Jakarta, 25 Juli 2025 --- Ibu Kota kembali diselimuti kabut asap tebal sejak pekan lalu. Data dari situs pemantau kualitas udara IQAir menunjukkan bahwa indeks kualitas udara (Air Quality Index/AQI) di Jakarta mencapai angka di atas 170 dalam beberapa hari terakhir termasuk yang terburuk di dunia. Kondisi tersebut menempatkan Jakarta dalam kategori "tidak sehat," terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan penderita penyakit pernapasan kronis.
Dampak dari memburuknya kualitas udara ini mulai terasa di berbagai wilayah, terutama di Jakarta Timur dan Jakarta Utara. Keluhan gangguan pernapasan, mata perih, hingga iritasi kulit menjadi kasus harian yang dilaporkan warga ke layanan kesehatan primer. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta, terjadi peningkatan kunjungan pasien dengan keluhan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) sebesar 23% dalam dua pekan terakhir di wilayah Jakarta Timur.
"Mayoritas pasien datang dengan keluhan batuk yang berkepanjangan, sesak napas, dan beberapa anak mengalami radang tenggorokan. Kasus ini melonjak dibandingkan bulan lalu," ungkap dr. Fina Lestari, petugas medis di Puskesmas Duren Sawit, saat diwawancarai, Rabu (30/7). Ia juga mengingatkan pentingnya penggunaan masker dan membatasi aktivitas luar ruangan.
Tak hanya warga biasa, para petugas kebersihan kota yang bekerja di jalanan pun turut merasakan dampaknya secara langsung. Mereka adalah kelompok yang tidak bisa menghindari paparan udara kotor selama bertugas.
"Saya kerja mulai jam lima pagi. Udara waktu subuh saja sudah pengap dan penuh asap. Kadang sampai batuk-batuk di jalan. Tapi ya bagaimana, ini kerjaan saya," kata Andi Suprianto (42), petugas kebersihan di kawasan Kalideres. Ia menyebut banyak rekannya mengalami keluhan serupa, seperti pusing dan sesak, terutama saat lalu lintas padat.
Pemerintah Provinsi DKI Luncurkan Sejumlah Upaya
Menanggapi kondisi tersebut, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta segera mengumumkan beberapa langkah penanggulangan. Dalam konferensi pers Selasa (29/7), Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyampaikan bahwa pihaknya telah memperluas cakupan kawasan rendah emisi (low emission zone) yang kini mencakup lima titik baru di wilayah padat kendaraan. Selain itu, pemerintah juga berencana meningkatkan pengawasan terhadap emisi dari pabrik-pabrik industri yang beroperasi di pinggiran kota.
"Kita juga sedang memperketat uji emisi bagi kendaraan pribadi, terutama yang berusia di atas 10 tahun. Kami mengimbau warga untuk lebih banyak menggunakan transportasi umum yang kini sudah lebih ramah lingkungan," jelas Heru.
Pemerintah juga menggandeng pihak swasta dan komunitas untuk memperluas program penanaman pohon di area publik seperti taman kota, jalur hijau, dan sekolah. Program ini diharapkan bisa menjadi solusi jangka panjang untuk meningkatkan kualitas udara di Jakarta.
Namun demikian, berbagai pihak menilai kebijakan tersebut masih bersifat reaktif dan belum menyentuh akar persoalan. Koordinator kampanye lingkungan WALHI Jakarta, Rina Saptari, menyampaikan kritik terhadap pendekatan pemerintah yang dinilai kurang sistemik.