminta Bertindah Tegas

30 Juli 2025   12:37 Diperbarui: 30 Juli 2025   12:54 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Polusi udara dijakarta

Jakarta, 25 Juli 2025 --- Ibu Kota kembali diselimuti kabut asap tebal sejak pekan lalu. Data dari situs pemantau kualitas udara IQAir menunjukkan bahwa indeks kualitas udara (Air Quality Index/AQI) di Jakarta mencapai angka di atas 170 dalam beberapa hari terakhir termasuk yang terburuk di dunia. Kondisi tersebut menempatkan Jakarta dalam kategori "tidak sehat," terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan penderita penyakit pernapasan kronis.

Dampak dari memburuknya kualitas udara ini mulai terasa di berbagai wilayah, terutama di Jakarta Timur dan Jakarta Utara. Keluhan gangguan pernapasan, mata perih, hingga iritasi kulit menjadi kasus harian yang dilaporkan warga ke layanan kesehatan primer. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta, terjadi peningkatan kunjungan pasien dengan keluhan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) sebesar 23% dalam dua pekan terakhir di wilayah Jakarta Timur.

"Mayoritas pasien datang dengan keluhan batuk yang berkepanjangan, sesak napas, dan beberapa anak mengalami radang tenggorokan. Kasus ini melonjak dibandingkan bulan lalu," ungkap dr. Fina Lestari, petugas medis di Puskesmas Duren Sawit, saat diwawancarai, Rabu (30/7). Ia juga mengingatkan pentingnya penggunaan masker dan membatasi aktivitas luar ruangan.

Tak hanya warga biasa, para petugas kebersihan kota yang bekerja di jalanan pun turut merasakan dampaknya secara langsung. Mereka adalah kelompok yang tidak bisa menghindari paparan udara kotor selama bertugas.

"Saya kerja mulai jam lima pagi. Udara waktu subuh saja sudah pengap dan penuh asap. Kadang sampai batuk-batuk di jalan. Tapi ya bagaimana, ini kerjaan saya," kata Andi Suprianto (42), petugas kebersihan di kawasan Kalideres. Ia menyebut banyak rekannya mengalami keluhan serupa, seperti pusing dan sesak, terutama saat lalu lintas padat.

Pemerintah Provinsi DKI Luncurkan Sejumlah Upaya

Menanggapi kondisi tersebut, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta segera mengumumkan beberapa langkah penanggulangan. Dalam konferensi pers Selasa (29/7), Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyampaikan bahwa pihaknya telah memperluas cakupan kawasan rendah emisi (low emission zone) yang kini mencakup lima titik baru di wilayah padat kendaraan. Selain itu, pemerintah juga berencana meningkatkan pengawasan terhadap emisi dari pabrik-pabrik industri yang beroperasi di pinggiran kota.

"Kita juga sedang memperketat uji emisi bagi kendaraan pribadi, terutama yang berusia di atas 10 tahun. Kami mengimbau warga untuk lebih banyak menggunakan transportasi umum yang kini sudah lebih ramah lingkungan," jelas Heru.

Pemerintah juga menggandeng pihak swasta dan komunitas untuk memperluas program penanaman pohon di area publik seperti taman kota, jalur hijau, dan sekolah. Program ini diharapkan bisa menjadi solusi jangka panjang untuk meningkatkan kualitas udara di Jakarta.

Namun demikian, berbagai pihak menilai kebijakan tersebut masih bersifat reaktif dan belum menyentuh akar persoalan. Koordinator kampanye lingkungan WALHI Jakarta, Rina Saptari, menyampaikan kritik terhadap pendekatan pemerintah yang dinilai kurang sistemik.

"Kebijakan pemerintah masih tambal sulam. Sumber utama polusi udara Jakarta adalah kombinasi dari kendaraan bermotor, industri berbasis fosil, dan minimnya ruang hijau. Kalau tidak ada keberanian untuk membatasi industri batu bara atau mengatur ulang pembangunan kota, ini hanya akan jadi solusi sementara," ujar Rina.

BMKG dan Pakar Kesehatan Beri Peringatan

Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan bahwa cuaca kering dan minim hujan turut memperparah konsentrasi polusi di udara. Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini BMKG, Miming Saepudin, menyatakan bahwa musim kemarau tahun ini cukup ekstrem.

"Kondisi atmosfer stagnan menyebabkan polutan tertahan di permukaan. Tanpa hujan dan angin yang cukup, udara kotor ini akan menetap lebih lama di Jakarta," jelasnya.

Ahli kesehatan paru dari RSUP Persahabatan, dr. Vicky Sembiring, Sp.P, menyarankan warga untuk tidak menganggap enteng dampak polusi udara. Menurutnya, paparan partikel PM2.5 dalam jangka panjang dapat memicu asma, bronkitis, bahkan menurunkan fungsi paru-paru secara permanen.

"Terutama untuk anak-anak yang masih dalam tahap perkembangan paru. Kita harus protektif. Gunakan masker N95 saat keluar rumah dan, jika memungkinkan, gunakan alat pembersih udara (air purifier) di dalam rumah," sarannya.

Sekolah Pertimbangkan Pembelajaran Daring

Beberapa sekolah di wilayah Jakarta Timur dan Utara juga mulai mempertimbangkan kebijakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) apabila kondisi udara tidak menunjukkan perbaikan dalam waktu dekat. Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Gunas Mahdi, menyebut bahwa pihaknya sedang menyiapkan skema rotasi belajar online-offline untuk mengurangi risiko paparan polusi pada peserta didik.

"Kita tidak ingin anak-anak terpapar udara buruk setiap hari hanya karena harus datang ke sekolah. Kami siapkan opsi jika situasinya memburuk," kata Gunas.

Harapan akan Komitmen Jangka Panjang

Krisis polusi udara Jakarta bukanlah masalah baru, namun situasi tahun ini menunjukkan urgensi yang semakin tinggi untuk ditangani secara struktural. Para ahli menegaskan bahwa solusi jangka panjang harus melibatkan perencanaan tata kota yang lebih berorientasi lingkungan, pembatasan kendaraan pribadi, serta transisi energi dari bahan bakar fosil ke energi bersih.

Bagi warga Jakarta seperti Andi, harapannya sederhana: bisa menghirup udara segar tanpa rasa sesak. "Kami cuma ingin kerja tenang, hidup sehat. Pemerintah tolong jangan cuma janji, tapi benar-benar lakukan sesuatu yang nyata," ujarnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun