Mohon tunggu...
Fajar Kurnianto
Fajar Kurnianto Mohon Tunggu... -

Alumnus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menolak Kampanye SARA

13 September 2012   01:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:33 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hingga saat ini, ketegangan-ketegangan masih “laten” dan dengan begitu mudah berubah menjadi konflik dan kekerasan ketika dipantik oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab demi kepentingan politik-ekonomi tertentu. Sebagiannya merupakan warisan konflik di masa lalu, di era Orba. Sebagiannya lagi merupakan konflik-konflik baru yang diciptakan oleh para pemain baru yang punya kepentingan politik-ekonomi: lagu lawas pemain baru.

Tujuannya, mengeruk untung dari konflik, pada saat yang sama memojokkan lawan-lawan politik atau saingan bisnisnya. Pendek kata, keragaman di tubuh Indonesia belum berhasil dikelola negara secara baik menjadi kekuatan konstruktif-produktif.

Perbedaan belum dapat disikapi secara bijaksana sebagai anugerah Tuhan bagi negeri ini. Kepentingan politik-ekonomi pragmatis-sektarian masih menunggangi perbedaan SARA.

Jakarta

Jakarta, selain merupakan ibu kota Indonesia, juga kota metropolitan dan pusat perputaran ekonomi terbesar di negeri ini. Kota yang Couperus, seorang pendatang dari Belanda, pada 1815 saksikan seperti “kota hantu” karena beragam penyakit menular yang luar biasa ganas dan menewaskan, kini menjadi kota dengan populasi penduduk sangat padat.

Jakarta menjadi magnet ekonomi, mendorong meningkatnya kaum urban setiap tahun. Sentralisasi pembangunan di Jawa, terutama di Jakarta dan sekitarnya, sejak era Orba, menjadi asal-muasalnya.


Magnet Jakarta menarik kaum urban dengan berbagai latar belakang suku, ras, agama, dan golongan, untuk berkumpul di sini, mengais rezeki. Kebanyakan mereka adalah kelas menengah ke bawah. Hanya sebagian kecil dari mereka yang mampu menembus keluar dari kelas ini, menjadi kelas elite.

Mereka ini menduduki posisi-posisi penting di institusi-institusi pemerintah dan negara, di kantor-kantor swasta, atau menjadi para pengusaha yang sukses karena punya skill, akses dengan kekuasaan, dan tingkat pendidikan yang memadai.

Sementara mereka yang di kelas menengah ke bawah adalah kaum pekerja, bawahan dari kaum elite tadi, serta mereka yang bekerja di banyak sektor ekonomi publik, di lapangan.

Masyarakat Jakarta adalah beragam. Pernyataan Rhoma tentang SARA tentunya sangat disayangkan. Jakarta, bagaimana pun adalah miniatur Indonesia. Ia menjadi pusat perhatian dan percontohan bagi proses-proses perubahan sosial, politik, dan ekonomi untuk wilayah lain di Indonesia.

Jakarta harusnya menjadi model yang baik dalam merawat keragaman dengan tidak mengemukakan isu-isu yang tidak produktif semacam SARA. Isu yang Ahok, pasangan Jokowi, sebut jadul (zaman dulu). Isu-isu yang diangkat dalam kampanye Jakarta mestinya yang lebih mencerdaskan dan visioner.

*Artikel ini sebelumnya dimuat di Harian Lampung Post, Rabu 5 September 2012

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun